Senin, 18 September 2017

Sejarah Kota Padang (40): Dr. Hazairin, Menteri Dalam Negeri; Lahir di Fort de Kock, Ahli Hukum Adat di Padang Sidempoean

Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini


Prof. Mr. Dr. Hazairin adalah orang hebat. Ahli hukum adat dan juga ahli hukum Islam. Hazairin memulai pendidikan hukum di Rechthoogeschool Batavia dan meraih gelar doktor. Kepintaran Hazairin menarik pertahatian Prof. Ter Har dan mengangkatnya menjadi sebagai asisten dosen dan asisten peneliti. Lalu kemudian pada tahun 1938 pemerintah mengangkat Dr. Hazairin untuk bertugas sebagai Ketua Pengadilan Landraad di Padang Sidempoean.

Dr. Hazairin (foto saat promosi doktor, 1936)
Pada masa pendudukan Jepang, Pemerintah Militer Jepang mengangkat Abdul Hakim, Kepala Kantor Ekonomi Indonesia Timur di Makassar menjadi Ketua Dewan Adat di Residen Tapanoeli yang berkedudukan di Tarutung. Untuk Ketua Dewan Adat di Tapanuli Selatan yang berkedudukan di Padang Sidempoean diangkat Dr. Hazairin (Ketua Pengadilan di Landraad Padang Sidempoean). Dua tokoh inilah, orang yang paling berpengaruh di Tapanoeli pada era pendudukan Jepang (Abdul Hakim, kelahiran Sarolangoen, Djambi 1907 dan Hazairin, kelahiran Padang, 1906). Pada bulan Oktober 1945, Mr. Amir Sjarifoeddin menunjuk Dr. Hazairin sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia di Padang Sidempuan dan Mohammad Nawi Harahap di Sibolga. Lalu kemudian Amir Sharifoeddin mengangkat FL. Tobing sebagai Residen dan Abdul Hakim sebagai Wakil Residen Tapanoeli. Dr. Hazairin diangkat menjadi Bupati Tapanuli Tengah menggantikan Zainal Abidin gelar Soetan Koemala Pontas dan di Tapanuli Selatan diangkat Muda Siregar. Oleh karena kekosongan pemerintahan di Bengkulu lalu Dr. Hazairin diangkat menjadi Residen Bengkulu (posisinya di Sibolga digantikan AM Djalaloeddin). Ketika Hazairin dipromosikan menjadi Residen Bengkulu, pada kurun waktu yang bersamaan Mr. Abdul Abbas (Siregar) selesai bertugas sebagai Residen Lampung (yang pertama). Pada masa agresi militer Belanda Menteri Pertahanan RI mengangkat Dr. Gindo Siregar sebagai Gubernur Militer Sumatra (bagian) Utara dan wakilnya Abdul Hakim Harahap dan Hazairin (Harahap) diangkat sebagai Wakil Gubernur Militer Sumatra (bagian) Selatan (yang mana Gubernur Militer adalah AK Gani). Untuk Residen Lampung sendiri diangkat Gele Haroen (Nasution). Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda (1950) Abdul Hakim dan Hazairin sudah berada di Djakarta.

Pertanyaannya: Bagaimana Dr. Hazairin menjadi tokoh dua disiplin ilmu yang berbeda, ahli hukum adat dan juga ahli hukum Islam? Fakta bahwa Dr. Hazairin cukup lama di Tapanoeli dari tahun 1938 hingga tahun 1946 (era Belanda, era pendudukan Jepang dan era kemerdekaan). Lantas mengapa Dr. Hazirin terjun ke dunia politik dengan ikut mendirikan Partai Persatuan Indonesia Raya (PIR) sementara Dr, Hazairirn sendiri masih tetap sebagai akademisi? Last but not least: Siapa sesungguhnya Prof. Mr. Dr. Hazairin? Kita memerlukan jawaban. Mari kita telusuri.

Kamis, 07 September 2017

Sejarah Rohingya (01): Pengusiran Etnis Rohingya Burma Sejak 1978; Bangladesh Tak Mampu Menampung Semuanya

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Rohingya dalam blog ini Klik Disini


Saat ini permasalahan etnis Rohingya telah mencapai puncaknya. Pegusiran etnis Rohingya dari Rakhine, Myanmar juga telah menjadi perhatian yang serius dari banyak negara. Etnis Rohingya telah diusir dari tanah air sendiri. Menurut berbagai laporan, rumah-rumah mereka dibakar, konon para pengungsi ini juga dianiaya, tidak hanya laki-laki juga perempuan dan anak-anak. Karena itu, orang-orang etnis Rohingya melarikan diri mengungsi ke berbagai tempat, terutama ke Bangladesh negara terdekat dari Rakhine.

NRC Handelsblad, 01-05-1978
Nama Burma adalah nama yang diberikan oleh kolonial Inggris, seperti halnya China untuk Tiongkok. Pada tahun 1948 Burma meraih kemerdekaan dari Inggris. Pada tahun 1989 nama Burma diubah oleh pemerintah junta militer menjadi Myanmar, ibukota Rangoon diubah menjadi Yangon dan wilayah Arakan menjadi Rakhine. Sementara itu, negara tetangganya, Bangladesh memisahkan diri dari Pakistan tahun 1971, yang dalam hal ini wilayah Pakistan Timur (sayap timur Pakistan) menjadi negara mandiri Bangladesh dengan ibukota Dacca.  

Serial artikel ini coba menelusuri sumber-sumber lama untuk menjawab sejak kapan terjadi pengusiran, mengapa terjadi pengusiran, siapa etnis Rohingya, mengapa Rakhine disebut tanah air mereka. Dalam hubungan ini tentu saja perlu menelusuri hubungan antar wilayah di kawasan Teluk Bengala pada masa lampau (masa kolonial) ketika Aracan belum disebut Rakhine.

Jumat, 01 September 2017

Sejarah Kota Depok (42): Setu Babakan di Srengseng Dibangun 1830; Kini Menjadi Pusat Perkampungan Budaya Betawi

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Setu Babakan berada di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Setu ini kini dijadikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat perkampungan budaya Betawi. Dalam artikel ini, kita tidak sedang menelusuri sejarah terbentuknya Setu Babakan sebagai pusat perkampungan budaya Betawi (itu akan menjadi artikel Sejarah Jakarta), tetapi ingin menelusuri sejarah terbentuknya setu itu sendiri. Pembentukan setu di Srengseng yang kini disebut Setu Babakan dalam hal ini juga menjadi bagian dari Sejarah Depok.

Peta Lenteng Agoeng, 1900
Sejauh ini, bagaimana setu Babakan bermula tidak pernah ditulis. Padahal setu Babakan adalah setu (danau) buatan. Boleh jadi pada saat ini setu besar yang berada di Srengseng tidak terlihat lagi penampakan sebagai setu buatan karena umurnya memang sudah tua. Untuk menambah pengetahuan kita, mari kita telusuri.

Cornelis Chastelein

Ada tiga lahan (land) yang terbilang paling awal di sisi barat sungai Tjiliwong yang diperuntukkan (diserahkan) pada era VOC untuk pengembangan pertanian sebagai lahan kelas satu, yaitu: di Sringsing (Srengseng), Tjinirie (Tjinere) dan Tjitajam. Tiga area ini dianggap paling subur (vegetasi baik dan memiliki sumber air). Land Srengseng menjadi milik Cornelis Chastelein (pejabat sipil VOC) sedangkan Land Tjinere dan Land Tjitajam menjadi milik St. Martin (komandan militer VOC).

Jumat, 25 Agustus 2017

Sejarah Kota Depok (41): Pecatur Terkenal Kelahiran Depok; FKN Harahap Kalahkan Juara Dunia Dr. Max Euwe dari Belanda

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Frits, anak seorang pendeta yang lulus Sekolah Tinggi Teologi di Belanda. Frits sejak kanak-kanak sudah sangat menyukai permainan catur. Ketika Frits berada di Belanda sempat bertanding dan mengalahkan Max Euwe (Juara Catur Belanda yang kemudian menjadi Juara Catur Dunia). Frits juga seorang aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda yang memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Frits lebih terkenal sebagai pecatur dan penulis catur daripada seorang pendeta dan pengkhotbah.

Memang tidak ada salahnya seorang pecatur menjadi pendeta, atau sebaliknya tidak dilarang seorang pendeta menggemari permainan catur. Namun kombinasi dua profesi ini sangat jarang terjadi. Tidak hanya itu, Frits juga adalah seorang penulis, dosen sejarah di Akademi Wartawan. Frits juga seorang pengusaha. Lantas mengapa bisa demikian? Itulah pertanyaan? Dan siapakah sesungguhnya Frits? Mari kita telusuri.

Frits, Anak Depok

Frits yang memiliki nama lengkap Frits Kilian Nicolas lahir di Depok tanggal 5 Maret 1917. Ayahnya adalah seorang pendeta di Depok. Ayahnya pada tahun 1915 mempublikasikan buku Kamus Logat Melayu (Bataviaasch nieuwsblad, 26-01-1915). Keluarga mereka di Depok tampaknya cukup berada. Pada tahun 1923 ayahnya memasang iklan di surat kabar dua rumah untuk disewakan (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-01-1923). Ibunya juga seorang aktivis sosial di Depok yang bergerak di bidang kegiatan gadis-gadis (Bataviaasch nieuwsblad, 01-05-1934). Gadis-gadis diajarkan disiplin dan kebersihan, mereka juga mendapatkan pelajaran dalam membuat kerajinan.

Minggu, 20 Agustus 2017

Sejarah Kota Depok (40): Ultah Blog Poestaha Depok 17 Agustus; 600 Artikel Sudah Diupload

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Blog Poestaha Depok launching pada tanggal 17 Agustus 2012. Ini berarti blog ini sudah berlangsung selama lima tahun. Jumlah artikel yang sudah diupload sebanyak 217 artikel.  Artikel pertama tanggal 17 Agustus 2012 berjudul ‘Sejarah Tata Ruang Kota Depok: Menyambung Mata Rantai Yang Terputus Antara Depok Masa Kini dan Depok Tempo ‘Doeloe’. Sedangkan artikel terakhir berjudul ‘Sejarah Kota Depok (39): Perayaan HUT RI Pertama, 17 Agustus 1950; Kapan Kali Pertama Peringatan HUT RI di Depok?’ Blog Poestaha Depok sesungguhnya blog kembar. Kembarannya adalah blog Tapanuli Selatan dalam Angka.

Blog Tapanuli Selatan dalam Angka launching pada tanggal 15 Januari 2011 dengan artikel pertama berjudul Meneliti Itu Mudah. Blog ini awalnya membatasi diri untuk seputar Sumatera Utara. Namun karena dirasakan sejarah Padang Sidempuan di Sumatera Utara tidak berdiri sendiri, maka untuk menampung sejarah yang lebih luas (nasional) dianggap keberadaan blog Poestaha Depok dijadikan sebagai blog paralel (kembar). Kebetulan, bukankah pustaka terbesar di Indonesia terdapat di Depok, tepatnya di Universitas Indonesia?

Untuk saat ini di blog Poestaha Depok baru terbatas Sejarah Bandung (37 artikel); Sejarah Bogor (23), Sejarah Jakarta (16), Sejarah Kota Padang (39) dan Sejarah Kota Depok (39 artikel). Sementara itu di blog Tapanuli Selatan dalam Angka sudah diupload Sejarah Padang Sidempuan (20 artikel) dan Sejarah Kota Meda (54 artikel). Ke depan akan menyusul Sejarah Semarang, Sejarah Surabaya, Sejarah Makassar dan Sejarah Kuala Lumpur atau Singapoera. Dengan demikian, berdasarkan framework yang sekarang, pada nantinya akan dimungkinkan terpetakan Sejarah (kota-kota) Indonesia, termasuk Depok dan Padang Sidempuan (dua kota yang sejak awal menjadi perhatian di era Belanda)

Kamis, 17 Agustus 2017

Sejarah Kota Depok (39): Perayaan HUT RI Pertama, 17 Agustus 1950; Kapan Kali Pertama Peringatan HUT RI di Depok?

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Sesungguhnya, perayaan (peringatan) Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. baru kali pertama dilakukan tahun 1950 (pasca Pengakuan Kedaulatan RI oleh Belanda). Pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) yang kelima tersebut dipusatkan di Istana Merdeka yang dihadiri tiga puluh ribu orang (Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 17-08-1950). Dalam upacara HUT RI tanggal 17 Agustus 1950 yang dimulai pukul 10.00 pagi, Presiden Soekarno berpidato.

Kapal perang Belanda di Irian Barat, 1950
Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia juga dilakukan di berbagai kota seperti di Medan. Upacara peringatan Kemerdekaan RI yang kelima di Medan dilangsungkan di Lapangan Merdeka yang dihadiri 55 ribu orang.  Pada saat Presiden  Soekarno berpidato di Istana Merdeka para hadirin mendengarkan secara langsung melalui radio. Setelah pidato presiden, tiga tokoh berpidato, GB Josua Batubara (Ketua Front Nasional Medan, ketua panitia), Kol. Maludin Simbolon dan Gubernur Rekso (Het nieuwsblad voor Sumatra, 18-08-1950).

Isi pokok pidato Presiden Soekarno pada Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1950 adalah bahwa Indonesia terus berjuang untuk membebaskan (mengebalikan) Irian Barat dari Belanda (Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 17-08-1950). Soal ini ditekankan Soekarno karena di dalam hasil kesepakatan KMB disebutkan bahwa masalah Irian Barat akan diselesaikan dalam satu tahun setelah Pengakuan Kedaulatan Indonesia.