Senin, 01 Maret 2021

Sejarah Ternate (26): Proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945; Situasi dan Kondisi Serta Reaksi Para Pemimpin Lokal di Ternate

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Ternate dalam usrusan perang sudah teruji sejak masa lampau. Tidak hanya melawan invasi Spanyol dari Filipina di Ternate (1605), juga saat Inggris melakukan aneksasi di Maluku pada tahun 1795. Maluku khususnya Ternate begitu akrab dengan Belanda sejak era VOC. Pada era Pemerintah Hindia Belanda tidak ada perlawanan yang berarti di Ternate (hanya Saparoea Pangeran Pattimura yang melakukan perlawanan). Ternate tenang-tenang saja, tidak seperti di Palembang, Jawa (Pangeran Diponegoro), pantai barat Sumatra (T Imam Bondjol), Bone, Bali dan Banjarmasin.

Dalam Perang Pasifik (bagian dari Perang Dunia II) tindakan kerjaan Jepang di Asia-Pasifik bagai lirik lagu: ‘Kau yang Memulai, Kau yang Mengakhiri’. Angkatan Laut Kekaisaran Jepang menyerang Hawaii dengan mengebom pangkalan militer Pearl Harbor pusat Angkatan Laut Amerika Serikat di Pasifik pada tanggal 7 Desember 1941. Lalu setahun kemudian awal Desember 1942 militer Jepang melakukan serang kepada Inggris dan Belanda di Asia Tenggara. Meski Jepang sudah menguasai Jawa, Sumatra, Borneo dan Sulawesi, tetapi Perang Pasifik (Belanda, Australia) dan disusul Amerika Serikat yang sudah hadir di Filipina, hawa panas perang masih intens di wilayah timur Indonesia termasuk Maluku dan Papua. Puncak Perang Pasifik ini, Amerika Serikat yang dendam kepada Jepang melancarkan serangan tanggal 6 Agustus 1945 di Hiroshima lalu pada tanggal 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom hebat di Nagasaki. Tanggal 15 Agustus, Jepang menyatakan menyerah kepada Sekutu. Saat situasi Jepang takluk ini, para pemuda di Djakarta mendesak Ir. Soekarno dan Drs Mohamad Hatta untuk membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Lantas bagaimana sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 di Ternate? Seperti disebut di atas, hawa panas Perang Pasifik masih terasa hangat di wilayah Indonesia Timur termasuk di Maluku. Lalu bagaimana situasi dan kondisi di Ternate pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia dan bagaimana reaksi para pemimpin lokal di Ternate pada era perang kemerdekaan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Ternate (25): Pendudukan Militer Jepang di Ternate (1942-1945); Pelayaran Mengitari Bumi hingga Perang Dunia II

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Pendudukan militer Jepang di Ternate adalah bagian dari sejarah pendudukan militer Jepang di Indonesia. Pendudukan militer Jepang di Indonesia, memang hanya singkat (1942-1945), tetapi menjadi bagian sejarah yang kelam di Indonesia (bandingkan sejarah pendudukan militer Inggris 1811-1816). Dalam hal ini pendudukan militer Jepang di Ternate (Maluku) adalah detik-detik berakhir kehadiran asing, yang mengingatkan detik-detik awal kehadiran asing di Ternate pada tahun 1511. Sejarah pendudukan militer Jepang di Ternate menjadi pengingat begitu lama wilayah Ternate di bawah pengaruh asing (sejak 1511).

Ada dua peristiwa dunia yang sangat fenomenal. Pertama ketika orang asing (Portugis) dari Eropa sampai ke Hindia Timur hingga ke Maluku pada tahun 1511. Peristiwa sejarah pelayaran Eropa ini ke timur diikuti navigasi pelayaran orang Spanyol daeri Eropa ke barat, melalui celah Amerika Selatan yang kemudian dari pantai barat Panama berlayar melalui lautan Pasifik hingga akhirnya bertemu di Maluku. Persitiwa ini sangat terkenal karena teori bumi datar gugur karena faktanya dunia bulat. Dalam hal ini nama Maluku khususnya Ternate menjadi sangat penting. Peristiwa kedua adalah Perang Dunia II (1939-1945) adalah benar-benar perang dunia sesungguhnya. Perang Dunia I hanya terbatas di Eropa (1914-1918). Perang Dunia II dirasakan di semua buka bumi, konsenttrasinya di Eropa dan di Asia-Pasifik. Perang Pasifik sebagai bagian dari Perang Dunia II, posisi Maluku dan khususnya Ternate termasuk area perang terpenting. Dalam hal inilah nama Ternate menjadi penting, yang juga sepenting ketika orang asing kali pertama tiba di Ternate Maluku 1511.

Lantas bagaimana sejarah pendudukan militer Jepang di Maluku khususnya di Ternate? Seperti disebut di atas, pendudukan militer Jepang di Ternate adalah bagian dari perang Pasifik dan juga Perang Dunia II yang mengingatkan peristiwa dunia terawal tahun 1511 ketika Portugis tiba di Ternate yang diikuti pelayaran Spanyol mengitari bumi. Perang Duni di Ternate adalah peristiwa dunia yang terakhir yang terhubung antara dunia barat dan dunia timur. Hal itulah mengapa penting menarasikan sejarah pendudukan militer Jepang di Ternate. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 28 Februari 2021

Sejarah Ternate (24): Sejarah Lapangan Terbang Morotai (Bandara Pitu); Simbol Berakhirnya Kolonial di Ternate, Maluku

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Lapangan terbang tertua di Maluku Utara bukanlah Bandara Sultan Babullah  di (pulau) Ternate, tetapi lapangan Terbang Pitu di (pulau) Morotai. Lapangan terbang Morotai tidak pula setua lapangan terbang yang berada di wilayah (kota) lain. Lapangan terbang Morotai dibangun pada saat terjadinya Perang Pasifik (1942). Lapangan terbang ini tidak terkait kolonial Belanda, tetapi lapangan terbang ini menjadi rebutan antara militer Jepang dan militer Sekutu-Amerika Serikat karena posisi strategisnya. Lapangan terbang Morotai ini kini dikenal bandar udara (bandara) Pitu.

Pada masa ini di (provinsi) Maluku Utara cikup banyak lapangan terbang. Selain lapangan terbang Pitu di pulau Morotai, lapangan terbang terbesar berada di (pulau) Ternate, Bandar Udara Sultan Babullah. Lapangan terbang lainnya adalah Bandar Udara Buli (kabupaten Halmahera Timur); Bandar Udara Emalamo di Sanana (kabupaten Kepulauan Sula); Bandar Udara Gamarmalamo di Galela dan Bandar Udara Kobok di Kao (kabupaten Halmahera Utara); Bandar Udara Kuabang juga di Kao; Bandar Udara Oesman Sadik di Hidayat (kabupaten Halmahera Selatan). Satu lapangan terbang lagi yang tengah dibangun adalah Bandar Udara Internasional Sultan Nuku di Kota Sofifi (ibu kota provinsi Maluku Utara di pulau Halmahera).

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang Morotai? Seperti disebut di atas lapangan terbang ini yang pertama di provinsi Maluku Utara, tetapi yang lebih penting dari itu lapangan terbang Morotai yang dibangun tahun 1942 dapat dikatakan sebagai simbol berakhirnya kolonial di Ternate, Maluku. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Ternate (23): Pengembangan Status Kesehatan Penduduk di Ternate, Bermula 1831; Endemik dan Epidemik di Maluku

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini 

Pada era VOC tidak ada fungsi kesehatan, karena pemerintahan bersifat administratif bisnis bertujuan profit. Pemerintahan VOC adalah organisasi bisnis (perdagangan) yang mana Gubernur Jenderal sebagai CEO. Oleh karena itu VOC tidak peduli dengan penduduk, hanya peduli dengan hasil kontrak dengan para partnernya seperti pemimpin lokal. Yang untung adalah pejabat (pedagang) VOC dan para pemimpin lokal (raja, sultan dan bupati), Penduduk buntung. Penduduk tidak ada proteksi, termasuk kesehatan. VOC dan para pemimpin lokal bersifat eksploitatif.

Setelah VOC dibubarkan 1799, kerajaan Belanda mengakuisisi VOC dengan membentuk pemerintahan (Governement) di Hindia Belanda. Sebagai pemerintahan (negara), Gubernur Jenderal berindak sebagai pimpinan negara. Dalam prakteknya Gubernur Jenderal dengan para pembantunya membentuk cabang-cabang pemerintahan hingga ke tingkat yang lebih rendah. Sebagai suatu negara, Gubernur Jenderal tidak lagi melihat sisi priofit saja, tetapi juga menjaga keberlanjutan profit tersebut melalui pengemmbangan para pemimpin lokal dan peningkatan status penduduk agar produktif. Salah satu program peningkatan produkticitas tersebut adalah pengembangan kesehatan penduduk dengan master plan yang jelas dan berkesinambungan.

Lantas bagaimana sejarah pengembangan kesehatan di Residentie Ternate? Seperti disebut di atas Gubernur Jenderal adalah kepala negara, yang mana Residen (yang dibantu para asisten residen dan Controleur) di berbagai wilayah adalah perpajangan tangannya dalam memimpin para pemimpin lokal. Dalam konteks pemerintahan inilah berbagai fungsi diintegrasikan termasuk fungsi kesehatan, yakni penyediaan tenaga kesehatan, pengadaan fasilitas kesehatan. Lalu bagaimana sejarah pengembangan kesehatan di Residentie Ternate? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.