Minggu, 30 Mei 2021

Sejarah Kalimantan (83): Sejarah Candi di Kalimantan Selatan; Candi Agung di Sungai Malang, Kota Amuntai, Hulu Sungai Utara

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Selatan di blog ini Klik Disini 

Sebaran candi tidak hanya di Sumatra dan Jawa, candi juga ditemukan di pulau Kalimantan. Salah satu candi yang sudah diidentifikasi berada di provinsi Kalimantan Selatan. Candi tersebut disebut Candi Agung yang berada di daerah aliran sungai Negara yang masuk wilayah kelurahan Sungai Malang, kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Seberapa besar candi Agung iini? Yang jelas candi berada di kota Amuntai.

Dalam berbagai tulisan candi di Amuntai ini diperkirakan sebagai peninggalan Kerajaan Negara Dipa yang keberadaannya sezaman dengan Kerajaan Majapahit. Juga disebutkan candi dibangun oleh Empu Jatmika abad ke-14. Kerajaan awal ini melahirkan Kerajaan Negara Daha di Negara, Ada yang berpendapat bahwa kerajaan Hindu Negara Dipa dibangun pada tahun 1438 di persimpangan tiga daerah aliran sungai yaitu sungai Tabalong, sungai Balangan dan sungai Negara. Candi ini ditemukan pada tahun 1967 dan waktu dilakukan eskavasi pada dasar candi ditemukan benda-benda kepurbakalaan. Tempat yang digali itu disebut penduduk Gunung Candi dan dasar candi disebut Candi Agung. Luas bangunan candi Agung berukuran 40 M x 50 M. Bahan material Candi Agung ini didominasi oleh batu dan kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Batunya sekilas mirip sekali dengan batu bata merah tetapi lebih berat dan lebih kuat dari bata merah biasa. Batu bata yang ditemukan berukuran besar mirip dengan batu bata yang juga ditemukan pada situs candi Kayen di dusun Buloh, desa Kayen di Jawa Tengah.

Lantas bagaimana sejarah candi Agung di Amuntai kabupaten Hulu sungai Utara, provinsi Kalimantan Selatan? Tentu saja sudah ada yang menulis seperti yang dikutip di atas. Lalu apa keutaman candi di Amuntai ini? Nah itu dia. Itulah pertanyaannya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 29 Mei 2021

Sejarah Kota Surabaya (27): Zaman Kuno Bagian Timur Pulau Jawa, Prasasti Dinoyo; Kerajaan Pegunungan hingga Raja Maritim

 

*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini

Wilayah Malang dan Mojokerto pada zaman kuno begitu dekat ke laut. Tentu saja wilayah  Sidoarjo-Subaya masih perairan (lau). Demikian juga wilayah-wilayah Pasuruan, Gresik, Lamongan dan Tuban sebagian besar masih wilayah perairan. Pada era inilah di wilayah Mojokerto dan Malang terdapat kerajaan hebat pernah didirikan Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit yang sangat kuasa di  bidang maritim. Di wilayah belakang dua wilayah tersebut terdapat Kediri.

Sebelum terbentuk kerajaan Singhasari di wilayah Malang, Kerajaan Kadiri (Kediri) eksis (1042-1222) yang salah satu rajanya yang terkenal Airlangga. Nun jauh di Sumatra, ketika Kerajaan Chola dari India selatan melakukan invasi ke berbagai wilayah sejak 1022, Kerajaan Panai (baca: Kerajaan Aru) di daerah aliran sungai Barumun dan Kerajaan Sriwijaya di daerah aliran sungai Batanghari termasuk yang ditaklukkan (lihat prasasti Tanjore 1030). Kerajaan Aru dengan pelabuhan kampernya din pantai barat Sumatra sudah eksis sejak abad ke-5. Kerajaan Sriwijaya mulai sangat kuat pada abad ke-7 di Bangka (prasasti Kedukan Bukit). Pasca pendudukan Chola, Kerajaan Aru dan Kerajaan Sriwijaya yang sudah relokasi ke daerah aliran sungai Musi bangkit kembali bersamaan dengan munurunnya Kerajaan Kediri pada era Kertajaya dan munculnya Kerajaan Singhasari di Malang (pengganti kerajaan Tumapel). Kerajaan Singhasari dapat dikatakan suksesi Kerajaan Kediri (sebelumnya Tumapel bawahan Kediri, kini Kerajaan Kediri menjadi bawahan Singhasari). Pada saat Singhasari di bawah raja Kertanegara, keturunan Kediri memberontak (Kertanegara terbunuh 1292). Kertanegara adalah pendukung fanatik agama Boedha Batak (sekte Bhairawa). Menantu Kertangera yakni Raden Wijaya yang didukung Kerajaan Mongol berhasil mengalahkan Kediri. Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit di muara sungai Brantas (kini Mojokerto).

Lantas bagaimana sejarah zaman kuno di bagian timur pulau Jawa? Sebelum terbentuk Kerajaan Kediri, di masa lampau pernah eksis kerajaan Kanjuruhan di wilayah Malang (Prasasti Dinoyo 760 M). Salah satu raja Kanjuruhan yang terkenal adalah Gajayana. Kerajaan Kanjuruhan diduga ditaklukkan Kerajaan Mataram Kuno yang memberi jalan munculnya Kerajaan Kediri. Seperti disebut di atas Kerajaan Kadiri runtuh dan kemudian muncul kerajaan kuat di Malang (Singhasari). Itulah siklus kerajaan-kerajaan zaman kuno di bagian timur pulau Jawa. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 28 Mei 2021

Sejarah Semarang (24): Situs Zaman Kuno Bagian Tengah Pulau Jawa; Situs Kendal, Borobudur, Prambanan hingga Situs Demak

 

* Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini

Peradaban awal zaman kuno diduga kuat di mulai di (pulau) Sumatra. Peradaban awal kemudian meluas ke (pulau) Jawa yang bermula di bagian barat. Peradaban awal di bagian tengah pulau Jawa diduga kuat bermula di pantai utara sebelum memasuki wilayah pedalaman. Peradaban selanjutnya berkembang pesat di pedalaman di wilayah dimana kini ditemukan situs candi Borobudur. Tentu saja perkembang yang pesat terjadi di pedalaman dengan ditemukannya berbagai candi yang lebih muda seperti candi Prambanan.

Belum lama ini ditemukan situs tua di wilayah Jawa Tengah. Situs kuno tersebut ditemukan di dusun Boto Tumpang, desa Karangsari, kecamatan Rowosari, kabupaten Kendal. Situs ini sudah mulai diteliti. Situs Kendal tentu saja akan memperkaya pengetahuan kita tentang zaman kuno. Pembuktian awal, bata yang ditemukan di situs Kendal diduga terbentuk pada tahun 630 M (tahun Hijrah Islam dimulai tahun 622 M). Sementara itu, awal era Hindoe-Boedha di Indonesia selama ini disebuit bermula pada abad ke-4, pada saat mana pedagang-pedagang India mencapai Hindia Timur di Sumatra, Semenanjung dan Jawa. Candi Jiwa di Karawang dan Prasasti Tugu di Cilincing  diperkirakan dibangun pada abad ke-5 (era Tarumanagara). Prasasti tertua di Sumatra dibuat pada abad ke-7 (prasasti Kedukan Bukit Palembang). Satu yang penting dari catatan pada situs Palembang ini adalah nama Minana yang diduga nama Binanga yang sekarang di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (suatu kawasan percandian paling luas di Indonesia). Minana atau Binanga tidak jauh dari pelabuhan kuno di pantai barat Sumatra di Baroes yang pada abad ke-2 sudah dicatat di Eropa sebagai sentra kamper.

Lantas bagaimana sejarah zaman kuno di bagian tengah pulau Jawa? Seperti disebut di atas, selama ini peradaban awal di Jawa bagian tengah seakan tidak pernah bergerak dari posisi penting situs candi Borobudur (dan kemudian situs Prambanan). Penemuan situs yang lebih tua diharapkan akan lebih memperkaya pengetahuan tentang zaman kuno, era yang lebih awal dari peradaban di candi Borobudur dan candi Prambanan. Situs Kendal ini menjadi penting, karena peradaban di Jawa (terutama bagian tengah pulau Jawa) bermula di Demak pada era Islam. Lalu mengapa dua era yang berbeda (Hindoe Bodha dan Islam) sama-sama dimulai dari wilayah pantai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 27 Mei 2021

Sejarah Jakarta (118): Zaman Kuno Bagian Barat Pulau Jawa, Seberapa Tua? Kerajaan Tarumanagara dan Sebaran Kepurbakalaan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini 

Kota Jakarta (tempo doeloe Jacatra, kemudian Batavia) berada di pulau Jawa bagian barat di muara sungai Ciliwung. Wilayah bagian barat pulau Jawa tidak hanya antara batas sungai Citarum dan sungai Cisadane, juga tidak hanya antara batas sungai Cimanuk dan sungai Cikandi, tetapi antara Banten yang berpusat di Kota Banten dan Cirebon yang berpusat di Kota Cirebun. Permulaan era Islam dimulai di kota Cirebon, Jakatra dan Banten. Lantas dimana era Hindoe Boedha dimulai? Lalu apakah ada era sebelum zaman kuno Hindoe Boedha?

Sebelum era Islam (di Cirebon, Jakarta dan Banten) pada era Hindoe Boedaha diduga kuat Kerajaan Pakwan-Padjadjaran yang masih eksis. Kerajaan Pakwan-Padjadajaran ini berpusat di hulu sungai Ciliwung (Kota Bogor) yang sekarang. Kuto kuno ini hancur dan ditinggalkan setelah serangan dari Banten. Sebelum terbentuk Kerajaan Pakwan-Padjadjaran, pada zaman kuno suda terdapat pusat-pusat peradaban seperri di muara sungai Kali Sunter (prasasti Tugu), di muara sungai Citarum (situs candi Batujaya dan situs Cibuaya, Karawang). Kawasan inilah yang diduga era Kerajaan Tarumanegara. Namun sebaran zaman kuno tidak hanya di seputar Jakarta, juga terdapat di muara sungai Cibanten (Banten), di pantai barat (Pandeglang) dan pantai selatan (Lebak dan Sukabumi) juga ditemukan tanda-tanda zaman kuno. Tentu saja di wilayah Cianjur yang terkenal (situs Gunung Padang). Satu lagi yang tidak bisa diabaikan adalah tanda-tanda zaman di wilayah hulu sungai Cisadane (Bogor Barat).

Sejarah zaman kuno di bagian barat pulau Jawa, tentulah sangat menarik dan memiliki tantangan sendiri jika dibandingkan di wilayah bagian tengah Jawa dan bagian timur pulau Jawa. Sejarah zaman kuno di bagian barat pulau Jawa pada masa kini terkesan kalah populer dibandingkan di tengah (situs Borobudur dan Prambanan) dan di timur (situs Singhasari dan situs Majapahit). Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejarah zaman kuno di bagian barat Jawa memiliki sejarah tersendiri. Darimana dimulai memahaminya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 26 Mei 2021

Sejarah Bangka Belitung (1): Pulau Bangka dan Belitung Zaman Kuno; Selat Karimata Antara Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini

Dalam navigasi pelayaran (perdagangan) zaman kuno, selain gunung, pulau yang lebih kecil juga penanda navigasi yang penting untuk memasuki wilayah pedalaman melalui muara-muara sungai. Pada fase inilah sejarah zaman kuno pulau Bangka dan pulau Belitung dimulai. Namun masalahnya adalah sulit membedakan mana yang lebih dahulu ditemukan apakah muara sungai Musi dan muara sungai Batanghari atau pulau Bangka dan pulau Belitung. Meski tidak terlalu penting, tetapi dua penanda geografis itu dalam pelayaran (muara dan pulau) saling berhubungan.

Sejarah pulau Bangka dan sejarah pulau Belitung sulit dipahami jika hanya semata-ata melihat kedua pulau itu berdiri sendiri di tengah lautan. Pada blog ini sudah lebih dahulu dipelajari sejarah Sumatra Selatan (serial artikel sejarah Kota Palembang), sejarah Banten (serial artikel sejarah Banten), sejarah Kalimantan Barat dan sejarah Kalimantan Selatan (serial artikel sejarah Kalimantan) dan sejarah Riau (serial artikel sejarah Riau). Pada saat yang bersamaan dengan sejarah Bangka Belitung ini sedang dipeljari sejarah Jambi dan sejarah Lampung. Dengan demikian diharapkan sejarah Bangka dan sejarah Belitung menjadi lebih kaya dan lebih luas.

Lantas bagaimana sejarah zaman kuno pulau Bangka dan pulau Belitung? Dalam berbagai tulisan disebut pulau Bangka dan pulau Belitung sudah dikenal pada zaman kuno. Namun sejak kapan, perlu diteliti lebih lanjut tidak hanya berdasarkan keterangan tertulis (prasasti atau dokumen lain) tetapi juga dengan analis spasial dalam posisi GPS pulau Bangka dan pulau Belitung di lintasan navigasi pelayaran perdagangan pada zaman kuno. Kedua pulau ini harus dihubungkan dengan tiga daratan luas (Sumatra, Jawa dan Kalimantan). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.