Minggu, 06 September 2020

Sejarah Manado (21): Siau, Sangihe, Talaud, Sejak Era Spanyol, Portugis, Belanda; Tiga Kabupaten, Jauh di Mata Tapi Dekat di Hati

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Siau, Sangir dan Talaud bukanlah nama baru. Tiga nama ini sudah sangat dikenal sejak era Spanyol dan Portugis, bahkan lebih dahulu terkenal daripada (pulau) Manado dan Minahasa. Siau, Sangir dan Talaud sejaman dengan Ternate, Tidore dan Ambonia. Tersinkirnya Spanyol dan Portugis oleh Belanda (VOC) menyebabkan Siau, Sangir dan Talaud menjadi terpencil. Sebalinya Manado dan Minahasa tumbuh dan berkembang pesat.

Wilayah Indonesia dari Sabang hingga Merauke dan dari Timor hingga Talaud. Kepulauan Talaud berbatasan dengan (negara) Filipina. Dari sudut pandang Indonesia, Talaud berada di pinggiran, tetapi dari sudut pandang negara lain, Talaud berada di pintu gerbang. Orang di Manado, ibu kota provinsi menganggap Siau, Sangihe dan Talaud ibarat jauh di mata dekat di hati. Namun kini, orang di Siau, Sangihe dan Talaud melihat Manado, jauh di hati dekat di mata. Mengapa? Tiga pulau besar di laut Sulawesi ini kini masing-masing telah menjadi daerah otonom (kabupaten). Orang Talaud tidak perlu lagi ke (ibu kota provinsi) Manado, sudah cukup ke ibu kota kabupaten di Melongguane, orang Sangihe ke ibu kota Tahuna dan orang Siau ke ibu kota Ondong Siau.

Bagaimana sejarah tiga kabupaten yang berada di antara pulau Sulawesi dan pulau Minadanao? Yang jelas penduduk di tiga kabupaten baru ini mulai bangkit untuk mengenang masa kejayaan tempo doeloe. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Permulaan inilah yang ingin dikenang Siau, Sangur dan Talaud dalam narasi sejarah. Sebab selama ini sejarah permulaan kepulauan ini kurang terinformasikan. Okelah. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 05 September 2020

Sejarah Manado (20): Sejarah Amurang, Ibu Kota Residentie Manado 1837; Benteng Portugis hingga Pelabuhan Kopi Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Kota Amurang di (kabupaten) Minahasa Selatan bukanlah kota kecil. Pada masa lampau, Amurang adalah kota besar, bahkan jauh lebih besar dari kota Manado. Oleh karena itu pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, Amoerang pernah dijadikan sebagai ibu kota Residentie Manado. Lautnya yang tenang di teluk, membuat kapal-kapal dari berbagai tempat berlabuh dengan aman. Kota pelabuhan Amoerang menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting.Amurang adalah kota tua, kota yang sudah terbentuk sejak era Portugis.

Kota Amurang berada di Minahasa. Pada tahun 2003 Kabupaten Minahasa dimekarkan dengan membentuk kabupaten Minahasa Selatan yang mana ibu kota ditetapkan di Amurang. Penetapan Amurang sebagai ibu kota seakan Amurang baru memulai sejarah, tetapi kenyataannnya kota Amurang sudah pernah dijadikan sebagai ibu kota Residentie Manado. Penetapan Amurang sebagai ibu kota kabupaten Minahasa Selatan seakan mengembalikan marwah kota Amurang tempo doeloe yang sempat terlupakan karena perkembangan kota Manado yang sangat pesat.

Apakah sejarah kota Amurang sudah ditulis? Mungkin iya, mungkin belum. Mari kita pastikan dengan menyusun sejarahnya. Sebagaimana diketahui sejarah adalah narasi fakta dan data, maka untuk menyusun kronologis sejarah kota Amoerang haruslah berdasarkan fakta dan data. Kita mulai dari permulaan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 04 September 2020

Sejarah Manado (19): Ventje Sumual dan Permesta di Makassar (1957); Abdoel Haris Nasoetion Diantara Permesta dan PRRI

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini 

Satu fase perjalanan Republik Indonesia yang paling kompleks terjadi pada tahun 1957 dan 1958. Salah satu hal yang terpenting pada fase ini adalah soal deklarasi (proklamasi) Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) pada tanggal 2 Maret 1957. Salah satu tokoh penting dalam Permesta ini adalah Letnan Kolonel Ventje Sumual. Permesta awalnya berpusat di Makassar dan kemudian bergeser ke Manado.

Pada waktu yang relatif berdekatan muncul deklarasi (proklamasi) Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia pada tanggal 15 Februari 1958 dengan tokoh sentralnya Letnan Kolonel Achmad Hoesein. PRRI awalnya berpusat di Padang dan kemudian bergeser ke Bukittinggi. Dalam dua situasi ini di Djakarta terdapat tiga tokoh Bandoeng: Ir. Soekarno, Jenderal Abdoel Haris Nasoetion dan Ir. Djoeanda. Dalam fase ini Ir. Soekarno dan Jenderal Abdoel Haris Nasoetion terkesan dwitunggal baru menggantikan dwitunggal lama (Ir. Soekarno dan Drs. Mohamad Hatta), Dengan munculnya nama Ir. Djoeanda terkesan muncul trio baru menggantikan trio lama (Ir. Soekarno, Drs. Mohamad Hatta dan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap). Tiga trio baru kebetulan Alumni Bandoeng.  

Bagaimana sejarah Ventje Sumual dan bagaimana sejarah Permesta sudah banyak ditulis, yakni pada fase yang sangat kompleks. Namun untuk membatasi, bagaimana itu semua bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Itulah menariknya sejarah, sejarah yang paling menarik terdapat pada bagian permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 03 September 2020

Sejarah Manado (18): Sejarah Kota Bitung di Timur Laut Sulawesi, Kawasan Ekonomi Khusus; Nama Bitung Populer di Banten

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Nama Bitung di Sulawesi (Utara) terbilang unik. Namun tidak demikian di Banten. Nama Bitung di (wilayah) Banten terbilang generik (populer) sejak tempo doeloe. Lantas apakah ada hubungannya? Itu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah Kota Bitung di Provinsi Sulawesi Utara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.

Bitung adalah salah satu Kota di Provinsi Sulawesi Utara. Keberadaan Bitung seakan menggantikan keberadaan Kema di masa lampau. Posisi strategis Bitung menyebabkan pelabuhan Bitung berkembang pesat dan populasi penduduknya cepat bertambah sehingga dijadikan sebagai Kota Administratif (lihat Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1975 tanggal 10 April 1975). Perkembangan yang tidak pernah berhenti, akhirnya status kota administratif ditingkatkan menjadi Kota (daerah otonom) yang meliputi luas 304 Km2 yang terdiri dari tiga kecamatan dan 44 buah desa (lihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1990). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2014, Kota Bitung dijadikan sebagai suatu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Lantas bagaimana permulaannya hingga menjadi kota pada masa ini? Itu berarti diperlukan penulisan sejarah. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, sejarah adalah narasi fakta dan data, maka untuk menulis sejarah Kota Bitung haruslah berdasarkan fakta dan data. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.