Selasa, 11 Mei 2021

Sejarah Padang Sidempuan (16): Para Pionir Organisasi Mahasiswa Indonesia Asal Kota Padang Sidempuan; Semangat - Keteladanan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Seperti halnya, para pionir organisasi kebangsaan Indonesia, mungkin bayak yang tidak mengetahui, pionir dan pendiri organisasi kemahasiswaan (Indonesia) hampir semuanya berasal dari kota Padang Sidempoean. Seperti kata Dja Endar Moeda bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, karena sama-sama mencerdaskan bangsa. Demikian juga Soetan Casajangan mengatakan bahwa persatuan diantara mahasiswa dapat memacu minat para pelajar untuk meningkatkan pendidikan dan juga kesatuan diantara mahasiswa dapat menyuarakan pendapat tentang nasib bangsa sendiri (pribumi). Soetan Casajangan adalah adik kelas Dja Endar Moeda di sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean. Soetan Casajangan menggagas pendirian organisasi mahasiswa di Belanda tahun 1908 yang diberi nama Indische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia.

Pada tahun 1851 di Hindia Belanda (baca: Indonesia) sudah ada tiga sekolah tinggi (di atas sekolah dasar) yakni sekolah guru (kweekschool), sekolah kedoteran (docter djawa school) dan sekolah pamong. Siswa pertama yang melanjutkan studi ke Belanda adalah Sati Nasution alias Willem Iskander, berangkat 1857 lulus 1860 dan kembali ke tanah air mendirikan sekolah guru tahun 1962 di Tanobato. Siswa berikutnya studi ke Belanda tahun 1874 adalah R Soerono dari Soeracarta, Adi Sasmita dari Bandoeng dan Banas Lubis dari Tapanuli. Tiga guru muda itu dibawa oleh Willem Iskander. Namun mereka berempat satu per satu selama mengikuti pendidikan meninggal dunia. Baru tahun 1885 pemerintah kembali mengirin guru muda studi ke Belanda. Pada rentang 1885-1890 dari 10 orang yang studi ke Belanda hanya empat yang berhasil, yang lainnya gagal dan juga ada yang meninggal. Program pemerintah dihentikan. Sejak itu mulai ada siswa pribumi yang sukarela melanjutkan pendidikan ke Belanda. Mereka ini studi di perguruan tinggi (hoogeschool). Yang pertama adalah Raden Kartono (abaang RA Kartini) pada tahun 1896, lalu yang kedua Soetan Casajangan pada tahun 1903. Ketika jumlah mahasiswa di Belanda sekitar 20 orang, Soetan Casajangan pada tahun 1908 menggagas didirikan organisasi mahasiswa dengan nama Indische Vereeniging.

Lantas bagaimana sejarah asal usul organisasi kemahasiswaan di Indonesia (baca: sejak Hindia Belanda) dan bagaimana peran mahasiswa asal Padang Sidempoean? Seperti disebut di atas, hampir semuanya berasal dari Padang Sidempuan, sejak Soetan Casajangan. Lalu organisasi mahasiswa apa saja dan didirikan dimana? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 10 Mei 2021

Sejarah Padang Sidempuan (15): Para Pionir Organisasi Kebangsaan Indonesia Asal Kota Padang Sidempuan; Kecerdasan-Keberanian

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini 

Mungkin bayak yang tidak mengetahui, pionir dan pendiri organisasi kebangsaan (Indonesia) hampir semuanya berasal dari kota Padang Sidempoean. Seperti kata Dja Endar Moeda bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, karena sama-sama mencerdaskan bangsa. Pada kenyataannya Dja Endar Moeda yang secara sadar mengolah kemampuan bangsanya sendiri dengan menyatukannya dalam suatu organisasi untuk mempercepat terbentuknya persatua bangsa dan kesatuan secara nasional. Dja Endar Moeda mendirikan dan sekaligus direktur pertama oragnisasi kebangsaan (Indonesia) pertama pada tahun 1900.

Dja Endar Moeda, tidak mendirikan organisasi kebangsaan di kampongnya di Padang Sidempuan, tetapi di kota Padang. Saat itu kota Padang adalah ibu kota Provinsi Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust province), yang terdiri dari tiga residentie: Padangsche Benelanden (ibu kota di Padang), residentie Padangsche Bovenlanden (ibu kota di Fort de Kock) dan residentie Tapanoeli (ibu kota di Sibolga). Padang Sidempoean sendiri adalah ibu kota afdeeling (Angkola en Mandailing) residenti Tapanoeli. Jadi, Dja Endar Moeda mendirikan organisasi kebangsaan di ibu kota provinsinya. Pada tahun 1908, Soetan Casajangan asal Padang Sidempoean tidak mendirikan organisasi kebangsaan (Indonesia) di kota Padang (ibu kota provinsi) dan juga bukan di Batavia (ibu kota negara Hindia Belanda) tetapi di Leiden (Belanda). Organisasi kebangsan Indonesia di negeri orang itu diberi nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan Indonesia). Tentu saja masih ada tokoh muda pendiri organisasi kebangsaan (yang masuk dalam daftar pionir) antara lain: Sorip Tagor, Abdoel Rasjid dan Soetan Goenoeng Moelia. Orang-orang asal Padang Sidempuan itu, sejak tempo doelo, selalu bersifat nasionalis.

Lantas bagaimana sejarah para pionir Organisasi Kebangsaan Indonesia asal Padang Sidempuan? Seperti disebut di atas, dua yang pertama Dja Endar Moeda dan Soetan Casajangan. Lalu apakah ada kaitan antara satu sama lain? Tentu saja ada, tidak secara langsung, tetapi kebetulan (secara random) sama-sama kelahiran Padang Sidempoean. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 09 Mei 2021

Sejarah Padang Sidempuan (14): Sanusi Pane, Sastrawan Asal Padang Sidempoean; Ajak Boedi Oetomo Berjuang Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Ada tiga tokoh penting di Batavia asal Padang Sidempuan pada dekade 1920 dan 1930 yakni Parada Harahap, Amir Sjarifoeddin dan Sanoesi Pane. Ketiganya sama-sama mengusung pembebasan (kemerdekaan) Indonesia. Parada Harahap sebagai jurnalis revolusioner, Amir Sharifoeddin tokoh pemuda dan juga politikus, sedangkan Sanoesi Pane seorang yang menekuni bidang kesusastraan. Parada Harahap berjuan dengan pena jurnalis, Amir Sjarifoeddin berjuang dengan orasi (pertemuan publik). Sanusi Pane selain berjuang dengan pena juga berjuang dengan orasi. Tiga orator ulung saat itu adalah Soekarno, Amir Sjarifoeddin dan Sanusi Pane.

Sanusi Pane berasal dari keluarga terdidik dari Sipirok. Ayah Sanusi Pane, Soetan Pangoerabaan Pane adalah seorang guru di Padang Sidempoean dan kota-kota lainnya. Soetan Pangoerabaan juga adalah seorang sastrawan lokal di Padang Sidempoean dengan buku romannya yang terkenal Tolbok Haleon, Saudara bernama Armijn Pane juga sastrawan terkenal di Batavia dengan novelnya yang terkenal Belenggu. Adiknya yang bungsu Lafran Pane juga tokoh terkenal, seorang tokoh mahasiswa, pendiri organisasi Himpoenan Mahasiswa Islam (HMI) di Jogjakarta 1947. Prof. Lafran Pane kini telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, sedangkan Sanusi Pane sedang diusulkan. Kakak tertua dari mereka adalah nenek dari Prof Sangkot Marzuki [Batubara] (seorang peneliti hebat, mantan ketua Lembaga Eijkman, Jakarta).

Lantas bagaimana sejarah Sanusi Pane di Indonesia? Sanusi Pane ibarar Dr. Jose Rizal di Filipina. Sanusi Pane tidak hanya mengkritik penjajah (orang Belanda), juga mengkritik rekan-rekan sebangsanya sendiri yang tidak berdiri di barisan perjuangan (kemerdekaan) Indonesia, termasuk mengkritik (pengurus) Boedi Oetomo. Lalu bagaimana Sanusi Pane berjuang? Dengan pena dan orasi. Bagimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 08 Mei 2021

Sejarah Padang Sidempuan (13): Gubenur Sumatra Utara Berasal Padang Sidempuan; Abdul Hakim hingga Marah Halim Harahap

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini 

Padang Sidempuan, tidak hanya banyak tokoh di bidang pendidikan dan bidang pers, juga terdapat banyak tokoh politik dan pemerintahan di tingkat regional maupun nasional. Dari daftar gubernur Sumatera Utara sebagian besar dari Tapanuli, dan bilangan terbesar dari Tapanuli Bagian Selatan yang mana dua diantaranya berasal dari Padang Sidempuan: Abdul Hakim dan Marah Halim. Dua guberbur ini dalam sejarahnya memiliki reputasi yang unik.

Pada awal Republik Indonesia, seseorang untuk menjadi gubernur berdasarkan ketokohannya (bukan hasil proses politik melalui pemilihan umum). Oleh karena itu seorang tokoh pada masa lampau untuk menjadi gubernur didasarkan pada pertimbangan pusat (Presiden dan Parlemen) atas dasar kapabilitas dan rekam sejarah yang baik. Daftar Gubernur pada periode awal mencerminkan tokoh-tokoh yang ikut aktif dalam berjuang apakah pada era Hindia Belanda maupun pada era perang kemerdekaan Indonesia (orde lama Presiden Soekarno). Pada periode berikutnya ada kecenderungan yang dipilih berdasarkan pengalaman di bidang militer (oder baru Presiden Soeharto). Pada periode terakhir sangat beragam. Di provinsi Sumatra Utara, Abdul Hakim adalah representasi orde lama dan Marah Halim adalah representasi orde baru.

Lantas bagaimana sejarah Gubenur Sumatra Utara asal Padang Sidempuan Abdul Hakim dan Marah Halim? Seperti disebut di atas, keduanya berasal dari Padang Sidempuan. Yang jelas pada saat Abdul Hakim sebagai gubernur (1951-1953) Marah Halim masih berpangkat Kapten di Kodam I Bukit Barisan di Medan. Lalu bagaimana dengan gubernur yang lainnya yang berasal dari Tapanuli, khususnya Tapanuli Selatan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.