Jumat, 21 Mei 2021

Sejarah Riau (26): Candi di Muara Takus, Biaro Zaman Batak Kuno di Provinsi Riau; Candi Melayu di Provinsi Sumatra Barat

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Riau di blog ini Klik Disini  

Gambaran geografis zaman kuno berbeda dengan batas-batas wilayah pada masa kini. Seperti halnya kerajaan Melayu Riau berawal di Johor (kini Malaysia), juga kerajaan di wilayah hulu sungai Batanghari (kerajaan Mauli) berawal di Palembang (Sriwijaya). Lalu kerajaan Melayu di hulu sungai Batanghari (Darmasraya) bergeser ke hulu sungai Indragiri (di Tanah Datar, Sumatra Barat). Dalam hal ini candi Muara Takus dibangun di hulu sungai Kampar, kerajaan Johor belum eksis.

Kerajaan Siak Indrapura, kerajaan Melayu didirikan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung pada tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat dalam perebutan tahta Johor. Di wilayah Kerajaan Siak inilah terdapat candi Muara Takus yang dibangun sejaman dengan candi di hulu sungai Batanghari (kerajaan Mauli). Radja Singghasari dari Jawa (Kertanegara) menjalin kerjasama dengan Radja di Kerajaan Mauli yang menurut Schnitger (1935) keduanya sama-sama pendukung fanatik agama Boedha Batak (sekte Bhairawa) yang berpusat di Padang Lawas. Radja Adityawarman yang relokasi ke hulu sungai Indragiri juga pendukung fanatik sekte Bhairawa. Hal itulah mengapa karakteristik candi di Dharmasraya dan Muara Takus mirip dengan candi-candi di Padang Lawas.

Lantas bagaimana sejarah asal usul candi Muara Takus yang kini masuk wilayah provinsi Riau? Schnitger (1935) menyimpulkan bahwa candi-candi di Padang Lawas terhubung dengan candi di Muara Takus melalui candi yang terdapat di hulu sungai Rokan (candi Manggis). Lalu mengapa candi Muara Takus tidak terhubung dengan candi Dharmasraya di hulu sungai Batanghari? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 20 Mei 2021

Sejarah Bukittinggi (8): Seberapa Penting Kini Keberadaan Candi di Sumatera Barat? Sumber Data Narasi Sejarah Zaman Kuno

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Narasi sejarah kita, tentang sejarah zaman kuno tertolong karena masih ditemukannya candi, prasasti dan benda-benda kepurbakalaan lainnya. Data-data zaman kuno ini jika dikombinasikan dengan data-data zaman Now seperti peta satelit (googlemmap atau googleerath) dan bentuk-bentuk visual lannya seperti video drone, gambaran tentang sejarah zaman kuno kita akan memperkaya narasi sejarah yang bersumber dari teks sejaman seperti peta, koran, majalah dan foto. Dalam konteks inilah pentingnya keberadaan candi di suatu wilayah (daerah).

Pada masa ini dilaporkan di (provinsi) Sumatra Barat terdapat sejumlah candi di berbagai kabupaten seperti Dharmasraya, Pasaman, Tanah Datar dan Agam. Sebaran itu sudah cukup mewakili luas provinsi Sumatra Barat yang sekarang. Di seputar candi-candi tersebut juga ditemukan prasasti-prasasti. Penemuan benda-benda kuno di wilayah provinsi Sumatra Barat semakin meningkat bahkan hingga pada tahun-tahun terakhir ini seperti di Padang Nunang, Rao (2019). Oleh karena itu sejauh data zaman kuno tersebut tetap ditemukan maka narasi sejarah zaman kuno di Sumatera Barat tidak pernah berhenti. Namun yang menjadi persoalan, sejauh mana data-data zaman kuno itu dianalisis yang sesungguhnya akan memperkaya (manambahkan atau koreksi) narasi sejarah yang ada.

Lantas bagaimana sejarah candi di Sumatera bagian tengah khususnya di provinsi Sumatera Barat? Boleh jadi sudah ada yang menulisnya. Lalu apa pentingnya sejarah candi-candi tersebut? Seperti disebut di atas, data candi dan benda kepurbakalaan lainnya akan memperkaya narasi sejarah yang ada. Darimana sejarahnya dimulai. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 19 Mei 2021

Sejarah Aceh (45): Adakah Candi di Aceh? Apakah Masjid Indrapuri Bekas Bangunan Suatu Candi? Sejarah Candi di Sumatra

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini

Keberadaan suatu suatu, bangunan sisa dari masa lampau adalah salah satu navigasi pencarian data sejarah zaman kuno di suatu wilayah (daerah). Bangunan candi dalam perihal benda kepurbakalaan sama pentingnya dengan penemuan artefak berupa ukiran atau pahatan pada tulang, batu, besi, gading dan sebagainya serta temuan keramik atau gerabah. Tanpa itu kita akan buta sejarah zaman kuno. Ketiadaan data kuno serupa itu, sejarah di wilayah itu belum lama berlangsung.

Pada masa ini kerap ditulis bahwa masjid Indrapuri di Atjeh adalah eks bangunan candi di masa lampau. Masjid Indrapuri berada di desa Indra Puri, kecamatan Indrapuri, kabupaten Aceh Besar. Lokasi masjid ini sekitar 150 meter dari Jalan Nasional Medan - Banda Aceh. Sebagai dugaan eks candi, candi tersebut disebutkan peninggalan kerajaan  Lamuri pada era Hindoe Boedha sekitar abad ke-12. Pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, di masa puncak kejayaan Kesultanan Aceh sekitar tahun 1607-1636 M, masjid dibangun ulang di atas bangunan candi.

Lantas apakah masjid Indrapuri benar-benar eks bangunan suatu candi? Jika itu benar yang didukung data dan fakta maka sejarah Aceh lebih tua dari yang dibayangkan. Namun jika fakta itu tidak benar, lalu apakah ada candi di Aceh? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.