Sabtu, 04 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (109): Lingsir Wengi, Kini Lagu Mendunia Fingerstyle Ala Alip Ba Ta;Tanda Waktu Borngin dan Wengi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Lagu Lingsir Wengi yang kini dipopulerkan oleh pemusik fingersty Alip Ba Ta tidak hanya menasioanl tetapi sudah mendunia. Lantas apa arti Lingsir Wengi dan bagaimana sejarah pemahaman Lingsir Wengi yang pada masa ini dijadikan judul lagi yang kemudian dipopulerkan Ali Ba Ta dengan gaya musik fingerstyle. Boleh jadi pertanyaan tidak penting-penting amat, tapi karena lagu Lingsir Wengi yang telah mendunia melalui Alip Ba Ta menjadi penting untuk diketahui sejarah tanda waktu. Lingsir Wengi dalam hal ini bukan terminologi masa kini tetapi terminologi yang sudah ada sejak zaman kuno.

 

Lagu-lagu berbahasa Batak banyak menggunakan kata borngin seperti Borngin Na Ngali (malam yang dingin), Borngin Di Ujung Taon (malam penghujung tahun), Di Tonga Borngin (pada tengah malam) dan lainnya. Penanggalan dan tanda waktu pada penduduk Angkola Mandailing sejak zaman kuno dinamai secara berbeda, tidak hanya nama abad, juga nama tahun, nama bulan, nama hari bahkan juga nama jam. Tonga Borngin adalah tanda waktu tengah malam pukul 12 malam (tidak dikenal tanda waktu pukul 24.00, karena baru sekarang penggunaan itu ada). Lalu ada juga nama sendiri untuk pukul 11 malam, pukul 10 malam dan seterus, juga ada namanya sendiri untuk pukul 1 malam, pukul 2 malam dan seterusnya.

Seperti halnya lagu terkenal yang kemudian dipopulerkan oleh Alip Ba Ta dengan gaya musik fingerstyle Bohemian Rhapsody, hal itu juga dengan lagu Lingsir Wengi. Dalam hal ini Lingsir Wengi bukanlah terminologi masa kini, tetapi sudah dikenal sejak jaman lampau. Pemusik terkenal Paul Sieleg (1909) telah menggubah lagu berirama musik tradisi di dalam kuping Erop dengan judul Bohemian Javaasche. Oo, begitu? Iya, betul. Sejarah tidak berdiri sendiri. Sejarah bersifat historis dan memiliki relasi satu sama lain. Seperi kata ahli sejarah tempo doeloe bahwa sejarah adalah narasi fakta dan data. Sejarah selalu ada mulanya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (62): Sejarah Awal Kota Kendari, Tidak Setua Buton dan Banggai; Sungai Kendari Bermuara di Teluk Kendari

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Hari jadi Kota Kendari disebut tanggal 9 Mei 1831. Ada apa pada tanggal itu? Itu satu hal. Hal lain yang lebih penting dari itu adalah bagaimana sejarah awal Kendari yang kini menjadi ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara. Tentulah kota Kendari tidak setua Makassar dan Buton yang telah dicatat dalam teks Negarakertagana (1365). Jika hari jadi kota Kendari 1831, itu berarti lima abad lebih awal adanya Buton yang kini dikenal sebagai Kota Bau-Bau. Menurut sejarah awal peradaban bukan di (pulau) Buton, tetapi di (pulau Muna). Jika sejarah peradaban baru di Kendari, sesunguhnya sejarah peradaban awal di wilayah provinsi Sulawesi Tenggara bermula di Muna.

Ada teman kuliah saya dulu berasal dari provinsi Sulawesi Tenggara. Seperti saya, dia ternyata tidak pernah seumur-umur ke Kota Kendari. Dia berasal dari Muna dan tembak langsung kuliah ke Jawa, tanpa pernah mengunjungi Kota Kendari. Saat berbincang-bincang dia (berasal dari kabupaten Muna, tepatnya Kota Raha, ibu kota kabupaten) sudah lebih mengenal Kota Jakarta ibu kota RI daripada ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara. Idem dito dengan dia saya juga tidak pernah ke Kota Medan. Saya juga tembak langsung selepas SMA kuliah ke Jawa. Dia menyebut saya BTL (Batak Tembak Langsung). Terminologi Batak Tembak Langsung sudah sejak lama terjadi pada penduduk Angkola Mandailing, bahkan sejak era Hindia Belanda. Sebab apa? Kota Medan jauh di utara, sedangkan Batavia jauh di selatan. Pada era Hindia Belanda berangkat dari pelabuhan Sibolga dengan kapal ke Batavia. Pada era RI dengan adanya armada angkutan bis di Angkola Mandailing, para pelajar yang bersekolah ke Jawa cukup dengan naik bis Sibualbuali, suatu PO bis pertama di Indonesia yang mengusung rute Long Distance (bahasa sekarang: Antar Kota Antar Provinsi AKAP, tetapi Sibual-buali lebih dari itu yakni Antara Kota Antar Pulau. Para pelajar-pelajar era Hindia Belanda dan awal era RI yang disebut orang-orang di Jawa sebagai BTL (yang kini digunakan secara umum). Idem dito, dengan kawan saya yang lain yang berasal dari Bogor, ternyata juga tidak pernah ke Bandoeng (ibu kota provinsinya), dia bahkan sejak kanak-kanak sudah sangat mengenal Jakarta. Artikel ini dibuat dan didedikasikan buat teman saya dari Muna dan teman sekelas saya di SMA yang bergelar doktor yang menjadi pengajar di Universitas Halu Oleo, Kandari.

Dalam sejarah Kota Kendari disebut bahwa penemu, penulis dan pembuat peta pertama tentang Kendari adalah Vosmaer tahun 1831. Pada tanggal 9 Mei 1831 Vosmaer membangun istana raja Tolaki bernama Tebau di sekitar pelabuhan Kendari, Tanggal inilah yang kini dijadikan sebagai hari jadi Kota Kendari. Lantas bagaimana sejarah Kendari yang sebenarnya? Orang Tolaki di Kendari hanya mengenal Kendari bermula dari tahun 1831. Lalu bagaimana dengan teman saya dari Muna? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 03 September 2021

Sejarah Makassar (61): Wakatobi, Pulau-Pulau di Timur Buton Tempo Dulu Disebut Kepulauan Tukang Besi; Taman Nasional

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini  

Dimana Wakatobi? Tentu saja di provinsi Sulawesi Tenggara. Suatu wilayah kepulauan di semenanjung tenggara Sulawesi. Wakatobi memang bukan nama lama, tetapi nama baru kabupaten. Tempo doeloe kepulauan ini disebut kepulauan Tukang Besi. Suatu wilayah yang menjadi bagian dari Kerajaan Buton. Pada era RI di kepulauan ini terdiri dari lima kecamata, yaitu: Wangi-Wangi, Wangi Selatan, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Pada tahun 2003 lima kecamatan ini dibentuk menjadi kabupaten (pemekaran dari kabupaten Buton, bersamaan dengan pembentukan kabupaten Bombana) dengan nama kabupaten Wakatobi.

Kabupaten Wakatobi terdiri dari beberapa pulau. Pulau-pulau besarnya adalah Wangi-Wangi, Linte Tiwolu, Tomia dan Binongko. Kabupaten Wakatobi ibu kota di Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi kini terdiri dari delapan kecamatan, yaitu: Binongko, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Togo Binongko, Tomia, Tomia Timur, Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan. Kabupaten Wakatobi yang terdiri dari pulau-pulau, juga terdiri dari banyak etnik, seperti Buton, Wakatobi, Bugis, Makassar, Bajo, Muna dan lainnya. Nama Wakatobi pada akhir-akhir ini menjadi populer dengan Taman Nasional Wakatobi (yang ditetapkan sejak 1996). Taman nasional ini sangat populer dengan terumbu karang, ikan, satwa dan pulau Hoga.

Lantas bagaimana sejarah Wakatobi? Seperti disebut di atas nama Wakatobi dijadikan nama kabupaten, suatu kabupaten yang terdiri dari pulau-pulau. Kepulauan ini tempo doeloe disebut kepulauan Tukang Besi. Lalu apa keutamaan Wakotobi? Sekarang di Wakatobi ditetapkan sebagai taman nasional. Pertanyaan berikutnya: apa keutamaan kepulauan Tukang Besi tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (60):Bombana dan Bahasa Moronene, Antara Tolaki Kolaka dan Muna Buton: Pulau Moro Pulau Morotai Morowali

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Apa arti Moro? Semua bisa membuat interpretasi. Yang jelas nama Moro begitu terkenal secara luas di zaman kuno, mulai dari selat Malaka hingga Pasufik di Selandia Baru. Nama tempat yang menggunakan nama moro tidak hanya di pulau Halmahera (Morotai) hingga di semenanjung timur Sulawesi di Morowali. Nama moro juga ada yang digunakan sebagai identifikasi nama suku (bangsa) seperti etnik Moro (di Filipina). Lantas apakah nama moro di wilayah Bombana di daratan semenanjung timur Sulawesi dan pulau Kabaena yang disebut etnik Moronene merujuk pada nama moro?

Nama Bombana pada masa ini dijadikan nama kabupaten di provinsi Sulawesi Tenggara ibu kota di Rumbia. Kabupaten Bomba dimekarkan tahun 2003 dari kabupaten Buton. Kabupaten Bombana terdiri dari 22 kecamatan, yaitu: Kabaena, Kabaena Timur, Kabaena Barat, Kabaena Utara, Kabaena Selatan, Kabaena Tengah, Poleang, Poleang Barat, Poleang Timur, Poleang Tenggara, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tengah, Tontonunu, Rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Mata Usu, Rumbia, Rumbia Tengah, Masaloka Raya dan Mata Oleo. Penduduk wilayah Bombana umumnya etnik Moronene, suatu penduduk yang dapat dikatakan penduduk asli. Beberapa peneliti tempo doeloe menyebut penduduk asli Sulawesi disebut Toala. Penduduk etnik Moronene berada di antara penduduk Tolaki di utara dan penduduk Muna di selatan.

Lantas bagaimana sejarah Bombana? Seperti disebut di atas nama Bombana adalah nama wilayah, sedangkan penduduknya disebut etnik Moronene. Wilayah penduduk etnik Moronene berada diantara etnik Tolaki dan etnik Muna. Lalu bagaimana sejarah Bombana dan penduduk Moronen? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.