Selasa, 28 April 2020

Sejarah Bogor (35): Sejarah Kelurahan Paledang, Kanal, Penjara, Stasion dan Hotel; Pada Suatu Hari di Gang Buntu Bogor, 1983


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Paledang (Bogor) sangat terkenal sepanjang masa. Pada era kolonial Belanda hanya tiga desa yang menjadi bagian dari kota (gemeente) Buitenzorg, yakni desa Pasar, desa Bondongan dan desa Paledang. Awalnya Paledang adalah lingkungan (wjik) Eropa/Belanda, Pasar adalah wijk orang-orang Tionghoa (Pecinan) dan Bondongan adalah lingkungan pribumi. Asisten Residen berkantor di Paledang (depan Istana) dan Bupati berkantor di Empang (Bondongan).

Wijk Paledang, Buitenzorg (Peta 1900)
Pada masa ini, nama Paledang kerap dikaitkan dengan cerita-cerita yang tidak jelas ujung-pangkalnya, seakan-akan bernuansa horor. Titik GPS dimana kisah-kisah menyeramkan berada di bawah jembatan (rel) Paledang. Namun cerita ini tidak pernah saya dengar dan saya alami tempo doeloe. Saya setiap bulan pada tahun 1983 melewati jembatan ini. Jika kebetulan kereta api Bogor-Sukabumi lewat di bawah jembatan, saya selalu berhenti dan memandang ke bawah saat kereta api nongol dari belokan dan kemudian menghilang di belokan yang lain. Tujuan saya melewati jembatan itu untuk berkunjung ke rumah nenek saya (adik dari nenek saya) di gang/jalan Buntu. Suasananya biasa-biasa saja. Lantas mengapa kini jadi situs horor? Okelah, itu satu hal.

Satu hal yang lain yang lebih penting adalah bagaimana sesungguhnya Sejarah Paledang? Nah, itu dia. Mengapa belum ada yang menulis. Artikel ini tidak berbicara tentang cerita horor, tetapi narasi sejarah, narasi fakta dan data. Mudah-midahan, narasi sejarah Paledang ini dapat mengurangi rasa horor Anda, Untuk menambah pengetahuan, untuk mengurangi ketidaktahuan, serata untuk meningkatkan wawasan berpikir nasional, mari kota telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kelurahan Paledang, Kota Bogor (Now)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.  

Nama Kampong Paledang (Pledang)

Paledang dalam bahasa Sunda artinya ‘toekang tambaga’ (koperslager) (lihat Practische cursus voor zelfonderricht in het spreek-Maleisch en het Soendaneesch, 1914l  Twaalf Voorlezingen over West-Java, 1879). Lalu apakah nama tempat Paledang adalah tempat para tukang tembaga? Atau sebalik nama suatu tempat yang disebut Paledang (kebetulan) ditemukan banyak tukang tembaga? Pertanyaannya? Apakah ‘paledang’ terjemahannya ‘tukang tembaga’. Atau tempat para tukang tembaga kemudian disebut kampong Paledang dan kemudian paledang dalam bahasa Soenda menjadi tukang tembaga?

Alphabetisch register van de administratieve, 1931
Sejak 1924 Province West Java dibentuk yang terdiri dari beberapa residentie. Salah satu afdeeling di Residentie Batavia adalah Afdeeling Buitenzorg. Di wilayah Afdeeling Buitenzorg terdiri dari regentschap dan beberapa district, yang mana setiap district dikepalai oleh serang Demang. Regentschap Buitenzorg terdiri dari beberapa district. District Buitenzorg terdiri dari lima onderdistrict: Buitenzorg, Kedonghalang, Semplak, Tjiomas. District Tjiawi antaralain onderdistrict Tjiawi dan onderdistrict Tjisaroea, Desa Paledang termasuk di dalam Onderdistrict Buitenzorg (lihat Alphabetisch register van de administratieve (bestuurs-) en adatrechtelijke indeeling van Nederlandsch-Indie, DEEL I, 1931). Sebelumnya desa Paledang termasuk ke dalam Onderdistrict Paledang en Bondongan.

Kembali ke pertanyaan utama. Tukang tembaga dalam bahasa Soenda adalah paledang satu hal dan hal lainnya bagaimana asal-usul tempat disebut (kampong) Paledang. Sejak kapan adanya kampong Paledang? Sebab secara historis hanya satu nama tempat di wilayah Soenda yang disebut (kampong) Paledang.

Berdasarkan nama desa di seluruh Jawa (termasuk West Java) hanya satu nama tempat yang diidentifikasi sebagai nama Paledang. Nama desa yang berada di Buitenzorg (lihat Alphabetisch register van de administratieve (bestuurs-) en adatrechtelijke indeeling van Nederlandsch-Indie, DEEL I, 1931). Bahwa pada masa iin ada nama tempat Paledang di Bandoeng, itu adalah nama tempat yang muncul belakangan ini. Boleh jadi orang-orang Paledang di Buitenzorg yang mendiami suatu area di Bandoeng yang kemudian disebut kampong Paledang. Dalam hal ini, nama Paledang adalah nama unik (tidak umum) dan boleh jadi awalnya hanya satu-satunya di Buitenzorg. Boleh jadi nama kampong Paledang yang memang area tempat orang membuat kerajinan temba kemudian dikoding oleh penduduk kata paledang menjadi tukang tembaga (yang kemudian menjadi bahasa Soenda), bukan sebaliknya (?).

Menurut peta-peta awal, area diantara titik singgung terdekat sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane tidak dihuni (setelah hancurnya Kerajaan Pakwan Padjadjaran). Situs yang pertama dibangun di area ini adalah benteng Fort Padjadjaran (setelah tahun 1687). Pada tahun 1745 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff membangun villa di area ini (yang kini menjadi area Istana Bogor). Sejak adanya villa, area ini berkembang dan mulai dihuni oleh penduduk (munculnya perkampongan).

Twaalf Voorlezingen over West-Java, 1879
Nama-nama kampong yang ada di dekat area ini yang diidentifikasi pada Peta 1687 dan Peta 1701 di sisi utara sungai Tjiliwong seperti Bantardjati, Bantarkemang, Babakan, Baranang Siang, Sempoer, Kampongbaroe, Kedonghalang dan Tjiloear, Nama-nama kampong di timur area ini yang diidentifikasi adalah Katoelampa dan Tadjoer dan di barat adalah Kedongwaringin dan Kedongdalam. Mengapa area ini kosong? Sudah lama ditinggalkan seiring dengan hancurnya Kerajaan Pakwan-Padjadjaran. Juga disebabkan area ini menjadi area merah letusan gunung Salak. Gunung Salak terakhir meletus pada tahun 1699. Seperti biasanya, orang-orang Belanda (VOC) selalu membangun situs baru jauh dari perkampongan penduduk, di area marjinal atau area kosong. Pada saat benteng Fort Padjadjaran dan villa van Imhoff dibangun, tidak ada penduduk yang bertempat tinggal di area titik singgung terdekat sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane. Oleh karena itu nama tempat Paledang belum ada.

Di area yang diduga kosong, tempat dimana villa dibangun lambat laun bermunculan nama-nama kampong. Tentu saja di area tersebut nama-nama geografis (alam) sudah ada seperti nama bukit, nama nama gunung, nama sungai kecil atau lainnya. Nama-nama geografis alam ini boleh jadi sudah ada sejak era Pakwan-Padjadjaran. Sementara nama-nama kampong (yang mungkin eksis)  dua abad lampau sudah hilang dari memori kolektif penduduk di sekitar. Sebab nama kerajaan sendiri masih kerap diperdebatkan apakah Pakwan atau Padjadjaran (dalam hal ini digunakan Pakwan atau Pakoean sebagai wilayah kerajaan dan Padajdajaran sebagai nama ibu kota).

Pada era VOC dan era Pemerintah Hindia Belanda nama-nama tempat di area ini tercampur antara nama asli dengan nama baru. Nama asli dihubungkan dengan (bahasa) Soenda seperti penamaan sungai atau penamaan suatu tempat (seperti penggunaan tji, kedong, bantar, parung, babakan dan sebagainya) antara lain Bantarkemang, Bantardjati, Tjikema, Boeboelak, Tjiomas, Kedokbadak, Tjiwaringin, Kedongwaringan dan sebagainya. Nama-nama baru (yang cenderung berasal dari bahasa Melayu atau Jawa) ada yang tetap eksis dan juga ada yang telah bergeser (bertransformasi) seperti Pledang (Paledang), Pabaton, Pasar, Goedang (Gudang), Bondongan (Bendungan), Batoe Toelis, Moeara, Empang, Goenoeng Batoe, Tanah Sereal, Tanah Baroe, Kali Bata, Sawah. Pantjasan, Pinang Gading dan lainnya. Tentu saja ada nama tempat yang merupakan kombinasi keduanya seperti Lebak Kantin, Pondok Sempoer, Sidangbarang Oedik, Sindangbarang Hilir. Pasir Koeda, Soekasari Hilir dan  Soekasari Oedik, Baranang [Beurang?] Siang dan sebagainya.

Munculnya nama-nama baru (termasuk nama-nama yang dikaitkan dengan bahasa Melayu dan Jawa) seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan area di area dimana orang Belanda membuka benteng, villa dan situs-situs lainnya. Lantas apakah nama Pabaton bermula dari tempat dimana para tukang batu bermukim dan Pledang dimana para tukang besi bermukim dan Pasar tempat dimana penduduk melakukan transaksi dagang serta Goedang tempat dimana para pedagang VOC membangun gudang besar (loji, logement). Lalu wilayah dimana sungai dibendung (Bondongan) atau dihalang (Empang).

Kanal dan Rel Kereta Api

Tunggu deskripsi lengkapnya

Penjara dan Hotel di Paledang

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar