*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Nama Baranang Siang [Baranangsiang] di Bogor sangat terkenal pada dekade 1980an. Entah kalau sekarang. Nama Baranang Siang bahkan sama populernya dengan nama Bogor sendiri. Apa pasal? Karena kampus pusat Institut Pertanian Bogor (IPB) berada di Baranang Siang yang disebut Kampus Baranang Siang. Tidak hanya itu, jika datang dari jauh, dari terminal Cililitan maka terminal Baranang Siang menjadi tujuan. Terminal Bogor sendiri berada di jalan Merdeka. Terminal Baranang Siang dibangun sehubungan dengan pembangunan jalan tol Jagorawi yang menghubungkan terminal Cililitan di Jakarta.
Nama Baranang Siang [Baranangsiang] di Bogor sangat terkenal pada dekade 1980an. Entah kalau sekarang. Nama Baranang Siang bahkan sama populernya dengan nama Bogor sendiri. Apa pasal? Karena kampus pusat Institut Pertanian Bogor (IPB) berada di Baranang Siang yang disebut Kampus Baranang Siang. Tidak hanya itu, jika datang dari jauh, dari terminal Cililitan maka terminal Baranang Siang menjadi tujuan. Terminal Bogor sendiri berada di jalan Merdeka. Terminal Baranang Siang dibangun sehubungan dengan pembangunan jalan tol Jagorawi yang menghubungkan terminal Cililitan di Jakarta.
Kampong Baranang Siang (Peta 1701) dan Kampus IPB |
Lantas bagaimana sejarah awal
Baranang Siang? Yang jelas artikel ini mengumpulkan data sejarah dan
mengalisisnya. Di dalam artikel ini tidak dimasukkan unsur cerita atau ‘katanya’
karena artikel ini disusun dengan pendekatan metodologi sejarah untuk
mendapatkan gambaran Sejarah Baranang Siang yang sebenarnya. Sejarah adalah
narasi fakta dan data (bukan mendata narasi fiksi). Ada perbedaan besar antara metodologi
sejarah dan metode cerita. Metodologi sejarah berupaya memverifikasi data tahun
sejarah berlangsung, sedangkan metode cerita adalah metode fiksi yang cenderung
menggunakan pendekatan toponimi dan tidak peduli kapan kisah itu terjadi
(fiktif). Okelah, itu satu hal. Hal yang lebih penting adalah untuk menambah
pengetahuan dan mengurangi ketidaktahuan serta menambah wawasan nasioanl, mari
kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Kelurahan Baranang Siang, Kec Bogor Timur (Now) |
Kapan
Nama Baranang Siang Dicatat: Cerita Ridwan Saidi
Asal-usul nama tempat penting, tetapi di dalam sejarah
tidak terlalu penting-penting amat. Namun entah bagaimana mengapa asal-usul
menjadi segalanya untuk menggambarkan sejarah suatu tempat. Akibatnya esensi
sejarah menjadi tidak tergambarkan secara keseluruhan dengan baik. Demikian
juga tentang sejarah Baranang Siang yang hanya heboh pada soal asal-usul nama
saja. Bahkan Ridwan Saidi pun ambil bagian dalam memperkeruh sejarah Baranang
Siang. Ridwan Saidi, yang katanya ahli sejarah, mengatasnamakan sejarah tetapi
dalam prakteknya soal asal-usul Baranang Siang nyatanya hanya menggunakan
metode cerita.
Menurut Ridwan Saidi nama Baranang Siang memiliki
arti ‘pergi dengan bermartabat’. Entah darimana sumbernya (mungkin hanya
toponimi). Masih menurut Ridwan Saidi setelah hancurnya Kerajaan Pajajaran,
Prabu Siliwangi berpindah ke Astana Anyar di Bandung. Menurut Ridwan Saidi Astana
Anyar adalah ibu kota baru Pajajaran. Menurut Ridwan Saidi pula kata Astana berasal
dari bahasa Armenia. Padahal menurut sumber lain tidak demikian.
Menurut sumber yang dapat dipercaya,
nama Astana Anyar baru muncul pada era Pemerintah Hindia Belanda (lihat Sejarah Bandung). Pada permulaan pembentukan cabang pemerintahan di District Bandoeng,
tempat dimana yang dimaksud Ridwan Saidi berada Astana Anyar masih rawa. Pada
tahun 1846 Pemeritah Hindia Belanda membangun ibu kota (district) Bandoeng yang
baru di sekitar areal rawa-rawa tersebut dengan cara mengeringkan rawa (membuat
kanal-kanal). Di ibu kota ini ditempatkan seorang pejabat Belanda setingkat Controleur.
Untuk mendekatkan fungsi pemerintahan Belanda dengan fungsi pemerintahan lokal,
Pemerintah Hindia Belanda membangun istana yang baru untuk Bupati Bandoeng (di
seberang jalan kantor/rumah Controleur Bandoeng). Lantas bupati yang berkedudukan di
kampong Bandoeng yang terletak di muara sungai Tjikapoendoeng (sungai
Tjitaroem) relokasi ke istana yang baru di dekat kantor Controleur. Nama
kampong lama kemudian disebut Dajeh Kolot dan area kantor Controleur dan istana
baru bupati Bandoeng menjadi Bandung (sekitar jalan Asia-Afrika yang sekarang).
Lingkungan (wijk) sekitar istana Bupati Bandoeng lambat laun disebut (wijk)
Astana Anyar.
Dengan membaca risalah asal-usul kota Bandoeng tersebut,
apa yang menjadi pendapat Ridwan Saidi bahwa radja Siliwangi mengungsi ke ibu
kota Padjadjaran di Astana Anyar menjadi terkesan dislokasi, nama tempat dimana? kejadiannya
entah kapan? Tidak sinkron antara suatu kejadian
dengan nama tempat. Ngawur, Beh.
Nama Baranang Siang adalah nama lama, tetapi juga tidak
kuno-kuno amat. Catatan pertama tentang nama (tempat) Baranang Siang terdapat
pada Peta 1701. Catatan ini dapat dianggap sebagai catatan tertua tentang
keberadaan Baranang Siang. Nama-nama tempat lainnya yang diidentifikasi dalam
peta tersebut adalah nama kampong Babakan, Bantar Jati dan Parung Benteng. Peta
1701 ini dibuat oleh Michiel Ram dan Cornelis Coops dua tahun setelah gunung
Salak meletus (1699).
Pada
peta hasil ekspedisi yang dilakukan Pieter Scipio yang disalin kembali Isaac de
Graaff dan diterbitkan tahun 1695 nama kampong Baranang Siang tidak
diidentifikasi. Nama kampong yang diidentifikasi adalah kampong Parakan,
kampong Kedonghalang dan kampong Tjiloear. Tidak ada nama tempat yang
diidentifikasi di sisi selatan-barat sungai Tjiliwong maupun di daerah aliran
singai Tjisadane (lereng gunung Salak). Nama-nama yang dicatat di sisi selatan-barat
sungai Tjisadane hanya nama-nama sungai seperti Pamoyan[an] di dekat Batoe
Toelis, Cartek [Tjikereteg?], Sipako [Tjipakoe?],
Caliko [Tjipakantjilan?] dan Sivarag [Tjiparay?].
Semua
nama tempat yang diidentifikasi berada di sisi utara dan timur sungai Sadany [Tjisadane].
Jika mengacu pada lokasi pusat kerajaan Pakwan-Padjadjaran berada di sekitar
titik singgung terdekat antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane (sekitar
Istana dan Pasar Bogor yang sekarang) area tersebut kosong (tidak ditempati)
karena ditinggal oleh ahli warisnya. Pada saat terjadi gempa besar dan gunung
Salak meletus tahun 1699 area Pakwan-Padjadjaran yang kosong telah rata dengan
tanah.
Nama-nama
kampong yang diidentifikasi pada Peta 1701 (setelah gempa dan letusan gunung)
hanya nama kampong Kedong Halang yang eksis. Nama-nama kampong yang baru muncul
(atau baru diidentifikasi?). Nama-nama kampong baru tersebut
antara lain Campon Baroe (Kampong Baroe), Baranang Siang, Babakan, Bantarjati
dan Parongbenteng. Tiga nama terakhir berasosiasi dengan (bahasa) Soenda
[babakan, bantar dan parung], namun nama {Kampong) Baroe dan kampong (Baranang)
Siang sebagai nama kampong baru yang berasosiasi dengan penduduk pantai [bahasa
Melayu di muara sungai Tjiliwong, Batavia]. Nama Kampong Baroe banyak ditemukan
di sekitar Batavia. Nama kampong baru sendiri di wilayah (bahasa) Soenda adalah
Paboearan. Dalam nama kampong Baranang Siang, nama Siang jelas jauh dari ‘sanghyang’,
tetapi nama ‘baranang’tentu saja jangan buru-buru dihubungkan dengan bahasa
Minangkabau (baranang=berenang). Kalaupun digunakan pendekatan toponimi, kata
‘baranang’kemungkinan lebih dekat dengan bahasa setempat (bahasa Soenda) yakni
‘beurang’ yang artinya ‘siang’. Namun itu tidak cukup, sebab pada saat itu ada
marga orang Belanda disebut Siang, demikian juga nama orang Cina. Singkat kata,
banyak kemunkinanlah. Fakta bahwa nama Baranang Siang sudah tercatat paling
tida tahun 1701. Jadi hal seperti ini yang lebih penting daripada soal darimana
asal-usul nama.
Pada
Peta 1701 di sisi selatan-barat sungai Tjiliwong (tepatnya di area antara
sungai Tjiliwong dengan sungai Tjisadane) sejumlah nama kampong (baru)
diidentifikasi. Nama-nama kampong tersebut di arah hilir adalah Kedongwaringin
[Kedongbadak], Kedongdalam, sementara di arah hulu adalah kampong Katoelampa, Tadjoerangon
[Tadjoer]. Rantjamaja, Djamboeloewoek (di Ciawi) dan Tjiseroea. Secara
geografis nama-nama kampong tersebut berada di luar area kerajaan
Pakwan-Padjadjaran.
Tampaknya ada indikasi terdapat perbedaan sejumlah nama
kampong di sisi utara-timur sungai Tjiliwong sebelum dan sesudah gunung Salak
meletus. Perbedaan yang mencolok adalah munculnya nama Kampong Baroe dan nama
kampong Baranang Siang. Pada Peta 1701 kampong Baranang Siang. kampong Pondok
Sempoer dan kampong Babakan berada di antara kampong Bantar Kemang dan kampong
Bantar Jati.
Kel Baranang Siang dan Kel Babakan (Now) |
Pada
masa kini, kampong Baranang Siang adalah kelurahan Baranang Siang, kecamatan
Bogor Timur. Sementara kampong Babakan dan kampong Pondok Sempoer adalah
kelurahan Babakan dan kelurahan Sempur, kecamatan Bogor Tengah. Sedangkan area
diantara kelurahan Baranang Siang dan kelurahan Babakan ada lahan kelurahan
Tegallega. Pada Peta 1701 nama kampong Teggallega tidak teridentifikasi. Boleh
jadi nama-nama yang diidentifikasi adalah nama-nama kampong yang berada di sisi
jalan utama. Namu ada kemungkinan dalam perkembangannya kampong/desa Babakan
dimekarkan dengan membentuk kampong/desa baru yakni Tegallega.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Baranang
Siang: Kebun Raya dan Rumah Sakit Roode Kruis
Di suatu lahan,
tanaman yang pertama tidak selalu menjadi lebih tinggi dari yang menyusul
kemudian. Nama Baranang Siang termasuk nama kampong yang dicatat pertama,
tetapi nama kampang yang lebih baru yang disebut Kampong Baroe justru menjadi
lebih cepat populer. Hal ini karena kapala Kampong Baroe ditinggikan Pemerintah
VOC sebagai bupati dan berkedudukan di Kampong Baroe. Bupati yang diangkat
tersebut diduga adalah (salah satu) pewaris Kerajaan Pakwan-Padjadjaran. Bupati
ini menjadi partner Pemerintah VOC di hulu sungai Tjiliwong.
Pada tahun 1745 Gubernur Jenderal Gustaaf
Willem baron van Imhoff membangun villa di hulu sungai Tjiliwong. Villa ini
dibangun di dekat benteng Fort Padjadjaran. Benteng ini dirintis ketika Sersan
Pieter Scipio melakukan ekspedisi kali pertama ke hulu sungai Tjiliwong pada
tahun 1687. Lokasi benteng yang dipilih berada tepat di titik singgung terdekat
antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane. Benteng dan villa ini kini tepat
berada di Istana Bogor. Lahan sekitar benteng dan villa ini diakuisisi (dibeli
atau disewa?) Imhoff dari Bupati Kampong Baroe dan
dijadikan sebagai tanah partikelir (land) yang disebut land Bloeboer. Area
sekitar villa ini kemudian disebut Buitenzorg.
VOC dibubarkan
pada tahun 1799 dan lalu properti dan hak VOC diteruskan oleh Kerajaan Belanda
dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Pada era Gubernur Jenderal Daendels
(1808-1811), sejumlah lahan di Buitenzorg dibeli pemerintah termasuk land
Bloeboer. Pembelian lahan ini dimaksudkan untuk membentuk kota pemerintah
(Buitenzorg) dan juga untuk membangun istana Gubernur Jenderal.
Pada tahun 1811 terjadi pendudukan
Inggris. Pemerintah Hindia Belanda digantikan oleh VOC-nya Inggris yang
sebelumnya berbasis di Bengkoelen) yang mana sebagai Letnan Gubernur Jenderal
adalah Raffles (Gubernur Jenderalnya sendiri di India) Pada saat kekuasaan
Inggris ini kemudian sebagian lahan di belakang istana dijadikan sebagai Kebun
Raya. Kebun raya ini hanya sebatas jalan Juanda yang sekarang dan jalan Otista
hingga sungai Tjiliwong. Kekuasaan Inggrsi hanya berlangsung singkat dan pada
tahun 1816 kekuasaan kembali kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1826 Pemerintah Hindia Belanda menata ulang wilayah
administratif pemerintahan. Wilayah Buitenzorg diintegrasikan dengan Batavia
sebagai satu residentie yang mana di Buitenzorg hanya ditempatkan pejabat
setingkat Asisten Residen. Tanah-tanah yang dibebaskan pemerintah pada era
Daendels dijadikan satu district (regentschap) yang dikepalai oleh seorang
Bupati. Sejak ini ibukota regentschap (Bupati) lahan pemerintah dipindahkan
dari Kampong Baroe ke Empang.
Wilayah bupati lahan pemerintah (sejak 1826) |
Dalam perkembangannya, pada tahun 1860an area Kebun Raya
diperluas ke sisi utara sungai Tjiliwong hingga jalan raya (jalan Pajajaran
yang sekarang, depan IPB). Luas Kebun Raya telah mencapai luas kebun raya yang
sekarang. Meski pembangunan kota hingar bingar di sekitar Istana (Paledang),
Pasar (termasuk Empang) kampong Baranang Siang, Babakan dan Sempoer tetaplah
sebagai area terpencil di dalam wilayah kota. Jalan akses ke wilayah ini
melalui jembatan kayu dari Pasar Buitenzorg (kini jalan Otista). Atau juga
dapat diakses dari jembatan Kedong Badak (kini jebatan Warung Jambu). Dalam
perkembangannya dibuka jalan akses melalui kampong Sempoer.
Kampong Baranang Siang (Peta 1900) |
Sehubungan dengan munculnya perumahan di sekitar kampong
Babakan, dua situs penting muncul. Pertama adalah pembangunan kampus sekolah
kedokteran hewan yang lebih representatif (untuk menggantikan gedung yang
berada di jalan Merdeka yang sekarang). Lokasi pembangunan kampus sekolah
kedokteran hewan (Veeartsenschool) ini kini dikenal sebagai kampus FKH Taman
Kencana. Sementara sekolah pertanian (Middlebarelandbouwschool) masih tetap di
Pantjasan. Satu lagi situs yang dibangun adalah sebuah rumah sakit swasta di Desa
Tegalllega. Rumah sakit ini kemudian bergeser menjadi rumah sakit palng merah
(Roode Kruis). Rumah sakit ini dikenal sebagai rumah sakit PMI (Palang Merang
Indonesia).
Menjelang
sensus penduduk tahun 1930 dilakukan penataan wilayah pemerintahan terkecil dengan
membentuk satuan wilayah desa (tidak lagi berdasarkan land). Satau kampong atau
beberapa kampung disatukan untuk membentuk desa. Dua desa yang dibentuk di sisi
utara sungai Tjiliwong adalah Desa Tegallega dan Desa Bantardjati. Kampong
Baranang Siang, kampong Tegallega dan kampong Babakan disatukan menjadi satu
desa dengan nama Desa Tegallega. Kampong Sempoer sendiri menjadi bagian dari
Desa Bantardjati.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kampus
IPB dan Jalan Tol Jagorawi di Baranang Siang
Tunggu deskripsi lengkapnya
Assalamualaikum.... Numpang lewat Cerita baranangsiang di sebutkan dalam sejarah raden kamandaka dan juga di ceritakan dalam sejarah gunung kumbang jadi kalau melihat pada berbagai Cerita sejarah nama baranangsiang mulai ada sejak jaman anak-anakprabu siliwangi berguru di gunung kumbang salam santun
BalasHapusWaalaikumsalam. Bisa jadi iya, bisa tidak. Yang jelas berdasarkan data sejarah setelah ibu kota kerajaan Pakwan-Padjadjaran runtuh (serangan Banten), wilayah kawasan ibu kota ditinggal (sekitar kota Bogor sekarang). Pada saat ekspedisi VOC tahun 1687 kawasan ditemukan tidak berpenghuni, lalu militer VOC membangun benteng di jarak terpendek antara sungai Tjiliwong dan Tjisadane yang diberinama Fort Padjadjaran. Sejak itu para pemimpin pasukan pribumi pendukung militer VOC yang berasal dari berbagai tempat mulai membangun kampong-kampong baru (tujuan produksi) termasuk kampong Baru, kampong Baranang Siang dan sebagainya. Tujuananya adalah untuk membuka ruang wilayah ekonomi baru di hulu sungai Tjiliwong (arah pedalaman Batavia). Dalam hal ini nama Baranang Siang adalah nama baru. Namun pimpinan pasukan pribumi mana yang memberi nama tempat itu tidak diketahui. Yang jelas pasukan pribumi pendukung militer VOC ada yang berasal dari Jawa, Melayu, Sunda, Bugis dan lainnya. Lalu untuk mendukung pengembangan (pertanian di kawasan) para penduduk asli (Sunda) yang sudah lama menyingkir ke luar kawasan ditempatkan kembali.
HapusDermikian