Saat ini permasalahan etnis Rohingya telah mencapai
puncaknya. Pegusiran etnis Rohingya dari Rakhine, Myanmar juga telah menjadi
perhatian yang serius dari banyak negara. Etnis Rohingya telah diusir dari
tanah air sendiri. Menurut berbagai laporan, rumah-rumah mereka dibakar, konon
para pengungsi ini juga dianiaya, tidak hanya laki-laki juga perempuan dan
anak-anak. Karena itu, orang-orang etnis Rohingya melarikan diri mengungsi ke
berbagai tempat, terutama ke Bangladesh negara terdekat dari Rakhine.
NRC Handelsblad, 01-05-1978 |
Serial artikel ini coba menelusuri sumber-sumber lama
untuk menjawab sejak kapan terjadi pengusiran, mengapa terjadi pengusiran,
siapa etnis Rohingya, mengapa Rakhine disebut tanah air mereka. Dalam hubungan
ini tentu saja perlu menelusuri hubungan antar wilayah di kawasan Teluk Bengala
pada masa lampau (masa kolonial) ketika Aracan belum disebut Rakhine.
Bermula dari Teror
Tentara Burma
Kapan etnis muslim Rohingya diusir dari Arakan (Rakhine)
sangat simpang siur. Demikian juga alasan utama mengapa etnis Rohingya diusir
tidak begitu jelas. Berdasarkan dokumen lama yang masih bisa ditelusuri, paling
tidak etnis Rohingya sejak tahun 1978 sudah terjadi pengusiran oleh militer
Burma.
NRC Handelsblad, 01-05-1978
(Reuter): ‘Sekitar 70.000 etnis Rohingya yang beragama Islam di Burma telah
melarikan diri ke Bangladesh dalam tiga minggu ini sehubungan dengan kekejaman
tentara Burma. Laporan ini secara resmi diumumkan di Dacca. Menurut laporan ini,
hanya 18.000 orang Rohingya Burma yang telah mencapai batas dalam 24 jam terakhir
meski ada upaya tentara Bangladesh untuk membuka pintu perbatasan. Namun tentara
Bangladesh telah diperintahkan untuk mengirim kembali orang-orang Rohingya tersebut
ke Burma, namun kabarnya, banyak orang Islam Rohingya berada di hutan di
perbatasan menunggu masuk Bangladesh. Laporan tersebut lebih lanjut mengatakan
bahwa para pengungsi mengatakan mereka melarikan diri karena tentara Birma telah
melakukan kekerasan, penyiksaan, pemerkosaan dan perampokan. Tapi menurut pihak
berwenang di Rangoon, ini tentang orang-orang Bangladesh yang takut pada
penyelidikan imigrasi Birma bagi imigran ilegal. Salah seorang pengungsi mengatakan
bahwa tentara Burma melakukan tindakan untuk membersihkan daerah perbatasan dari
muslim Rohingya, yang dianggap bukan etnis orang Burma. Karena kekhawatiran ekonomi
mereka, muslim Rohingya menjadi sasaran kampanye mereka’.
Dari laporan terawal tersebut, pemicu utama pengusiran
etnis muslim Rohingya dari Burma hanya karena alasan ekonomi. Dari laporan
tersebut, pengusiran ‘dikemas’ dengan dalih imigran ilegal terhadap orang-orang
yang mendiami wilayah Arakan yang kemudian disebut etnis Rohingya yang
kebetulan sebagian besar beragama Islam, seperti tetangga Burma (Bangladesh)
yang sebagian besar beragama Islam.
Pengusiran besar-besaran
terhadap etnis Rohingya yang terjadi pada tahun 1978 begitu dekat dengan
terbentuknya negara Bangladesh (1971). Pada awal kemerdekaan Bangladesh ini,
rakyat dalam kesulitan, terjadi dimana-mana kelaparan. Tokoh yang muncul dalam situasi
krisis ekonomi Bangladesh ini adalah Jenderal Ziaur Rahman yang berhasil
melakukan kudeta militer. Lantas apakah pengusiran etnis Rohingya sebagai
respon militer Burma dalam menyikapi situasi dan kondisi kawasan? Secara
geopolitik Burma di sebelah barat (Bangladesh) bersinggungan dengan keamanan dan
di sebelah timur Muang Thai (kini Thailand) tergabung dalam pembentukan aliansi
ekonomi kawasan yang dikenal sebagai ASEAN. Apakah militer Burma telah
mengambil risiko ini dan melakukan dengan caranya sendiri?
Bangladesh Tak Mampu Menampung Pengungsi
Situasi yang masih karut marut di
Bangladesh (sejak merdeka tahun 1971) menambah beban negeri dengan masuknya
pengungsi Rohingya dari Burma. Surat kabar NRC Handelsblad edisi 22-05-1978
menurunkan laporan terperinci tentang krisis kawasan dimana etnis Rohingya yang
sudah terpuruk terjepit diantara dua negara (Burma dan Bangladesh).
NRC Handelsblad edisi 22-05-1978 |
Dalam laporan NRC Handelsblad edisi 22-05-1978
disajikan pandangan masing-masing antara pihak Burma dan pihak Bangladesh (cover
both side). Juga di dalam laporan ini terungkap pandangan pihak ketiga dari
Indonesia: ‘Menurut tokoh terkenal di Indonesia (tidak menyebut nama) Rangoon
telah mencoba kelompok separatis dan rasis untuk memainkan perasaan tentang ras
dan agama di daerah ini’.
Informasi Simpang Siur
Bagaimana awal terjadinya tragedi terhadap Rohingya adalah satu hal dan
bagaimana menyelesaikan permasalahan kemanusiaan di Rakhine adalah hal lain
lagi. Namun dalam berbagai analisis dan bagaimana cara mengakhiri krisis etnik
Rohingya dan menormalisasi kembali di Rakhine data dan informasi yang digunakan
umumnya mengacu pada data dan informasi tahun 2012 dan sesudahnya, padahal
kejadian awalnya sudah terjadi sejak 1975 dan pengusiran etnis Muslim Rohingya
secara besar-besaran tahun 1978 yang mengakibatkan arus pengungsi etnis
Rohingya dari Burma sekitar 100.000 orang (lihat NRC Handelsblad edisi
22-05-1978).
Jika merujuk pada
situasi tahun 2012 dan situasi tahun 2017 dan dengan membandingkan situasi dan kondisi
tahun 1978 sesungguhnya sangat berbeda. Eskalasi politik sejak 1978 hingga
tahun 2017 terus meningkat. Jika titik awal dimulai sejak tahun 2012 maka
persoalannya akan berbeda jika titik awal yang digunakan sejak 1978. Pada tahun
1975 (empat tahun sejak Bangladesh merdeka) sudah terjadi pengungsi yang berawal
dari teror yang dilancarkan oleh militer Burma terhadap etnis Rohingya yang
diduga kuat sebagai reaksi militer Burma dengan perubahan struktur militer di
Bangladesh (pemerintahan militer di bawah pimpinan Jenderal Ziaur Rahman). Dalam hal ini yang mengemuka perasaan
psikologis antara dua kekuatan militer antara Bangladesh dan Burma. Militer
Burma tampaknya mencuri start (yang boleh jadi militer Bangladesh tidak dalam
posisi bertanding). Melihat situasi geopolitik saat itu (1971-1978) militer
Burma memulai teror yang seakan mengirim pesan: ‘sebelum Arakan (kini Rakhine)
teraneksasi oleh negara tetangga (Bangladesh) pada etnis Rohingya, lebih baik
mengusir etnis Rohingya dari wilayah sendiri di Burma’. Etnis muslim Rohingya
terjepit yang pada akhirnya kini menjadi tragedi kemanusiaan. Akibat teror
militer (di sisi Burma) dan adanya pengungsi etnis muslim Rohingya (di sisi
Bangladesh), hubungan Bangladesh dan Burma yang sebelumnya baik-baik saja mulai
renggang.
Permasalahan etnis Muslim Rohingya dan kondisi di Rakhine pada masa ini
semakin komplek. Proses penyelesaiannya memang menjadi tidak mudah, namun
demikian perlu disadari bahwa untuk mengakhiri tragedi etnis muslim Rohingya
seyogianya harus melihat kembali pada awal permasalahan di tahun-tahun 1970an.
Semua pihak harus mendudukkan persoalan (yang masih sederhana) seperti
tahun-tahun sebelum 1978 dan bukan menempatkan persoalan seperti tahun-tahun
setelah 2012 (yang sudah komplek). Itulah awal mengakhiri konflik..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar