*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini
Kota Talu adalah kota terkenal tempo doeloe. Namun kini, kota Talu hanya setingkat ibu kota kecamatan: Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat. Talamau sendiri adalah nama gunung, yang di jaman kuno gunung Talamau disebut gunung Ophir (namanya sudah disebut dalam kitab suci Taurat dan Injil). Di Taloe tempo doeloe pernah bertugas dokter terkenal: Dr. Achmad Saleh (ayah Chairoel Saleh).
Kota Talu adalah kota terkenal tempo doeloe. Namun kini, kota Talu hanya setingkat ibu kota kecamatan: Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat. Talamau sendiri adalah nama gunung, yang di jaman kuno gunung Talamau disebut gunung Ophir (namanya sudah disebut dalam kitab suci Taurat dan Injil). Di Taloe tempo doeloe pernah bertugas dokter terkenal: Dr. Achmad Saleh (ayah Chairoel Saleh).
Kota Taloe (Peta 1904) |
Sebagai
bagian dari sejarah Air Bangis, sejarah Talu (ibu kota District Ophir) sangat
penting. Pada era Hindia Belanda, District Air Bangis dan District Ophir awalnya
adalah satu kesatuan wilayah administratif sebagai satu Afdeeling yang diberi
nama Afdeeling Air Bangis en Ophir Districten. Sejatinya, wilayah Air Bangis
dan Ophir adalah district kembar sejak era VOC. Untuk menambah pengetahuan, mari
kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja* Peta 1903
Afdeeling
Air Bangis en Ophir Districten: Taloe
Nama Taloe paling tidak telah diberitakan pada tahun
1837 (lihat Javasche courant, 28-01-1837).
Disebutkan tanggal 25 Desember dalam ekspedisi melawan Taloe, JD van Holij,
Letnan-2 Infanteri terbunuh (yang memberitakan J Angelen, Kaptein di
Loeboeksikaping). Pemberitahuan lainnya di surat kabar yang sama Letna-2
infantri pribumi Karto Ridjo juga terbunuh dalam ekspedisi ke Taloe (dilaporkan
oleh Letnan-2 Prawiro Rono dan Letnan-2 Lingard). Informasi ini pada saat
Perang Padri, meski bukan jalur pergerakan militer Belanda, Taloe adalah suatu
kota yang penting.
Taloe, Ophir di antara Fort Parit Batoe dan Fort Loeboek Sikaping |
Taloe berada di hulu sungai Batang Pasaman
(sementara Air Bangis berada di hilir sungai Sikarbou). Nama tempat dan nama
sungai tidak terpisahkan sejak tempo doeloe. Suatu tempat terbentuk umumnya
berada di sisi sungai atau cukup dekat dengan aliran sungai (yang mana sungai pada
era awal adalah moda transportasi terpenting). Kota Taloe, kota Tjoebadak dan
kota Oedjoeng Gading adalah kota-kota utama di pedalaman.
Sejak
tempo doeloe (paling tidak pada Peta 1724) sudah teridentifikasi lima sungai
besar yang bermuara ke pantai barat Sumatra, yakni sungai Batang (Natal),
sungai Batang Batahan, sungai Si Karbou, sungai Pasaman dan sungai Masang.
Sungai Masang berhulu di selatan (gunung) Ophir. Sementara sungai Pasaman
berhulu di utara (gunun) Ophir. Cabang sungai Pasaman di hulu adalah sungai
Batang Kenaikan. Di sebelah selatan sungai Pasaman di hulu terdapat kota Taloe,
sementara di sisi sungai Batang Kenaikan di hulu terdapat kota Tjoebadak. Sungai
Batang Sikarbou berhulu di gunung Malintang (Mandailing) dan bermuara di Air
Bangis. Satu anak sungai Sikarbou bermuara di Roending (gunung Malintang). Di dekat
muara sungai di pedalaman ini di sisi selatan sungai Batang Sikarbou terletak
kota Oedjoeng Gading. Pada tempo doeloe nama sungai Batang Sikarbaou saling
tertukar dengan nama sungai Batang Oedjoeng Gading. Dalam perkembangannya nama
sungai Batang Sikarbou atau sungai Batang Oedjoeng Gading disebut sungai Air
Bangis. Antara sungai Batang Batahan di utara dan sungai Masang di selatan
adalah batas geografis Air Bangis en Ophir Districten (di daerah aliran sungai
Pasaman dan daerah aliran sungai Sikarbou atau sungai Oedjoeng Gading atau
sungai Air Bangis).
Lambat laun antara satu kota di hilir-pantai dengan kota lain di
pedalaman terhubung oleh moda transportasi darat. Kota Air Bangis (yang diduga
terbentuk setelah tahun 1724) terhubung dengan dua kota utama di pedalaman. Dua
kota utama di pedalaman adalah kota Rao dan kota Nopan (kini Kotanopan). Moda transportasi
darat ini diduga sudah lama terbentuk (dan mengalamai intensitas sejak masuknya
militer Belanda ke pedalaman.
Pada
Peta 1830 batas geografis district Mandailing hingga sungai Masang
(bersebelahan dengan district XII kota) dan batas geografis district Rao hingga
Bondjol (bersebelahan dengan district Agam). Berdasarkan informasi pada catatan
pada Peta 1830, Pemerintah Hindia Belanda mengklaim hampir semua wilayah pantai
mulai dari Aie Ajie di selatan hingga Baros di utara (termasuk kota Air Bangis)
yang merujuk pada (era) VOC dan sebagian wilayah pedalaman (district Agam dan
district Tanah Datar). Dalam hal ini district Lima Poeloeh Kota masih
independen, demikian juga district Rao (hingga Bondjol) dan district Mandailing
(hingga ke pantai di batas sungai Masang) masih indepenen. Masih berdasarkan
catatan peta tersebut (di kota-kota pantai: Air Adjie, Padang, Pariaman, Air
Bangis, Natal, Tapanoeli dan Baros plus district Tanah Datar dan district Agam),
Pemerintah Hindia Belanda telah menempatkan pasukan sebanyak 130 orang hingga
tahun 1820 (pemerintahan Hindia Belanda di pantai barat Sumatra dimulai tahun
1819), ditambah sebanyak 1.200 pasukan hingga tahun 1826, ditambah lagi 600
pasukan pada tahun 1830 yang total keseluruhan sebanyak 6.000 pasukan.
Seperti halnya pangeran-pangeran di Minangkabau
(Pagaroejoeng) dan para radja-radja di wilayah pantai (dari Indrapoera hingga
Baros) , sehubungan dengan pembentukan pemerintahan Hindia Belanda di pantai
barat Sumatra (sejak 1819), secara bertahap radja-radja Mandailing en Angkola
membentuk aliansi dengan Pemerintah Hindia Belanda dalam hubungannya dengan
pengaruh Padri di pedalaman. Pada tahun 1833 Radja Gadoembang (mewakili
raja-raja Mandailing en Angkola) membuat kerjasama dengan Pemerintah Hindia
Belanda. Padri yang berpusat di benteng Bondjol dalam tekanan.
Aliansi
(Pemerintah Hindia Belanda dan para pemimpin lokal) sesungguhnya tidak sulit
terbentuk. Sejak era VOC sudah ada kerjasama-kerjasama dengan para radja-radja di
kota-kota pantai yang dilakukan oleh pejabat-pejabat VOC. Hubungan yang baik
itu menemukan wujudnya yang lebih kongkrit pada permulaan Pemerintah Hindia
Belanda. Sementara itu antar golongan bangsawan diantara kerajaan-kerajaan di
pedalaman (di wilayah Minangkabau dan di wilayah Mandailing en Angkola) dengan
kerajaan-kerajaan di wilayah pantai sudah terhubung sejak lampau apakah karena
hubungan perkawinan atau kesatuan wilayah teritorial. Pertentangan tidak lagi
antar penduduk, tetapi pertentangan antar rezim yang berkuasa: antara Padri
dengan para radja-radja (yang telah atau maupun yang menjalin sokongan dari Pemerintah
Hindia Belanda). Legitimasi Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan
perjanjian-perjanjian yang dibuat para radja-radja dengan para pejabat Belanda.
Legitimasi tersebut baru sebatas wilayah pantai, wilayah Minangkabau (Tanah
Datar dan Agam) dan wilayah Mandailin en Angkola. Wilayah sebelahnya seperti wilayah
Siak dan Rokan di timur dan wilayah Bataklanden (Silindoeng en Toba) dan
wilayah Atjeh masih bersifat independen (belum terbentuk kerjasama dan tentu
saja tidak ada legitimasi).
Aliansi
ini (antara Pemerintah Hindia Belanda dan para radja-radja Minangkabau,
kota-kota pantai dan Mandailing en Angkola menjadi satu partai sendiri yang
head to head dengan partai Padri. Pertarungan ini mekanismenya kurang lebih
sama seperti pertarungan partai-parta pada masa kini. Hanya saja pertumpahan
darah lebih menonjol pada era doeloe dibandingkan era sekarang. Hal ini karena
ada darah yang mengalir sebagai pemicu pertarungan. Perang antara pihak Padri
dengan pihak aliansi Belanda tidak terhindarkan. Dalam konteks inilah investasi
Pemerintah Hindia Belanda masuk, baik dalam bentuk membiaya personil sipil dan militer,
membangun benteng, pengadaan alat-alat perang dan sebagainya. Sebagai investasi
dicatat sebagai pengeluaran dan penutupnya adalah pemasukan (melalui mekanisme
produksi dan perdagangan). Dalam konteks inilah perjanjian-perjanjian diikat.
Pengeluaran Pemerintah Hindia Belanda semakin besar sehubungan dengan
pengangkatan sejumlah pribumi sebagai bagian dari pemerintahan yang digaji.
Pada akhirnya perlawanan Padri berakhir dengan
ditaklukkannya benteng Bondjol pada bulan Agustus 1837 dan benteng Daloe-Daloe
pada tahun 1838. Sukses penaklukan dua benteng tersebut karena pasukan militer
Belanda yang didatangkan dari Jawa semakin banyak dan juga atas dukungan hulubalang
dari para radja-radja yang beraliansi (dengan Pemerintah Hindia Belanda).
Seusai perang (1837/1838) status daerah operasi militer (DOM) diubah menjadi
status sipil dengan menata dan membentuk cabang-cabang pemerintah yang baru di
pantai barat Sumatra.
Namun
Radja Gadoembang (marga Lubis) tidak berlanjut menjadi Regent (bupati)
Mandailing, karena Radja Gadoembang dalam perang untuk menaklukkan benteng
Bondjol meninggal dunia. Sejumlah regent sudah diangkat di Tanah Datar, Agam,
Pariaman dan Padang. Regent di Padang adalah Toeankoe Panglima Soetan Iskandar.
Pada tahun 1840 Toeankoe Panglima Soetan Iskandar dinaikkan statusnya sebagai
kepala para regent. Di wilayah Mandailing en Angkola dalam perkembangannnya
fungsi regent ditiadakan (hanya Radja Gadoembang yang pernah diposisikan
debagai regent). Namun pada akhirnya semua regent yang sudah dibentuk
ditiadakan di seluruh Province Sumatra’s Westkut (Benelanden, Bovenlanden dan
Tapanoeli). Konsep regent di wilayah-wilayah pantai barat Sumatra tidak sesuai
(sebagaimana konsep ini berhasil di Jawa). Konsep yang diterapkan adalah
struktur pemerintahan lokal dengan mengangkat sejumlah kepala Laras (di
Padangsche Benelanden dan Padangsche Bovenlanden) dan sejumlah kepala koeria (di
Mandailing en Angkola serta Tapanoeli) di dalam satu district, Kepala laras/koeria
mengepalai sejumlah kepala kampong (nagari atau huta). Catatan: Residentie
terdiri dari sejumlah Afdeeling (yang juga dapat dibangi menjadi dua atau lebih
onderafdeeling). Di masing-masing afdeeling/onderafdeeling terdiri dari
sejumlah laras atau koeria. Residentii dipimpin oleh Residen, sementara
Afdeeling atau onderafdeeling dipimpin oleh Asisten Residen atau Controleur
(yang bekerja sama senagan para kepala laras atau kepala koeria).
Pada tahun 1840 Pemerintah Hindia Belanda
melakukan perubahan administrasi wilayah. Afdeeling Nordelijke diubah menjadi
Residentie Air Bangis yang mana Asisten Residen ditempatkan di Afdeeling
Mandailing en Natal dan Controleur di Natal. Pada tahun 1842 ditambah Afdeeling
Rao ke Residentie Air Bangis dengan menempatkan asisten residen di Rao.
District
Air Bangis telah ditempatkan Civiel en Militaire Kommandant. Pada tahun 1832 menmyusul
district Natal ditempatkan Civiel en Militaire Kommandant. Pada tahun 1833
district-district Natal, Tapanoeli, Air Bangis dan Poelobatoe disatukan menjadi
satu afdeeling yang disebut Afdeeling Nordelijke dengan ibu kota di Natal. Lalu
kemudian Afdeeling Nordelijke ditingkatkan statusnya menjadi Asisten Residen
yang berkedudukan di Natal dan asisten di tempatkan di Mandailing dan di Rao.
Pada tahun 1938 ditempatkan pejabat Residen Afdeeling Nordelijke yang
ditempatkan di Air Bangis. Pada tahun 1840 nama Afdeeling Nordelijke diubah
menjadi Residentie Air Bangis yang mana Asisten Residen ditempatkan di
Afdeeling Mandailing en Natal dan Controleur di Natal. Sementara di Baros
ditempatkan pekabat sipil, sedangkan di Tapanoeli masih tetap ditempati oleh
seorang postjouder. Pada tahun 1942 ditambah satu asisten residen di Rao dan
dua Controleur di Afdeeeling Mandailin en Angkola yakni di Angkola dan di Oeloe
en Pakantan. Pada tahun ini Afdeeling Tapanoeli dipisahkan dari Residentie Air
Bangis sehubungan dengan pembentukan Residentie Tapanoeli.
Pada tahun 1843 Taloe diketahui menjadi ibu kota
district Goenoeng Ophir (Residentie Air Bangis). Besar dugaan ibukota
dipindahkan dari Parit Batoe ke Taloe sehubungan dengan benteng Fort Parit
Batoe dilikuidasi dengan mendirikan garnisun militer di Taloe. Sebagai komisaris
di Taloe diketahui Luitenant-2 JW Borst (lihat Javasche courant, 30-12-1843).
District Taloe (Peta 1850) |
Pada tahun 1846 Residentie Air Bangis
dilikuidasi. Sehubungan dengan Afdeeling Natal dan Afdeeling Mandailing en
Angkola dimasukkan ke Residentie Tapanoeli, maka dua afdeeeling yang tersisa
(Afdeeling Air Bangis en Ophir Districten dan Afdeeeling Rao, Loeboeksikping en
Panti) dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden (yang beribukota di
Padang). Dua afdeeling ini kemudian disatukan menjadi Afdeeling Air Bangis en
Rao (lihat Peta 1883). Dalam hal ini Ophir Districten sebagai district tersendiri.
Nama-nama district yang ada di Afdeeling Air Bangis en Rao adalah district Air
Bangis, distrct Ophir Districten dan district Rao, Loeboeksikaping en Panti.
Mengapa Afdeeling Air Bangis en Ophir Districten
dan Afdeeeling Rao Loeboeksikping en Panti dimasukkan ke Residentie Padangsche
Benelanden? Hal ini besar dugaan karena secara historis district-district di
dua afdeeling ini yang di era VOC masih independen terhubung dengan pusat
perdagangan di pelabuhan Air Bangis (daerah aliran sungai Air Bangis) dan
pelabuhan Pasaman (daerah aliran sungai Pasaman). Sementara itu, secara khusus district
yang sebelumnya independen, District Bondjol dimasukkan ke Afdeeeling Agam, Residentie
Padangsche Bovenanden, Hal ini diduga karena letaknya yang lebih dekat ke
Residentie Padangsche Bovenlanden, juga diduga kuat karena faktor kemenangan
para pangeran Pagaroejoeng di Tanah Datar, Agam dan Lima Poeloeh Kota (Minangkabau)
terhadap pusat Padri di District Bondjol. District-district dari dua afdeeling
yang dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden adalah Air Bangis, III
Loearah, III Kota. Pasaman, Kinali, Taloe, Tjoebadak, Soeroet. Loeboek
Sikaping, Rao, Loender, Mapat Toenggoe, III Kota dan XII Kota. Peta 1883
Dalam perkembangannya,
pada tahun 1890 batas baru antara dua residentie ini terjadi pengurangan
wilayah Residentie Padangsche Benelanden dan wilayah yang dikurangi tersebut
ditambahkan ke wilayah Residentie Padangsche Bovenlanden. Afdeeeling Air Bangis
en Ophir Districten dipecah. Wilayah Ophir Districten dimasukkan ke Padangsch
Beobenlanden sebagai bagian dari Adeeling Loeboeksikaping.
Wilayah Ophir Districten yang digabungkan ke
Afdeeling Loeboeksikaping tersebut antara lain district, III Kota, III Loerah, Pasaman,
Kinali, Taloe dan Tjoebadak. Afdeeling Loeboeksikaping sebelumnya meliputi
distrik Rao, Loender, Mapat Toenggoel dan Loeboek Sikaping. Peta 1903
Afdeeling Air Bangis yang
tersisa hanya district Air Bangis. Wilayah Residentie Padangsche Benelanden
menjadi terpotong. Wilayah Residentie Padangsche Bovenlanden menjorok ke laut, Dengan
demikian Residentie Padangsche Bovenlanden menemukan jalan ke laut. Sementara
Afdeeling Air Bangis terpisah dari induknya (Residentie Padangsche Benelanden).
Ini seakan Afdeeling Air Bangis dipisahkan dari Residentie Padangsche
Bovenlanden dan Residentie Padangsche Benelanden, namun sudah terhalang dengan
Residentie Tapanoeli dengan adanya batas-batas residentie (secara historis
district Air Bangis satu kesatuan wilayah dengan dengan Mandailing dan Natal).
Mangapa district-district yang berada di Ophir
Districten digabungkan menjadi bagian dari Residentie Padangsche Bovelanden? Satu faktor penting
diduga karena untuk menyatukan (populasi) Mandailing, lebih-lebih setelah
Kotanopan dan Loeboek Sikaping terhubung dengan transportasi darat yang lebih
baik. Namun faktor lain juga menjadi sebab yang mana untuk menyatukan
(populasi) Minangkabau. Namun semua itu masih dugaan, hanya saja pembagian
wilayah semacam ini sangat janggal. Afdeeling terkesan sebuah enclave. Peta
1917
Pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan
dari Province Sumatra’s Westkust dan hanya terdiri dari dua residentie: Residentie
Padangsche Bovenlanden dan Residentie Padangsche Benelanden. Lalu kemudian
sehubungan dengan dibentuknya provinsu Oost Sumatra (ibu kota di Medan) pada
tahun 1915, Provinsi Sumatra’s Westkust dilikuidasi. Dalam hubungan ini,
Afdeeling Air Bangis yang sebelumnya terpisah digabungkan dengan Residentie Residentie
Padangsche Bevenlanden (masuk Afdeeling Agam). Wilayah Residentie Padangsche
Benelanden semakin menyusut. Pada fase inilah seorang Controleur ditempatkan di
Taloe.
Sejak dilikuidasi Residentie Padangsche Bovenlanden dan
Residentie Padangsche Benelanden hanya dipimpun oleh seorang Residen (JDL Le
Febvre di Padang). Residen dibantu beberapa Asisten Residen di Fort de Kock, Fort
van der Capellen, Pajakoemboeh, Solok, Sawahloento, Painan dan Loeboeksikaping.
Asisten Residen Loeboeksikaping membawa controleut di Air Bangis dan controleur
di Taloe.
Oleh karena dua
residentie hanya dipimpin oleh seorang Residen (di Padang), dalam
perkembanganya dua residetie digabungkan menjadi satu residentie dengan nama
yang baru: Residentie West Sumatra. Akibat unifikasi residentie ini, jumlah
afdeeling disusutkan menjadi hanya lima afdeeling: Zuid Benelanden, Tanah Datar,
Agam, Lima Poeloeh Kota dan Solok. District Air Bangis dan District Talamau
menjadi bagian dari Afdeeling Agam (Asisten Residen di Fort de Kock).
Afdeeling Agam dibagi ke dalam empat onderafdeeling:
Oud Agam, Manindjau, Loeboeksikaping dan Ophir. Onder afdeeling Oud Agam
terdiri dari dua distrik (Bukittinggi dan Tilatang IV Angkat), onderafdeeling
Ophir juga terdiri dari dua distrik, yakni Distrik Air Bangis dan Distrik Talamau.
Setiap onderafdeeling dipimpin oleh seorang controleur. Dalam hal ini
Controleur Ophir ditempatkan di Taloe. Peta 1930
Nama Ophir dijadikan
sebagai nama onderfadeeling dan nama Talamau dijadikan nama district. Ibu kota
district Talamau dna juga ibu kota onderafdeeling Ophir di Taloe. Nama Taloe,
Talamau dan Ophir adalah tiga nama yang berkaitan. Nama Ophir adalah nama
gunung Talamau tempo doeloe. Oleh karena dalam perkembangan terakhir ibu kota
onderafeeling Ophir (yang meliputi dsitrik Air Bangis dan distrik Talamau)
berada di Taloe, maka nama Taloe terkesan mengalami promosi dan nama Air Bangis
mengalami degradasi.
Taloe: Dr Achmad Saleh
Antara Loeboeksikaping
(Afdeeling Air Bangis en Rao) dengan Bondjol (afdeeling Agam) tidak ada
hubungan yang intens. Loeboeksikaping hanyalah sebuah kampong kecil. Suatu
kampong yang terhubung ke Panti. Di Afdeeling Air Bangis en Rao hanya ada tiga
kota utama, yakni: Air Bangis, Taloe dan Rao. Panti (district Loender) adalah
interchange ke utara (Rao dan Kotanopan) dan ke barat (Taloe dan Air Bangis).
Sebaran populasi dilaporkan pada tahun 1839.
Secara keseluruhan penduduk pantai barat Sumatra (Sumatra’s
Westkust) adalah bagian dari penduduk Sumatra. Jumlah penduduk Sumatra pada
awal pembentukan provinsi Sumatra’s Westkust diperkirakan sebanyak 4.550.000.
Jumlah ini terdiri dari Atjeh 600.000, Batak (antara Atjeh dan Rao) 1.200.000,
Melayu, antara Baros dan Indrapoera di Pantai Barat Sumatra dan antara Siak dan
Palembang di Pantai Timur Sumatra, 2.000.000; Redjang dan Passawah di Kerajaan
Palembang dan antara Bengkulu dan Cawor sebanyak 600.000 serta Lampoeng
sebanyak 150.000 {lihat Tijdschrift voor Neerland`s Indie jrg 2, 1839 (1e deel)
[volgno 2]}. Peta 1883
Di Sumatra’s Westkust sendiri populasi tersebar
antara lain di Baros sebanyak 3.000 jiwa termasuk 200 Atjeh; Sorkam (1.000
jiwa); Sibolga sebanyak 300 jiwa Batak; Toeka 3.000 Batak; Siboeloean 1.000
Bata; Kalangan 300 Melayu; Singkoewang 3.000 jiwa Mandailing, Angkola dan
Melayu; Batoemondong 2.000 Mandailing; Taboejoeng 2.000 jiwa sebagian besar
Angkola; Koenkoen 500 jiwa; Natal 3.000 jiwa; Linggabajoe 3.000 Mandailing;
Batahan 2.500 Mandailing, Ajer Bangies 3.000 jiwa; Siekalang 3.000 jiwa;
Pasaman 200 jiwa; Kinali 3.000 jiwa; Poeloe Nias sebanyak 200.000 dan Poeloe
Batoe 30.000.
Sementara itu, Mandailing dengan populasi besar
sebanyak 40.000 jiwa yang terbagi ke dalam 38 kampung besar; Loeboe 10.000 jiwa
termasuk Batak; Angkola 10 kampung besar dengan populasi 10.000 jiwa; Padang
Lawas delapan kampong besar dengan penduduk 8.000 jiwa; Rao memiliki 20 kampung
besar dengan populasi 25.000 jiwa; Tapboese yang menjadi otoritas Toeankoe
Tambuse tidak ada data populasi;
Sedangkan di Bondjol yang kemudian berada di bawah
otoritas Padri dengan dipimpin empat imam yang pada tahun 1832 mengakui Belanda
tetapi tahun 1833 memberontak yang berpopulasi 8.000 jiwa; Tikoe 4.000 jiwa;
Danau (Maninjau?) sebanyak 10.000 jiwa; Doeabelas Kota 8.000 jiwa; Lima Kota
4.000 jiwa; Siekara (Singkarak?) sebanyak 1.000 jiwa; Priaman 2.000 jiwa;
Toejoeh Kota 7.000 jiwa; Oelakan 1.500 jiwa; Loeboe Aloeng 2.000 jiwa.
Selanjutnya di Padang sebanyak 1.400 jiwa (yang
meliputi Nanggalo, Nan Doepoeloeh, Limau Manis, Loeboe Kilangan, Boengoes,
Tjiendakie, Telok Kakang); Pauw sebanyak 4.000 jiwa; Kota Tangah, termasuk
Gassang 3.000 jiwa; Troessan 4.000 jiwa; Baijang 2.500 jiwa; Salida 2.000 jiwa
dan Indrapoera 2.500 jiwa; Moco-moco sebanyak 9.000; Soengie Lammau 12.000;
Soengi Jetam 4.000 jiwa; Silebar 6.000; Saloema 7.000; Manna 13.000; Cawor
5.000; Croe 10.000; Ampat Lawang 11.000; dan Redjang 10.000.
Penduduk dengan bilangan besar terdapat di Loehak
Tanah Datar 80.000 jiwa; Agam sebanyak 80.000 jiwa; Sembilan Kota 20.000 jiwa;
Lima Poeloeh Kota sebanyak 50.000 jiwa; Alaban 10.000; Lintau 4.000 jiwa;
Tandjong Alam 15.000; Doeapoeloeh Kota sebanyak 100.000 jiwa; Batipoe 12.000;
Doeabelas Kota 12.000; dan Toejoeh Laras 6.000.
Pasca Perang Padri
(paling tidan hingga tahun 1880), arus perdagangan dari Bondjol bukan ke
Loeboeksikaping (di utara), tetapi dari Bondjol ke selatan di Fort de Kock
terus ke Padang atau ke Manindjau dan Loeboekbasoeng terus ke Tikoe.
Sebaliknya, arus perdagangan dari Loeboeksikaping bukan ke Bondjol (di
selatan), tetapi dari Loeboeksikaping ke utara di Panti, lalu ke Taloe dan seterusnya
ke Air Bangis. Kotanopan, Rao, Taloe dan Air Bangis adalah jalur ekonomi utama.
Dalam posisi ini, kedudukan (kampong) Loeboeksikaping masih sekunder.
Loeboeksikaping mulai dikenal (populer) karena menjadi lokasi benteng Belanda
terdekat ke pusat kekuatan Padri di Bondjol. Area dimana nama Panti berada adalah
post perdagangan penting sejak era VOC.
Panti sebagai interchange
perdagangan adalah nama baru. Nama lama Panti adalah Loender, Nama Loender
sudah eksis sejak era VOC sebagai nama suatu tempat di Belanda. Nama Panti
sebagai pengganti nama Loender juga adalah nama Belanda (bukan nama lokal).
Besar dugaan pemilik post perdagangan di Panti adalah pemilik pos yang
menggantikan pemilik post perdagangan yang lama. Sebagaima diketahui bahwa VOC
pernah menempatkan Residen di Air Bangis antara tahun 1766 hingga tahun 1774.
Loender adalah nama tempat yang sejaman dengan penempatan Residen VOC di Air
Bangis.
Pada era Perang Padri
post Loender dijaga oleh seorang sersan Belanda dengan 12 orang pribumi (lihat Javasche courant, 16-03-1833). Post ini adalah
post penghubung antara benteng Loeboek Sikaping dan benteng Rao. Pada saat ini
benteng Loeboeksikaping dipimpin oleh Luitenant Engelbert van Bevervording yang
membawahi 20 orang Madura. Komandan Luitenant Colonel Vermeulen Krieger di
benteng Pisang (pos antara Paloepoeh dan Koempoelan). Pada bulan Januari 1833
Padri dianggap melanggar kesepakatan dan membunuh semua penjaga pos Belanda di
Bondjol (Letnant Waulier dan 11 orang pasukan pribumi). Kesepakatan dilakukan
pada bulan Oktober 1832.
Nama Panti kali pertama
diketahui, paling tidak dibertitakan pada tahun 1862 (lihat Sumatra-courant :
nieuws- en advertentieblad, 06-09-1862). Disebutkan jalur pengiriman kopi dari
Pantai ke Air Bangis. Nama Panti semakin paten karena telah dijadikan nama pos
jalan lalu lintas (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 26-03-1864).
Bagaimana nama Panti menggantikan nama (district) Loender tidak begitu jelas. Nama
Panti ini terkait dengan pembangunan jalan pos antara Padang dan Sibolga dengan
cabang-cabangnya. Cabang jalan pada ruas antara Loeboeksikaping dan Rao akan
dimulai dari Panti hingga ke Air Bangis. Nama Panti sebagai cabang jalan berada
tidak jauh dari eks post militer Loender beberapa tahun yang lampau. Pada tahun
1833 lalu lintas dari Air Bangis belum melalui Panti tetapi dari Tjoebadak
langsung ke Rao. Persimpangan ini diduga muncul pada era Perang Padri antara
tahun 1833 dan tahun 1837. Pembukaan jalan di Panti atau Loender lebih
dimaksudkan untuk efisiensi (lebih pendek ke Air Bangis dari jalan poros ruas
Loeboeksikaping-Rao). Nama Panti ditemukan di beberapa tempat seperti di Toeban,
Bali dan Kalimantan (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en
commercieel nieuws- en advertentieblad, 22-05-1860). Nama Panti sebagai
pengganti nama Loender lambat laun semakin terkenal sebagai simpang baru yang
ramai. Nama Panti kemudian ditabalkan sebagai nama baru onderfadeeling Rao,
Loeboeksikaping en Panti (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 03-01-1874).
Lantas apakah nama Panti berasal dari nama kampong para pasukan pribumi yang
menghuni post militer di Loender.
Keutamaan Panti sebagai
interchange (post perdagangan) karena berada di persimpangan jalan poros
tradisional (simpang empat dari dan ke empat perjuru angin) karena berada di
lembah yang subur di District Rao. Nama Rao diduga sudah eksis dari jaman kuno
(semasih era perdagangan emas, kamper dan kemenyan). Menurut catatan tahun 1839
(atau sebelumnya) district Rao memiliki 20 kampung besar dengan populasi 25.000
jiwa. Sementara (distrik) Bondjol sendiri yang terpisah jauh dari Rao hanya
memiliki populasi 8.000 jiwa, Gambaran populasi ini mengindikasikan bahwa (distrik)
Rao adalah tempat yang sangat berkembang (makmur) sejak jaman lampau. Tetangga
Rao yakni district Mandailing pada tahun yang sama memiliki populasi 40.000
jiwa plus Loeboe 10.000 jiwa termasuk Batak (sementara district tetangga
Mandailing di utara Angkola 10.000 jiawa dan dan timur Padang Lawas dengan
penduduk 8.000 jiwa.
Rao diduga adalah adalah kota penghubung di jaman
kuno antara sentra produksi emas di gunung Ophir (Talamau) dan gunung Malea
(Mandailing). Nama-nama kuno di sekitar Rao (sejak era Budha-Hindu) antara lain
(gunung) Malea, Pertibie, sungai Batang Angkola, sungai Baroemoen, sungai Batahan,
sungai Pasaman, sungai Rokan dan sebagainya. Sungai Batang Angkola (era Radja
Cola di India) adalah ruas jalur perdagangan (sungai) dari pertambangan emas di
seputar gunung Malea ke (pelabuhan utama) Baros. Nama Taloe (Talamau) sebagai nama
yang dipertukarkan dengan nama Ophir juga diduga adalah nama kuno.
Taloe dalam hal ini
diduga adalah suatu nama tempat yang telah muncul sejak jaman kuno (sejaman
dengan nama Pasaman dan Tikoe). Taloe adalah sentra poroduksi (emas) dan
hasil-hasil hutan. Taloe di satu sisi terhubung ke pedalaman (Rao, Mandailing
dan Padang Lawas) dan Taloe juga terhubung ke kota-kota pantai/pelabuhan di
Pasaman, Tikoe dan Oedjoeng Gading. Tiga nama kota ini diduga adalah kota kuno
yang sejaman dengan kota Batahan dan bahkan kota Baros. Antara kota Taloe dan
kota Air Bangis terdapat kota Oedjoenggading.
Kota Oedjoenggading bukanlah kota baru tetapi kota
lama, kota yang jauh lebih tua dari kota Air Bangis. Dalam peta-peta VOC yang
lebih awal, nama sungai Batahan, sungai Sikarbou dan nama sungao Oedjoenggading
sudah diidentifikasi. Dalam hal nama sungai Air Bangis di hilir adalah nama
lain dari nama sungai Batang Sikarbou dan sungai Oedjoenggading. Lantas mengapa
disebut Oedjoenggading. Besar dugaan Oedjoenggading adalah suatu pasar
perdagangan era awal yang meneruskan produk dari pedalaman seperti emas,
kamper, kemenyan, gading dan emas dan juga kota yang meneruskan produk industri
dari manca negara (India, Persia, Mesir) ke pedalaman seperti garam,
manik-manik, kain, benang, besi dan peralatan rumahtangga. Nama pasar
Oedjoenggading diduga cara penduduk di pedalaman untuk mengidentifikasi dimana
pasar tersebut menjadi ujung dari pengangkutan gading-gading terutama dari
Rokan dan Padang Lawas. Dengan memperhatikan peta-peta awal juga terdapat jalur
lalu lintas dari Mandailing via lembah sisi barat gunung Malintang (Roending) ke
(pasar) Odjoenggading. Pasar Air Bangis dalam hal ini adalah pasar yang
terbentuk kemudian (diduga sejaman dengan pasar Natal dan Pariaman).
Dalam hal ini, Taloe
haruslah dianggap sebagai kota besar (di pedalaman setara kota Rao dan kota
Npan) yang setara dengan kota pelabuhan Air Bangis. Kota Taloe adalah kota
penting yang menjadi perebutan antara kekuatan Padri dengan Pemerintah Hindia
Belanda. Di kota Taloe pada tahun 1836 terjadi pertempuran yang hebat antara pasukan
Padri dan militer Pemerintah Hindia Belanda. Banyak perwira Pemerintah Hindia
Belanda (Belanda dan pribumi) yang tewas dalam pertempuran Taloe,
Mengapa Taloe begitu penting. Taloe adalah sentra
produksi beras di daerah pegunungan. Sebanga sentra beras, pemimpin Padri diduga
menjadikan Taloe sebagai lumbung beras sebaga lumbung cadangan dalam Perang
Padri. Oleh karena itu pasukan Padri menjaganya agar tidak direbut Belanda.
Sebaliknya, legitimasi Pemerintah Hindia Belanda untuk merebut Taloe diduga
karena radja-radja di district Ophir telah menjalin kerjasama dengan Pemerintah
Hindia Belanda. Atas dasar ini militer Belanda berusaha merebut Taloe (district
Ophir) karena selain sentra ekonomi juga karena posisi GPS Taloe yang dekat
dengan pusat Padri (district Bondjol). Militer Belanda merebut Taloe
dimaksudkan dalam rangka mendekatkan tujuan ke TKP (benteng Bondjol).
Asal-usul
inilah yang menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Taloe sebagai kota
penting yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Awalnya menempatkan pasukan
militer dengan membangun garnisun militer lalu diikuti dengan penempatan
pejabat sipil (Controleur). Taloe menjadi ibu kota distrik-distrik yang berada
di Ophir Districten (distrik lainnya adalah District Air Bangis dan District
Rao). Sementara itu, Loeboeksikaping hanya sebuah kampong (nagari) di dalam
District Rao. Mantri polisi (hulpmantrie) pertama di Taloe adalah Mohamad Saleh
gelar Soetan Indra.
Pada
tahun 1899 Mohamad Saleh dipromosikan menjadi mantri kelas-3 yang akan
ditempatkan di Air Bangis (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 09-05-1899).
Sebagai pengganti Mohamad Saleh di Taloe diangkat sebagai mantri kelas-1 Mas
Wahab alias Pontjo Doeria (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 02-09-1899).
Sementara sebelumnya sebagai Adjunct Inl. Officier di Taloe ditempatkan Soetan
Mohamad Djamil gelar Soetan Pesisir Alamsjah (lihat Sumatra-courant: nieuws- en
advertentieblad, 05-08-1899). Dalam hal ini Mohamad Saleh dan Mohamad Djamil
seakan tukar tempat (putra gunung ke pantai, putra pantai ke gunung).
Pertukaran ini wujud dari promosi jabatan mereka masing-masing.
Peningkatan pangkat
mantri di Taloe (dari kelas-3 menjadi kelas-1) lebih-lebih dengan
ditambahkannya Adjunct Officier (penulis) mengindikasikan status pengadilan
(landraad) di Taloe telah ditingkatkan. Untuk menjaga perkembangan sosial
berlangsung kondusif seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Taloe dibutuhkan
aturan dan penegakan hukum.
Mantri polisi adalah semacam petugas hukum yang
menjaga ketertiban dan keamanan yang memiliki fungsi kepolisian dan fungsi
penuntutan (djaksa). Adanya manri polisi menunjukkan adanya pengadilan untuk
pribumi (landraad) yang mana sebagai pembina adalah pejabat Belanda (Controleur
atau Asisten Residen). Sejak kapan ditempatkannya Controleur di Ophir
Districten paling tidak sudah diketahui tahun 1846 (lihat Nieuwe Rotterdamsche
courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 30-10-1846). Disebutkan
Kaptein infantri JHC Schultze akan mengakhiri jabatan sebagai fungsi Controleur
di Ophir Districten. Ibu kota District Ophir kala itu berada di Parit Batoe
(tempat dimana benteng Belanda berada). Asisten Residen dari afdeeling (Air Bangis
en Rao) berkedudukan di kota Air Bangis. Kota Parit Batoe berada di District
Pasaman (salah satu distrik di Ophir Dstricten). Pada tahun 1855 untuk
menggantikan Controleur OD sebelumnya (AF In’tveld) adalah S Locker de Bruine (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-01-1855). Pada tahun
1857 Asisten Residen Air Bangis en Rao yang baru adalah LB van Polanen Patel
(lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
24-10-1857). Bersamaan dengan Asisten Residen yang baru ini Controleur S Locker
de Bruine ke afdeeling District Batipoe en X Kota dan sebagai penggantinya
adalah L van de Poll. Lalu Controleur selanjutnya adalah FAL Kroesen (lihat Padangsch
nieuws- en advertentie-blad, 14-07-1860). Dalam perkembangannya ibu kota
dipindahkan dari Parit Batoe ke Talioe. Demikian juga tempat kedudukan Asisten
Residen Air Bangis en Rao telah dipindahkan dari Air Bangis ke Loeboeksikaping.
Pada tahun 1899 Asisten Residen Sibolga CFR Ockerse akan menggantikan Asisten
Residen Loeboeksikaping (yang akan cuti dua tahun ke Eropa). Untuk sementara
Controleur di Taloe HY Damste merangkap tugas-tugas Asisten Residen (lihat Sumatra-courant:
nieuws- en advertentieblad, 29-11-1899). Peta 1850
Pada tahun 1900 di Taloe
untuk kali pertama ditempatkan seorang Vacinateur (lihat Sumatra-courant :
nieuws- en advertentieblad, 03-02-1900). Ini menunjukkan bahwa populasi Ophir
Districten mulai dilindungi dari penyakit. Penduduk harus sehat dan produktif.
Selain Mohamad Saleh, satu putra Taloe yang berkedudukan penting adalah Si Aboe
Ali gelar Datoe Amat sebagai Penghoeloe Pasar II di (kota) Air Bangis (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 09-06-1900).
Satu putra Taloe juga diangkat sebagai hulpmantri di Taloe Kaharoeddin gelar
Radja Gendam (lihat Sumatra-courant :
nieuws- en advertentieblad, 27-02-1900). Kaharoeddin gelar Radja Gendam di
Taloe kemudian ditunjuk merangkap sebagai kofieinkooppakhuis (lihat Het nieuws
van den dag voor Nederlandsch-Indie, 10-12-1900). Taloe terus tumbuh dan
berkembang.
Ophir Districtenn khususnya di Taloe mengindikasikan
perkembangan pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sosial
berlangsung simultan. Putra-putra daerah Taloe telah mengambil peran yang
signifikan. Pusat pemerintahan Afdeeling telah berpindah dari Air Bangis ke
Loeboeksikaping, tetapi posisi strategis Taloe terus menemukan jalan menuju
kemakmuran.
Pada tahun 1914 Djaksa di
Taloe, Alamsah gelar Radja Djambi pensiun. Sebagai penggantinya adalah Mohamad
Saleh gelar Datoe Radja Antasa (sebelumnya adjuct-djaksa di Landraad Padang
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1914).
Apakah nama Mohamad Saleh gelar Soetan Indra yang
pada tahun 1899 sebagai hulpmantri di Taloe adalah orang yang sama dengan Mohamad
Saleh gelar Datoe Radja Antasa yang tahun 1814 menjadi Djaksa di Taloe. Apakah
telah terjadi perubahan gelar. Semua itu tergantung stambuk yang dimiliki. Nama
Mohamad Saleh nama yang umum digunakan di pantai barat Sumatra. Untuk sekadar
tambahan: Pada tahun 1914, Djamin Harahap (ayah Amir Sjarifoeddin) diangkat
sebagai Adj-hoofddjaksa di Tanjoeng Poera (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
12-05-1914). Lalu kemudian pada tahun 1915 Djamin Baginda Soripada dipindahkan
ke Sibolga sebagai Hoofddjaksa.
Pada tahun 1916 Dr Achmad
Saleh ditempatkan di Taloe sebagai dokter pemerintah di District Taloe en
Tjoebadak. Sebelumnya dokter di Taloe adalah Dr JF Tumbelaka (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 14-03-1916). Dr JF Tumbelaka dipindahkan ke Fort van der Capellen,
sedangkan Dr Achmad Saleh sebelumnya bertugas di Padang. Setelah tiga tahun di
Taloe, Dr Achmad Saleh tukar tempat dengan Dr Raden Koesoema Soadjana (lihat De
Preanger-bode, 28-10-1919). Dr Achmad Saleh dipindahkan ke Weltevreden (tempat
dimana sebelumnya Dr Raden Koesoema Soadjana).
Achmad Saleh memulai pendidikan kedokteran di Docter
Djawa School (yang berbah nama menjadi STOVIA) di Batavia tahun 1905. Achmad
Saleh lulus di STOVIA tahun 1915 (Bataviaasch nieuwsblad, 13-02-1915). Untuk
sementara Achmad Saleh ditempatkan di Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (Rumah
Sakit di Batavia). Achmad Saleh sedang dipersiapkan untuk menempati tugas baru
di Padang (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-02-1915). Taloe
adalah kampung halaman Achmad Saleh, ayah Achmad Saleh berasal dari Taloe. Saat
Dr. Achmad Saleh di Taloe, adiknya Oesman Saleh diterima di STOVIA.
Anak Achmad Saleh ada
lima orang. Anak Achmad Saleh yang pertama adalah Chaeroel Saleh. Di dalam
berbagai literatur, Chaeroel Saleh disebut lahir di Sawahloento tanggal 13
September 1916. Ini mungkin sedikit membingungkan, karena kenyataannya Dr.
Achmad Saleh tidak pernah bertugas di Sawahloento. Besar dugaan Dr, Achmad
Saleh membawa istrinya jelang melahirkan ke Sawah Loento, karena di Sawah
Loento terdapat rumah sakit yang bagus (bahkan saat itu rumah sakit Sawahloento
lebih baik dari rumah sakit di Padang).
Kelak Chaeroel Saleh dikenal sebagai tokoh penting. Chaeroel Saleh, Adam
Malik dan lainnya menculik Soekarno dan Mohammad Hatta jelang proklamasi
kemerdekaan RI. Chaeroel Saleh (dari Taloe) dan Adam Malik (dari Kotanopan)
sangat dekat satu sama lain.
Jauh sebelum
dokter-dokter ini bertugas di Taloe sudah ada dokter-dokter pribumi yang
ditempatkan pemerintah. Salah satu dokter tersebut adalah Dr. Radja Dorie Lubis
(lihat lhamfadli.blogspot.com dan foto). Disebutkan dokter Dorie dikirim ke Air
Bangis tahun 1882 untuk memberantas
epidemik penyakit kolera. Dokter Dorie sendiri adalah siswa-siswa asal
Mandailing dan Angkola yang diterima di Dicter Djawa School, Batavia. Dua siswa
pertama diterima pada tahun 1854 (Si Asta dan Si Angan). Sedang Si Dorie bersama
Si Napang diterima di Docter Djawa School pada tahun 1856. Si Dorie dan Si
Napang setelah lulus kuliah Si Dorie pulang kampong untuk membantu Dr. Asta,
sementara Si Napang dikirim ke daerah lain.
Pada akhir era kolonial
Belanda, posisi Taloe menjadi sangat penting di Afdeeling Agam (ibu kota Fort
de Kock). Pusat pemerintahan yang kedua di Afdeeling Agam berada di Taloe. Pada
tahun 1941, dari empat onderafdeeling yang ada, Onderafdeeling Ophir lebih
penting dari tuga onderafdeeling lainnya. Di Onderafdeeling Manindjau hanya
seorang pejabat yang ditempatkan di Manindjau, yakni Controleur (SH Pruys),
sementara di onderafdeeling Loeboeksikaping juga hanya satu pejabat yang
ditempatkan di Loeboeksikaping, sebagai pelaksana Controleur (Mr AW Kooyman).
Sedangkan di onderfadeeling Ophir di Taloe (Dr J
Eisenberger) dan juga seorang wakil Controleur (ditempatkan Controleur (Dr SL
van der Wal). Di Taloe juga ditempatkan seorang polisi berpangkat inspektur (Raden
Djojodirjo). Untuk onderafdeeling Oud Agam langsung dipimpin oleh Asisten
Residen dan staf.
Taloe menjadi ibu kota
Ondearafdeeling Ophir. Onderafdeeling Ophir berawal dari permulaan pembentukan
Pemerintahan Hindia Belanda di pantai barat Sumatra pada tahun 1826 yang mana
dua district pertama adalah District Air Bangis dan District Ophir Districten
)ibu kota di Air Bangis). District Rao kemudian dibentuk. Tiga district ini
kemudian dijadikan satu nama afdeeling dengan nama Afdeeling Air Bangis en
Ophir Districten. Dalam perkembangannya nama afdeeling diubah menjadi Afdeeling
Air Bangis en Rao. Lalu kemudian menjadi Afdeeling Loeboeksikaping en Ophir.
Ketika dibentuk Afdeeling Agam, afdeeling dipecah menjadi dua onderafdeeling,
yakni: onderafdeeling Ophir dan onderafdeeling Loeboeksikaping. Onderafdeeling
Ophir )ibu kota di Taloe) dibagi ke dalam dua district yakni: District Air
Bangis dan District Talamau. Selama era kolonial Belanda, semua bermula di Air
Bangis, dan semua berakhir di Taloe.
Di daerah distrik Taloe en Tjoebadak (Pasaman) terdapat
cukup banyak etnik Mandailing. Berdasarkan SP 2010, secara nasional, populasi
etnik Mandailing berjumlah 1.746,893 jiwa. Sebanyak 521.150 jiwa berada di luar
Provinsi Sumatera Utara. Populasi terbanyak etnik Mandailing di luar Sumatra
Utara terdapat di Provinsi Sumatera Barat yakni sebanyak 168.283 jiwa. Di
Kabupaten Pasaman terdapat sebanyak
52.418 jiwa dan di Kabupaten Pasaman Barat sebanyak 104.652 jiwa. Dua
kabupaten ini berbatasan langsung dengan kabupaten Mandailing Natal, Provinsi
Sumatra Utara. Persentase populasi etnik Mandailing di Kabupaten Pasaman dan
Kabupaten Pasaman Barat sebesar 93.34 persen dari seluruh etnik Mandailing di
Provinsi Sumatra Barat.
Assalamu'alaikum pak. Mantap pak.
BalasHapusSumbernya pak
BalasHapusmenurut tulisan yg paling lama (tambo radja radja mandailing).. regent radja gadoembang dimasukkan ke marga nasoetion
BalasHapus