Kamis, 17 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (24): Sartono, Lulusan Rechtschool Studi ke Belanda; Mengapa Pilih Ir Soekarno Sebagai Kawan Berjuang?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Ada nama Sartono Kartodirdjo, seorang pakar yang dapat dikatakan sejarawan Indonesia pertama. Yang ingin dibicarakan nama Sartono saja, seorang ahli hukum lulusan rectschool di Batavai yang melanjutkan studi hukum ke Belanda. Salah satu bagian dari perjalanan karirnya di bidang politik sejak di Belanda, di tanah air Mr Satyono memilih Ir Soekarno sebagai kawan berjuang. Mengapa?


Mr. Raden Mas Sartono lahir 5 Agustus 1900 adalah seorang pengacara dan politisi yang bergerak dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Di masa awal kemerdekaan, ia menjabat sebagai Menteri Negara di Kabinet Presidensial. Perjuangan politiknya berawal dari Partai Nasional Indonesia hingga mendirikan partai-partai politik baru, seperti Partai Indonesia dan Gerakan Rakyat Indonesia. Sartono terlahir sebagai keturunan bangsawan Jawa mengikuti pendidikan Rechtshoogeschool te Batavia tamat `1922 dan meneruskan pendidikan ke Universitas Leiden dan mendapatkan gelar Mr tahun 1926. Ayahnya adalah cicit dari Mangkunegoro II, sedangkan ibunya adalah cucu dari Mangkunegoro III. Sartono mulai berjuang untuk kemerdekaan sejak usia 16 tahun, saat ia mulai memasuki pergerakan nasional, sebagai anggota Darmokoro. Menjelang Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928, ia termasuk yang memberi sponsor terlaksana Kongres II bersama temannya Mr. Soenario. Dalam kabinet pertama Republik Indonesia ini, Mr. Sartono ditunjuk sebagai Menteri Negara. Dengan terbentuknya cabinet Sjahrir (kabinet parlementer) Sartono pun lengser dari jabatannya sebagai menteri negara. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sartono, lulusan Rechtschool di Batavia studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, Sartono adalah ahli hukum yang studi ke Belanda, di tanah air memilig Ir Soekarno sebagai kawan berjuang. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah Sartono, lulusan Rechtschool di Batavia studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Sartono, Lulusan Rechtschool Studi ke Belanda; Mengapa Memilih Ir Soekarno Sebagai Kawan Berjuang?

Nama Sartono cukup singkat, tetap banyak yang menggunakan nama itu. Pada tahun 1917 ada yang diterima di Emmaschool di Soerabaja, di STIVIA di Batavia dan juga ada diterima di NIAS Soerabaja, serta ada juga siswa di rechtschool. Kita sedang membicarakan Sartono di sekolah Rechtschool. Pada tahun 1918 R Sartono lulus ujian transisi di Rechtschool baik dari kelas dua ke kelas tiga di tingkat persiapan (lihat De Preanger-bode, 22-05-1918). Pada tingkat rechtskundige afdeeling naik dari kelas sat uke kelas dua antara lain Gatot; yang naik dari kelas dua ke kelas tiga antara lain Soedibja dan Soei.


Pada tahun 1919 di Rechtshool di Batavia naik dari kelas tiga tingkat persiapan ke kelas satu rechtskundige afdeeling (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-05-1919).; naik dari kelas sat uke kelas dua (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-05-1920); naik dari kelas dua ke kelas tiga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 23-05-1921). 

Sartono lancar dalam studi. Pada tahun 1922 Sartono lulus ujian akhir (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-05-1922). Disebutkan di Inlandsche Rechtschool semua siswa sebanyak 17 lulus ujian akhir termasuk diantaranya Sartono Dwidjosewojo dan Mohamad Nazief. Lalu kemudian Sartono ditempatkan di Salatiga (lihat De Preanger-bode, 09-06-1922). Disebutkan RM Sartono ditempatkan di Salatiga. Tampaknya RM Sartono tidak memenuhinya.


Pada bulan Agustus 1922 RM Sartono berangkat ke Belanda (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-08-1922). Disebutkan kapal ss Kawi dari Batavia tanggal 30 Agustus dengan tujuan akhir Rotterdam diantaranya RM Sartono. Dalam manifes kapal juga dicatat keluarga R Djaenal Asikin Widjaja Koesoema; keluarga Raden Hadi; Liem Kie In; Moh Joesoef Adimidjojo; keluarga Noto Soebagjo, keluarga Mohamad Zain, Raden Soebroto, Raden Soediman, Soesanto Tirtoprodjo, Tjin Tjoeng Djie; dan Raden Koesoemo Soemantri. Kapal Kawi akan tiba di Rotterdam pada tanggal 23 September (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 26-09-1922).

 

 Di Belanda, Sartono sudah barang tentu akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Namun belum diketahui di kota mana Sartono bermukim dan menjalankan studi. Pada tahun 1922 ini di Belanda, pelajar/mahasiswa pribumi sudah banyak. Oleh karena itu, Sartono tidak akan sulit beradaptasi di Belanda. Pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda tergabung dalam organisasi yang dikenal selama ini Indisch Vereeniging. RM Sartono di Leiden tahun 1925 lulus ujian hukum (lihat De standard, 31-01-1925). Disebutkan di Leiden doctoral. Examen rechten yakni RM Sartono dan W Bisschop.


De Indische courant, 16-09-1925: ‘Pribumi. Empat pengacara (asal) Jawa kembali ke tanah air. Dengan kapal Johan de Wilt van de Mij. 'Nederland' dan Trier van den Nord-Deutscher Lloyd, yang masing-masing meninggalkan Genoa pada tanggal 9 dan 8 September adalah pengacara (asal) Jawa RP Notosoebagio, R Hadi, M Soesanto Tirtoprodjo dan RP Iskak, yang sekarang kembali setelah menyelesaikan studi mereka di Belanda dan luar negeri. Tiga pengacara pertama termasuk diantara mereka yang dikirim oleh pemerintah dan karena itu akan bergabung kembali dengan pemerintah. RP Notosoebagio adalah kakak laki-laki dari akuntan Notonindito, dan sebelum berangkat ke Belanda pada tahun 1922 adalah wakil ketua Landraad di Meester Cornelis, sedangkan R Hadi memegang jabatan yang sama di Serang. Tiga yang dikirim pemerintah ke Belanda hasilnya memuaskan (mendapat pujian). RP Iskak studu dengan biaya sendiri, dan kemungkinan besar tidak akan memasuki dinas pemerintah, tetapi akan membuka firma hukum sendiri. Tiga sarjana hukum (asal) Jawa lainnya saat ini masih belajar di luar negeri dan akan segera kembali juga. Ketiganya adalah R Soebroto, seorang ekspatriat, yang sekarang sedang mengerjakan disertasi, Sartono dan Boediarto, dua yang terakhir studi sepenuhnya dengan biaya sendiri dan yang akan memperkaya Hindia dengan dua pengacara setelah mereka kembali’.

RM Sartono di Belanda tinggal selangkah lagi untuk menyelesaikan studinya dalam mendapatkan gelar sarjana hukum (Mr). Haagsche courant, 23-01-1926 memberitakan di Universiteit te Leiden lulus ujian doctoral examen Indisch Recht dengan gelar Mr, RM Sartono. RM Sartono tampaknya sudah puas dan tidak ingin melanjutkan studi ke tingkat doktoral, tetapi segera kembali ke tanah air.


RM Sartono.dengan kapal ss Derfflinger (Norddeutschen Lloyd) ex Hamburg tanggal 8 Januari 1926. Pada tanggal 19 Februari kapal tersebut tiba di Singapoera. Semua penumpang kapal, dari Singapoera ditransfer ke kapal Plaucius yang akan membawanya dan tiba di Tandjoeng Priok tanggal 21 Februari (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-02-1926). Berdasarkan manifes kapal diantaranya tercatata nama Raden Mas Sartono. Juga di dalam manifes dicatat nama Raden Wirjono Koesoemo.

Teman sepelayaran Raden Mas Sartono, yang dicatat dalam manifes kapal Raden Wirjono Koesoemo adalah sarjana hukum yang juga telah menyelesaikan studinya di Belanda (di Leiden). Raden Wirjono Koesoemo lulus Indisch Recht pada bulan Juni 1925 (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 30-06-1925).


De Indische courant, 03-04-1926: ‘Lulusan Indonesia. Pesan diterima dari Den Haag bahwa pada pertemuan Indonesia Vereeniging pada 17 Januari 1926, pengurus lama dari asosiasi mengundurkan diri dan pengurus baru dipilih, yang terdiri dari Mohamad Hatta, ketua; Abd. Majid, sekretaris; Aboetari, bendahara; Darsono dan Mr Soenario, komisaris. Segera kembali Mr RM Sartono dan Mr. R. Wirjono Kusoemo. Kapal berangkat pada 26 Januari. dari Amsterdam. Seperti yang kami laporkan sebelumnya, Sartono baru saja lulus gelar sarjananya di bidang hukum Hindia. M Teko, RG Iskandar dan H. Soebiarto juga baru saja lulus ujian kandidat calon di Sekolah Tinggi Pertanian di Wageningen. Panitia yang telah menetapkan tugas untuk memberikan dukungan kepada orang-orang Indonesia yang baru tiba di Belanda ini akan tetap terdiri dari Tuan-tuan Nazir Pamoentjak, M. Aboetari, Achmad Moetar dan M. Moerman.

Raden Mas Sartono di Belanda sudah barang tentu sudah kenal satu sama lain dengan para aktivis mahasiswa pribumi. RM Sartono.kembali ke tanah tanggal 8 Januari 1926. Sementara itu Indonesia Vereeniging di Belanda melakukan rapat umum tanggal 17 Januari 2019, Itu berarti rapat umum diadakan setelah kepulangan RM Sartono. Dalam pertemuan dilakukan pergantian pengurus, yang mana pengurus baru terpilih dengan ketua Mohamad Hatta.


Nama Indonesia Vereeniging sebelumnya adalah Indisch Vereeniging. Organisasi pelajar/mahasiswa di Belanda dengan nama Indisch Vereeniging didirikan pada tajhun 1908. Ketua yang pertama adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Kemudian digantikan oleh Hoesein Djajadiningrat tahun 1911 dan kemudian digantikan oleh Noto Soeroto pada tahun 1913. Sejauh ini pergantian pengurus dilakukan setiap tahun dimana ketua Indisch Vereeningin pada tahun 1914 adalah Sam Ratulangi. Pada masa kepengurusan Dr Soetomo pada tahun 1922 nama Indische Vereeniging diubah menjadi Indonesia Vereeniging. Seperti kita lihat nanti, pada masa kepungurusan Mohamad Hatta ini (penulisan) nama Indisch Vereeniging diubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mengapa Memilih Ir Soekarno Sebagai Kawan Berjuang? Perhimpoenan Nasional Indonesia Menjadi Partai Nasional Indonesia

Pada tahun 1925 R Soekarno tengah studi berada di tahun terakhir di Technisch Hoogeschool di Bandoeng. Pada tahun 1926 Soekarno di Bandoeng lulus ujian akhir di THS (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 05-05-1926). Ir Soekarno tampaknya tidak bekerja di pemerintahan tetapi bersama Ir Anwari membentuk firma di Bandoeng (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 19-06-1926). Ir Soekarno dan kawan-kawan di Bandoeng pada tahun 1926 diketahui telah mendirikan klub studi dengan nama Algemeeue Studieclub. Seperti disebut di atas Mr Sartono pada bulan Januari 1926 kembali ke tanah air. Tampaknya Sartono juga tidak bekerja di pemerintahan.


Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 03-09-1926: ‘Persatuan Indonesia. Di Bandoeng sebuah komite Persatoean Indonesia (Indonesische Vereeniging) didirikan, yang terdiri dari anggota dewan dari dua belas asosiasi pribumi dan individu swasta. Sebuah dewan (badan pengurus) kemudian dipilih yang terdiri dari Sartono, ketua; Soepardjo, wakil ketua; Sjahboedin Latif, sekretaris; Ir Soekarno juga sekretaris dan Oesman, bendahara. Pengurus harian terdiri dari Sartono dan Soekarno’. Catatan: Soepardjo adalah seorang dokter lulusan STOVIA; Sjahboedin Latif, dokter sebelumnya diketahui sebagai sekretaris badan pusat Sarikat Islam (SI).

Pada bulan September 1926 di Bandoeng telah didirikan Persatoean Indonesia (Indonesische Vereeniging) yang mana sebagai ketua adalah Mr Sartono dan Ir Soekarno sebagai sekretaris (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 03-09-1926). Ini mengindikasikan Mr Sartono di Bandoeng mengajak Ir Soekarno untuk membentukan organisasi. Suatu organisasi dengan nama yang sama dengan Indonesische Vereeniging di Belanda.


Di Belanda, Indonesische Vereeniging diubah Mohamad Hatta dkk dengan nama Perhimpoenan Indonesia; sedangkan di Bandoeng Mr Sartono dan Ir Sokarbo dkk memberi nama Indonesische Vereeniging dengan Persatoean Indonesia. Kata kuncinya adalah ‘unie’, apapun terjemahannya apakah ‘perhimpoenan’, ’persatoean’, dan lainnya, tetapi sejauh dihubungkan dengan nama Indonesia, maka itu bermula dari Indisch Vereeniging. Dalam Kongres Hindia yang diadakan di Belanda tahun 1917 (yang diketuai oleh HJ van Mook, perwakilan Indisch Vereeniging di dalam forum pada kongres tersebut mengusulkan nama Hindia (Indisch) menjadi Indonesia. Kongres mengadopsinya, terbukan pada tahun berikutnya tahun 1818, nama kongres disebut Kongres Indonesia (pengganti nama Kongres Hindia).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar