Senin, 28 Desember 2020

Sejarah Aceh (27): Sejarah Pemerintahan di Aceh; Zaman Kerajaan dan Kesultanan Sejak Era Hindoe Akhirnya Harus Berakhir

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini

Pemerintah Hindia Belanda telah menyatukan semua wilayah kerajaan-kesultanan di Nusantara. Kesultanan Atjeh terbilang yang terakhir disatukan. Meski masih ada perlawanan di Tanah Batak (yang dipimpin Sisingamangaradja) dan di Tanah Gayo (yang dipimpin Teuku Oemar) sejak jatuhnya kota Atjeh pada tahun 1873, Pemerintah Hindia Belanda langsung membentuk cabang peerintahan di Atjeh dengan ibu kota di Kota Radja (pengganti nama Kota Atjeh). Sejak dari kota inilah secara bertahap wilayah Atjeh diadministrasikan dan dibentuk cabang-cabang pemerintahan yang lebih kecil hingga kampong (gampong).

Sebelum jatuhnya kraton dan masjid Atjeh (kota Atjeh 1873), Pemerintah Hindia telah membentuk cabang-cabang pemerintahan di pantai barat dan pantai timur Sumatra. Residentie Tapanoeli dibentuk tahun 1845 dengan ibu kota di Sibolga yang mana menjadi salah satu residentie di Province Sumatra’s Westkust. Salah satu afdeeeling di Residentie Tapanoeli adalah Afdeeling Singkil. Sementara itu Residentie Sumatra’s Oostkust dibentuk sejak 1863 dengan ibu kota di Bengkalis. Salah satu afdeeling di Residentie Sumatra’s Oostkust yang dibentuk terakhir adalah afdeeling Tamiang.

Lantas bagaimana sejarah awal terbentuknya province Atjeh? Seperti disebut di atas sudah lebih awal dibentuk di Singkil baru di Atjeh (Groot Atjeh) dan kemudian disusul di Tamiang. Lalu bagaimana sejarah dintegrasikannya Singkil dan Tamiang masuk administrasi province Atjeh? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.