Kamis, 04 Mei 2023

Sejarah Cirebon (23): Kanal Kota Cirebon, Mangapa, Dimana Dibangun? Kebutuhan Navigasi dan Pembangunan Drainase Kota


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Kita tidak sedang membicarakan kanal informasi di (kota) Cirebon, tetapi kanal air yang terkait dengan kota. Geomorfologi kawasan (kota) Cirebon yang berada di kawasan rendah yang berhadapan permukaan laut, menyebabkan kawasan kota tidak sehat dan tidak produktif. Pembangunan kanal menjadi solusi. Pada era Pemerintah Hindia Belanda sejumlah kanal dibangun yang dapat meningkatkan navigasi dan mengefektifikkan fungsi drainase (banjir kanal).   

 

Empat Sungai Besar di Kota Cirebon Dikeruk. Inilahkoran. 5 Desember 2018. Cirebon. Sedikitnya empat sungai besar yang melintas di Kota Cirebon dikeruk. Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cirebon, Syarif menyebutkan, keempat sungai dikeruk sungai Cikalong di kelurahan Kecapi, sungai di kawasan Pilang Setrayasa, sungai dekat PDAM, serta sungai banjir kanal. Tak hanya sungai besar, sejumlah sungai kecil pun dikeruk. "Selama beberapa hari ini sungai-sungai di Kota Cirebon dikeruk. Rabu (5/11/2018) ini sungai Cikalong yang dikeruk," ungkap Syarif. Untuk keempat sungai besar yang dikeruk, imbuhnya, memiliki tingkat kesulitan tinggi sehingga harus menggunakan alat berat. Kesulitan meliputi tingkat sedimentasi yang cukup tinggi, baik di sisi sungai maupun di dalam sungai. Di Sungai Cikalong misalnya, kata dia, telah terjadi penyempitan badan sungai akibat sedimentasi. Karena itu, pengerukan dilakukan sepanjang 500-600 M dengan kedalaman sekitar satu meter. Dia memastikan, pengerukan sungai dilakukan mengingat banjir masih menghantui warga Kota Cirebon. Dengan permasalahan sungai seperti sedimentasi hingga penyempitan sungai akibat sampah, air sungai bisa meluap dan menyebabkan banjir, terutama kala hujan berintensitas tinggi turun. (https://www.inilahkoran.id/) 

Lantas bagaimana sejarah kanal Kota Cirebon, mangapa dibangun, dimana saja? Seperti disebut di atas, kota Cirebon hingga masih mengalami persoalan banjir. Karena itu upaya pengerukan dilakukan. Apakah dalam hal ini pembangunan kanal (navigasi dan banjir kanal) tempo doeloe pada era Pemeirintah Hindia Belanda tidak efekltif lagi? Mangapa? Lalu bagaimana sejarah kanal Kota Cirebon, mangapa dibangun, dimana saja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kanal Kota Cirebon, Mangapa Dibangun, Dimana Saja; Kebutuhan Navigasi dan Pembangunan Drainase Kota

Sebelum berbicara soal kanal di Cirebon, ada baiknya memperhatikan di Demak. Mengapa? Demak di masa lampau adalah pelabuhannya Jawa bagian tengah. Pelabuhan Demak menjadi sangat penting pada awal kehadiran orang Eropa/Portugis (1511). Tentu saja harus diingat pada masa itu Demak masih berada di garis pantai (tapi kini seakan jauh di pedalaman). Kontras yang terjadi di Demak pada tahun 1840. Terjadi kelaparan hebat (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 12-08-1882). Disebutkan penduduk gagal panen karena kawasan Demak semakin kerap dilanda banjir dan lahan-lahan tergantung. Kejadian itu dianggap noda hitam dalam Pemerintah Hindia Belanda.


Sejak itu, pemerintah diwajibkan untuk mengambil tindakan tegas, dan bendungan dan kanal yang mahal dibangun untuk menampung air dan menyalurkannya untuk pembangunan pertaniaan. Lambat laut situasi dan kondisi di wilayah Demak semakin membaik. Lalu kebutuhan muncul kembali tahun 1873 untuk meningkatkan pembangunan bendungan dan kanal-kanal yang lengkap dengan jutaan gulden dengan peningkatan pajak penduduk tetapi kemananan pangan dapat terjaga dalam jangka panjang. Wilayah Demak kemudian pelan tapi pasti mulai menjadi swasembada pangan.  Lantas bagaimana dengan di wilayah (residentie) Cheribon khususnya di afdeeling Cheribon?

Sebelumnya Pemerintah Hindia Belanda telah lebih dahulu membanguna kanal-kanal, tetapi yang pertama dikhususnya di wilayah dimana diterapkan kultuutstelsel seperti di Buitenzorg, Banjoemas, Tegal, Semarang, Pekalongan, Bagelen dan sebagainya (lihat Utrechtsche courant, 19-08-1836). Dalam daftar program prioritas ini ada nama residentie Cheribon. Nama spesifik Demak tidak disebutkan tetapi ada program di wilayah residentie Djapara dan residentie Samarang.


Tidak pernah ada kejadian kelaparan di residentie Cheribon, lagi pula penduduknya tidak sepadat Demak-Koedoes. Wilayah yang memiliki akses laut di antara dua wilayah pemasok beras (Karawang) dan Tegal keamanan pangan cukup terjamin. Saat ini bahkan wilayah (afdeeling) Indramajoe belum dikembangkan sebagai wilayah pertanian. Persoalan di wilayah residentie Ceribon, tidak hanya di tempat utama Cheribon juga di tempat utama Indramajoe, yang terbilang akut adalah banjir. Lingkungan yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan lingkungan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kebutuhan Navigasi dan Pembangunan Drainase Kota: Tempo Doeloe vs Masa Kini

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar