*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini
Zaman Now berbeda dengan zaman doeloe. Tempo doeloe tidak ada hitungan bilangan besar, yang ada siapa duluan itu yang dapat. Individu bisa mengalahkan yang banyak dan yang kuat bisa melenyapkan yang lemah. Kini adalah Zaman NOW. Era modern, demokratis, hukum bilangan besar dan hukum pasar (market). Zaman Now juga ditandai dengan hubungan individu yang terkoneksi satu dengan yang lain tanpa batas-batas, tanpa batas negara dan tanpa batas sosial. Semua mengikuti alamiahnya, tanpa diatur, yang mengatur hanyalah invisible hands. Termasuk dalam hal ini soal bahasa.
Lantas bagaimana sejarah asal-usul Bahasa Indonesia sebagai lingua franca di kawasan regional? Itu bermula di zaman kuno, bahasa Sanskerta sebagai lingua franca di kawasan nusantara pada era Hindoe-Boedha. Namun perkembangan bahasa Sanskerta ini diklaim sebagai bahasa Melayu dan semua penduduk di kawasan regional nusantara sebagai Orang Melayu meski secara historis berbeda asal-usul (etnik) dan bahasa (daerah). Padahal faktanya penutur (bahasa ibu) bahasa Melayu terbilang relatif kecil jika dibandingkan penutur bahasa lain seperti bahasa Jawa, bahkan penutur bahasa Melayu di Semenanjung (termasuk Singapura) hanya relatif kecil jika dibandingkan penutur bahasa Melayu gabungan di kota-kota pelabuhan seperti Palembang, Aceh, Banten, Jacatra, Semarang, Pontioanak, Bandjarmasin, Amboina, Koepang, dan Ternate. Lalu mengapa nama tunggal (Melayu) yang muncul? Peran orang-orang Inggris di kawasan dan keutamaan pelabuhan internasional Singapura. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.