Senin, 15 Maret 2021

Sejarah Papua (23): Sungai Bensbach Nama Jerman di Pedalaman Pulau Papua; Batas Wilayah Yurisdiksi Antara Belanda - Inggris

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini

Di wilayah Papua-Indonesia paling tida terdapat dua sungai besar: sungai Membramo bermuara ke pantai utara dan sungai Digul bermuara ke pantai barat laut Papua di Merauke. Sungai besar lainnya di Papua tetapi terbilang masuk wilayah Papua Nugini adalah sungai Bensbach (yang bermuara ke pantai selatan). Sungai Bensbach ini menjadi batas Indonesia dan Papua Nugini di pedalaman. Nama sungai Bensbach merujuk pada nama Jerman.

Sungai Bensbach di masa lampau sudah sangat ramai karena sungainya besar. Orang Eropa pertama kali menemukan sungai itu pada 27 Februari 1893 dan dinamai menurut nama Jacob Bensbach asal Jermman warga negara Belanda. Jacob Bensbach sendiri lahir di Koepang, Timor 1942. Menikah dengan seorang pribumi keturunan Moor dan Mandar, Jacob Bensbach meninggal di Bontain tahun 1897, Jacob Bensbach pernah menjadi Residen Ternate yang pada saat itu melakukan ekspedisi ke pantai selatan Papoea (Jacob Bensbach digantikan oleh Dr DW Horst. Muara sungai Bensbach bercabang banyak mirip dengan muara sungai Koetai atau sungai Mahakam di pantai timur Borneo. Bahasa yang umum digunakan di daerah aliran sungai Bensbach ini adalah bahasa Tonda.

Lantas bagaimana sejarah sungai Bensbach? Seperti disebut di atas banyak nama dapat dihubungkan dengan nama sungai ini, sungai besar yang bermuara di pantai selatan Papua. Lalu apa pentingnya sungai Bensbach ini bagi sejarah Indonesia di wilayah Papua? Yang jelas pada ruas tertentu sungai Bensbach ini menjadi pemisah-batas Indonesia dan Papua Nugini. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 14 Maret 2021

Sejarah Papua (22): Sejarah Pulau Mapia 1860, Pulau Terluar; Diklaim oleh Amerika Serikat Sebelum Ambil Alih Filipina 1898

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Mapia, kini disebuat Pulau Bras, Nama Mapia kini menjadi nama wilayah (Kepulauan Mapia). Tentu saja sudah banyak yang mengetahuinya sebagai salah satu pulau terluar Indonesia di wilayah Papua. Boleh jadi masih banyak yang kurang mengetahuinya. Hal itu boleh jadi karena yang lebih dikenal sebagai pulau terluar adalah pulau Miangas dan pulau Marore (Sulawesi Utara), pulau Rote (NTT) dan pulau Rondo (Atjeh). Namun ada satu keutamaan pulau Mapia, begitu dekat dengan (negara) Palau.

Kepulauan Mapia pada dasarnya berada di (lautan) Pasifik Kepulauan ini kini dijadikan sebagai saru desa dengan nama desa Mapia yang masuk wilayah distrik (kecamatan) Supiori Barat, kabupaten Supiori, provinsi Papua. Pusat desa berjarak sekitar 290 Km dari utara Kota Manokwari dan 630 Km dari Palau. Kepulauan ini terdiri dari dua pulau utama, pulau Bras (Berasi) dan pulau Pegun (tempo doeloe disebut Mapia), Pulau yang lebih kecil adalah pulau Fanildo. Pulau yang lebih kecil lagi adalah pulau Bras Kecil dan pulau Fanildo Kecil. Pulau ini menjadi bagian dari Kabupaten Supiori, Papua.

Lantas bagaimana sejarah Pulau Mapia? Sudah barang tentu sudah ada yang menulisnya. Namun tentu saja itu tidak cukup. Sejarah Pulau Mapia sesungguhnya sangat menarik tetapi kurang terinformasikan. Satu yang pasti bahwa pulau Mapia pernah diduki oleh Amerika Serikat seperti halnya pulau Miangas, namun klaim Amerika Serikat kalah di pengadilan arbirasi. Lalu bagaimana sejarah Pulau Mapia itu sendiri? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Papua (21): Pulau Frederik Hendrik di Merauke; Benteng Fort du Bus di Papua, Benteng Frederik Hendrik di Weltevreden

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini

Hanya satu benteng yang pernah dibangun di Papua. Benteng tersebut adalah benteng Fort du Bus yang dibangun tahun 1828 di Dobo, teluk Triton. Benteng ini dibangun sehubungan dengan pembukaan pabrik (esrablissement) yang pertama di era Pemerintah Hindia Belanda. Pada era VOC pernah dibangun pabrik di Rumbati tahun 1667 namun beberapa tahun kemudisn diserang penduduk asli (kerajaan Rumbati). Pembangunan pabrik di Dobo adalah yang kedua di Papua dan juga pembangunan benteng pertama (untuk mengantisipasi tidak terulang kejadian era VOC di Rumbati).

Sejak kehadiran Belanda, sudah puluhan benteng dibangun, terutama pada era VOC. Benteng pertama yang dibangun di Amboina (Fort Voctoria) pada tahun 1605. Kemmudian dibangun benteng di Banda, Ternate dan Koepang. Lalu kemudian dibangun benteng di pulau Onrust yang menjadi batu loncatan untuk menyerang kerajaan Jacarta dan membangun benteng Kasteel Batavia pada tahun 1619. Sejak didirikannya VOC, Kasteel Batavia diperkuat benteng-benteng baru di seputar Batavia seperti Fort Anke, Fort Antjol, Fort Jacatra, Fort Riswijk (kini di  dan Fort Nordwijk. Setelah VOCdibubarkan pada tahun1799, pada era Pemerintah Hindia Belanda hanya beberapa benteng yang dibangun karena fungsi benteng sebagian telah digantikan oleh dungsi garnisun militer. Beberapa benteng yang dibangun antara lain benteng Fort de Kock, Fort du Bus dan benteng Willem I di Ambarawa. Benteng Fort du Bus adalah satu-satunya benteng yang dibangun di Papua.

Lantas apa hubungannya benteng Fort du Bus dengan Pulau Frederik Hentrik di Papua? Tampaknya Fort du Bus segera berakhir dan garnisun-garnisun militer akan menggantikannya. Mengapa? Selain membangun benteng mahal (daripada garnisun militer), juga karena jumlah pasukan militer Hindia Belanda dari waktu ke waktu semakin banyak dan semakin profesional, apalagi ada beberapa batalion yang bersifat mobile. Benteng Fort du Bus akhirnya dilikuidasi dan dibangun garnisun di Skroe (dekat Fakfak). Anehnya, ketika benteng-benteng mulai ditinggalkan, justru benteng kuno Fort Nordwijk di Weltevreden divermak dengan nama baru Fort Frederik Henrik. Bersamaan dengan ini pulau besar di pantai selatan Papua diberi nama Pulau Frederik Hendrik (kini Pulau Yos Sudarso). Lalu bagaimana sejarah Pulau Frederik Hendrik? Kini Pulau Frederik Hendrik disebut Pulau Yos Sudarso. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 13 Maret 2021

Sejarah Papua (20): Sejarah Pendidikan di Papua; Introduksi Pendidikan di Fakfak dan Manokwari hingga Universitas Cendrawasih

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini 

Universitas Cendrawasih yang diinisiasi oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1962 dapat dikatakan sebagai tonggak penting dalam sejarah pendidikan di (wilayah) Papua. Tentu saja itu tidak dikatakan baru, karena faktanya (yayasan) Universitas Gadjah Mada baru didirikan pada era perang kemerdekaan di Jogjakarta pada tahun 1946 yang kemudian diakuisinya Universiteit van Indonesie yang dijadikan Universitas Indonesia tahun 1950, lalu tahun 1952 di Medan dibentuk yayasan Universitas Sumatra Utara. Antara yang terjauh di barat (Medan, 1952) dan yang terjauh di timur (Jayapura, 1962) hanya berselang satu dasarwarsa.

Introduksi pendidikan modern (aksara Latin) di Indonesia (baca: Hindia Belanda) sudah mulai tahun 1822, namun secara masif pendidikan aksara Latin bagi penduduk pribumi baru efektif dimulai pada tahun 1851 dengan didirikannya sekolah guru (kweekschool) di Soeracarta yang kemudian didirikan di Fort de Kock tahun 1856 dan di Tapanoeli tahun 1862 oleh Willem Iskander di Tanobato (Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli). Tiga sekolah guru di era Pemerintah Hindia Belanda ini menjadi penghasil guru untuk sekolah-sekolah pribumi. Di Wilayah Maluku, introduksi pendidikan aksara Latin sudah dimulai sejak era Portugis yang diperankan oleh para misionaris Katolik. Namun situasi berubah, ketika pada era Pemerintah Hindia Belanda, tahun 1834 seorang misionaris Belanda (zending) NBJ Roskott di Ambonia mendirikan sekolah guru. Guru-guru yang dihasilkan sudah mencapai Banda dan Manado, tetapi belum mencapai Papua. Namun sekolah guru ala NBJ Roskott dianggap pemerintah tidak memadai (tidak layak) sehingga harus dibubarkan tahun 1864. Sebagai penggantinya pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah guru (kweekschoo) di Amboina pada tahun 1874. Guru-guru lulusan sekolah pemerintah ini juga belum mencapai wilayah Papua.

Lantas bagaimana sejarah awal pendidikan di (wilayaj) Papua? Seperti disebut di atas introduksi pendidikan di Maluku sudah dimulai oleh misionaris Katolik Portugis sejak era Portugis, di wilayah Papua juga dimulai oleh para misionaris (zending) Belanda pada era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana awal mulanya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Papua (19): Awal Mula Penyebaran Kristen dan Zending di Papua; Sejarah Lama Penyiaran Agama Islam di Wilayah Papua

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini

Sejarah peradaban baru (Hindoe, Islam, Eropa) di wilayah Indonesia yang sekarang berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lain. Oleh karenanya berbagai kemajuan yang ada (eksis) ditanggapi oleh orang-orang Eropa secara berbeda, sejak era Portugis-Spanyol. Kontak pertama orang Eropa dengan berbagai ragam penduduk di Hindia Timur  juga terjadi dalam waktu yang berbeda dengan skala prioritas yang berbeda (yang dimulai di Malaka). Tujuan orang Eropa hanyalah semata-mata untuk berdagang, lalu dengan terbentuknya koloni Eropa dimungkinkan para misionaris (zending) Kristen mengambil peran.

Penyebaran Kristen di Hindia Timur (nusantara) terbilang masih baru relatif dengan Islam (setelah eksisnya Hindoe-Boedha). Itu baru dimulai pada era Portugis, sejak pelaut-pelaut Portugis menaklukkan (kota) Malaka tahun 1511. Jauh sebelum kehadiran orang Portugis, sudah sejak lama agama Islam berkembang di nusantara (dapat dikatakan menggantikan Hindoe). Orang-orang Islam yang datang dari Timur Tengah via India (Suratte dan Goa) ke Hindia Timur diperankan oleh pedagang-pedagang Arab dan pedagang-pedagang orang Moor (dari Afrika Utara). Setelah Eropa Selatan takluk, orang-orang Moor menyebar ke berbagai penjuru hingga mencapai Semenanjung Malaya (terbentuk kesultanan Malaka) dan kepulauan Maluku via pantai utara Borneo dan Mindanao (terbentuk kerajaan-kesultanan di Ternate dan sekitar). Seperti  halnya di bagian utara Sumatra dan Semenanjung, melalui orang-orang Ternate yang diperkaya oleh orang-orang Moor, agama Islam menyebar ke (wilayah) Papoea. Proses ini sudah berlangsung berabad-abad hingga pelaut-pelaut Portugis menemukan jalan ke Semenanjung dan Maluku mengikuti rute dimana orang Moor sudah lama eksis. Orang Moor adalah pendahulu (predecessor) orang-orang Portugis.

Lantas bagaimana sejarah awal penyebaran Kristen di wilayah Papua? Seperti disebut di atas, sebelum munculnya para misionaris, agama Islam sudah sejak lama tersebar di wilayah Papua melalui orang-orang Ternate dan Tidore (pada era Portgis) dan lebih masif pada era VOC (Belanda). Jejak Hindoe di wilayah Papoea terbilang sangat minim. Penyebaran Kristen di wilayah Papua baru muncul pada era Pemerintah Hindia Belanda (sebagaimana di Tanah Batak dan wilayah lainnya). Lalu mengapa ajaran Injil baru belakangan memasuki wilayah Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.