Minggu, 21 Februari 2021

Sejarah Ternate (11): Flora Fauna di Ternate Halmahera; Garis Wallace dan Garis Weber Garis Pemisah Ekosistem Asia dan Australia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Wilayah Indonesia sekarang dibagi dalam tiga waktu (WIB, WITA, WIT). Di masa lampau para peneliti flora dan fauna telah memetakan wilayah Hindia Belanda (baca: Indonesia) dalam tiga wilayah habitat (ekosistem penyebaran). Tiga wilayah ini diidentifikasi dengan garis pemisah sesuai nama para penelitinya: Wallace dan Weber. Garis Wallace memisahkan Sumatra, Jawa dan Kalimantan dengan Sulawesi. Garis Weber memisahkan Sulawesi dengan Maluku. Garis pemisah ini mirip garis waktu yang sekarang.

Garis Wallace dan garis Weber ini dalam konteks penyebaran flora dan fauna secara teoritis dihubungkan dengan proses pembentukan muka bumi (sebelum dan setelah zaman es). Berdasarkan naiknya permukaan laut, di zaman kuno diasumsikan bahwa Sumatra, Jawa dan Borneo menyatu dengan daratan Asia, sementara Papua menyatu dengan daratan Australia. Hal itulah diasumsikan bahwa flora dan fauna Sumatra, Jawa dan Kalimantan lebih dekat ke Asia, demikian juga flora dan fauna Papua lebih dekat ke Australlia. Diantaranya yang dipisahkan oleh Garis Wallace dan Garis Weber memiliki karakteristik sendiri yang dibagi dua yakni wilayah Sulawesi di atu sisi dan wilayah Maluku di sisi lain.

Lantas bagaimana sejarah flora dan fauna diantara Garis Wallace dan Garis Weber, khususbnya wilayah Maluku dan secara spesifik di Halmahera dan sekitar (Provinsi Maluku Utara)? Seperti disebut di atas nama Wallace dan Weber, sejarah flora dan fauna di Maluku dan sekitar haruslah dikaitkan dengan kedua nama tersebut (Alfred Russel Wallace dan Max Carl Wilhelm Weber). Bagaimana garis itu ditabalkan dengan nama mereka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Ternate (10): Aksara Halmahera, Apakah Pernah Eksis pada Masa Lampau? Peta Persebaran Aksara di Hindia Timur

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini 

Apakah pernah ada aksara di Halmahera pada masa lampau? Pertanyaan ini boleh jadi masa kini dianggap tidak penting-penting amat, tetapi dalam artikel ini justru menganggapnya disitulah keutamaan artikel dengan mempertanyakannya. Sebab pulau Halmahera adalah pulau besar, terbesar di kepulauan Maluku, pulau Halmahera juga terbilang banyak penduduknya. Kekayaan alam mereka mengundang orang asing datang. Era Portugis (sejak 1511) dan era Belanda (sejak 1606) adalah bagian terakhir peradaban di Maluku umumnya dan Halmahera khususnya. Lantas apakah tidak ada peradaban tinggi yang sudah eksis sebelumnya seperti aksara? Sangat naif, jika kita menyepelekan pertanyaan tersebut, sebenarnya kita tahu apa-apa tentang sejarah zaman kuno Halmahera.

Sejarah aksara di nusantara (baca: Hindia Timur; Indonesia) adalah sejarah yang panjang, sejak era Hindoe-Boedha. Satu pertanyaan kecil logis untuk membuktikan adanya aksara di zaman kuno (paling tidak sejak era Hindoe Boedha) adalah tak mungkin bisa membangun candi Borobudur (abad ke-8) tanpa ada aksara yang digunakan. Hal itulah mengapa kita berasumsi adanya aksara Pallawa (yang kemudian berkembang menjadi aksara Kawi) yang kini dikenal sebagai aksara Jawa. Penggunaan aksara juga eksis di Sumatra mulai dari Lampung. Keinci, Batak hingga Gayo, di Sulawesi (Bone dan Minahasa), Nusa Tenggara dan Mangindanao (Filipina) serta di Borneo (Kalimantan). Kecuali aksara di Kalimantan, bentuk aksara secara seperti terkesan berakar dari aksara Pallawa. Aksara Pallawa merujuk pada (kebudayaan) India. Aksara Borneo tampaknya memiliki kaitan dengan (kebudayaan) Tiongkok. Aksara yang kita gunakan sekarang (seperti yang digunakan dalam artikel ini) adalah aksara Latin (Eropa). Antara aksara yang berbasis pada aksara Pallawa dan aksara Latin eksis aksara Arab.

Lantas apakah pernah ada aksara di Halmahera pada masa lampau? Seperti disebut di atas di Mangindanao, Minahasa, Bone dan Timor penggunaan aksara eksis. Lalu bagaimana dengan di Halmahera? Kita tidak sedang memahami penyebaran flora dan fauna (garis Wllace dan garis Weber) tetapi soal penyebaran (bahasa atau) aksara. Okelah. Apapun hasilnya, penyelidikan terhadap ada tidaknya aksara zaman kuno di Halmahera haruslah dimulai.  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 20 Februari 2021

Sejarah Ternate (9): Sejarah Pemerintahan di Ternate; Dari Pemerintahan Hindia Belanda hingga Pemerintahan Republik Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Sejak era Portugis dan Belanda (VOC), pemerintahan di Ternate dan sekitar hanya bersifat parsial, kerjasama (kontrak) antara Pemerintah VOC dan kerajaan-kerajaan. Raja atau Sultan menjadi representatif dari wilayah kerajaan-kerajaan yang berbeda-beda. Wujud dalam pemerintahan ala VOC ini adalah teman dari kerajaan yang bersekutu dengannya menjadi temannya, sebaliknya musuh dari temannya adalah musuhnya. Pemerintahan VOC di berbagai wilayah direpresentasikan oleh kepada pedagang VOC yang (biasanya) berkedudukan di benteng-benteng yang telah didirikan.

Pedagang-pedagang Portugis memulai ibu kota di Ternate (Maluku) berada di Takuma (pantai barat Pulau Ternate). Boleh jadi itu karena pusat Portugis berada di Malaka (semenanjung). Dalam perkembangannya, Spanyol yang berpusat di Manila (Filipina) mengambil Ternate (Portugis masih kuat di Amboina). Pada tahun 1605 pelaut-pelaut Belanda mengusir Portugis dari Amboina. Kehadiran Belanda ini menyebabkan orang Ternate bekerjasama untuk mengusir Spanyol (Spanyol bergeser ke Tiodore). Belanda yang berpusat di Amboina membangun benteng di kampong Malajoe (pantai timur pulau Ternate). Kampong Melayu itu kini berada di pusat Kota Ternate sekarang. Setelah Portugis diusir dari Malaka oleh VOC pada tahun 1643, lalu pada tahun 1657 Belanda (VOC) mengusir Spanyol di Ternate dan Manado. Habis sudah Portugis dan Spanyol di Hindia Timur (kecuali Portugis masih tersisa di Timor). Pada era VOC inilah cabang-cabang pemerintahan VOC dibentuk berbagai wilayah. Di Ternate ditempatkan seorang Gubernur (dan salah satu Residen ditempatkan di Manado).

Lantas bagaimana sejarah pemerintahan di Ternate? Seperti disebut di atas, sudah muncul embrionya pada era Portugis dan Spanyol lalu berkembang pada era Belanda (VOC). Namun sejauh itu pemerintahan masih bersifat parsial (lokalitas). Pemerintahan yang sebenarnya baru dibentuk secara sistematik setelah VOC dibubarkan pada tahun 1799. Pemerintah Hidnia Belanda secara efektif baru dimulai pada era Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811). Bagaimana proses pembentukan pemerintahan di ternate berlangsung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Ternate (8): Lingua Franca Bahasa Melayu di Ternate; Ragam Bahasa Daerah pada Masa Kini di Provinsi Maluku Utara

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini 

Begitu banyak bahasa daerah (etnik) di nusantara (Hindia Timur), dalam wilayah yang lebih kecil di Ternate (Halmahera) juga begitu banyak bahasa daerah. Lantas bagaimana itu semua bermula? Yang jelas di masa lampau sebelum kehadiran orang-orang asing (Moor, Portugis dan Spanyol) sudah ada penduduk di pulau Halmahera dan sekitar. Penduduk asli inilah yang membentuk bahasa daerah. Kehadiran orang asing dipersatukan dengan menggunakan lingua franca bahasa Melayu. Bahasa-bahasa asli dan bahasa Melayu ini saling memperkaya.

Pada masa ini di pulau Halmahera, pulau Ternate dan pulau-pulau lainnya (kini Provinsi Maluku Utara) paling tidak terdapat sebanyak 19 bahasa daerah (bahasa etnik), yaitu: Bacan, Bajo, Buli, Galela, Gane, Gorab, Ibu, Kadai, Makian Dalam, Makian Luar, Melayu, Modole, Patani, Sahu, Sawai, Sula, Taliabu, Ternate dan Tobelo. Sebagai lingua franca di masa lampau, bahasa Melayu di Maluku Utara penuturnya terdapat di di kelurahan Togafo, kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate (dialek Melayu Ternate) dan desa Bobaneigo, kecamatan Kao Teluk, kabupaten Halmahera Utara (dialek Melayu Gorap).

Bagaimana sejarah penyebaran bahasa Melayu di Maluku Utara? Pada masa lampau di nusantara sudah terbentuk lingua franca. Dimana awal bahasa lingua franca ini terbentuk tidak diketahui secara jelas. Lingua franca itu digunakan dalam perdagangan di berbagai kota-kota pelabuhan yang diduga sebagai perkembangan lebih lanjut bahasa Sanskerta. Prasasti Kedukan Bukit (Palembang) akar bahasa lingua franca ini sudah terlihat. Pada era Portugis (yang berpusat di Malaka), lingua franca ini dipopulerkan sebagai bahasa Melayu. Lantas bagaima bahasa Melayu eksis hingga ini hari di Maluku Utara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 19 Februari 2021

Sejarah Ternate (7): Sejarah Pulau Morotai, Mengapa Muncul Nama Moro di Kepulauan Maluku? Morotia, Rao, Aru dan Daruba

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Nama (pulau) Morotai adalah satu hal dan orang Moro adalah hal lain lagi. Sejarah (pulau) Morotai dihubungkan dengan nama Tobelo, Galela dan Tobaru di pulau Gilolo (kini Pulau Halmahera). Dalam perkembangannya di barat pulau Gilolo muncul kota-kota pelabuhan di pulau Ternate, pulau Tidore, pulau Motir, pulau Machian dan pulau Bachian. Semua pulau-pulau tersebut oleh pelaut-pelaut Portugis disatukan dengan nama tunggal sebagai Kepulauan Maluku.

Pulau Morotai terbilang pulau paling timur laut Indonesia. Oleh karena itu, pada era perang Pasifik (1942-1945), orang Jepang yang sudah eksis di Palau membangun lapangan terbang di pulau Morotai yang kemudian diambilalih oleh militer Amerika Serikat. Nama (pulau) Morotai pada masa kini menjadi nama kabupaten (Kabupaten Pulau Morotai) di Provinsi Maluku Utara (pemekaran kabupaten Halmahera Utara tahun 2008). Kabupaten Pulau Moratai (ibu kota di Daruba) terdiri dari lima kecamatan di pulau Morotai (Morotai Selatan, Morotai Selatan Barat, Morotai Jaya, Morotai Utara dan Morotai Timur) dan satu kecamatan di pulau Rao (Kecamatan Pulau Rao; ibu kota di Leo-Leo). Di kecamatan Pulau Rao terdapat nama kampong kuno, Aroe.

Lantas bagaimana sejarah (pulau) Morotai? Pada masa ini nama Morotai merujuk pada nama Moro. Lalu apakah ada hubungan antara nama Morotai dengan nama Daruba (nama ibu kota kabupaten Pulau Morotai). Tidak itu saja, tetangga pulau Morotai disebut pulau Rao dan di pulau ini terdapat nama kampong kuno Aru. Nama-nama Rao, Aru dan Daruba pada era Portugis sudah diidentifikasi di pulau Sumatra. Apakah itu menjadi penting? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Ternate (6): Sejarah Galela di Gilolo Halemahera Tempo Doeloe; Danau Galela Era Hindoe-Boedha, dari Moro hingga Aroe

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini 

Ini bukan tentang Galileo Galilei (1564-1642) seorang fisikawan Italia, tetapi tentang Galela Gilola pada waktu sejaman. Galela Gilolo pada masa kini dihubungkan dengan nama geografi (pulau) Halmahera. Galela merujuk pada nama Gilolo dan nama Gilolo dihubungkan nama Djailolo. Itu latar belakangnya. Lalu dari situ kita mempelajari sejarah Galela di pulau Halmahera, provinsi Maluku Utara.

Galela adalah nama kecamatan yang berada di pantai timur pulau Halmahera bagian utara. Kecamatan Galela (ibu kota di Soasio) termasuk wilayah Kabupaten Halmahera Utara, provinsi Maluku Utara. Pada tahun 2006 kecamatan Galela dimekarkan dan terbentuk tiga kecamatan yang baru yakni: Kecamatan Galela Utara, Kecamatan Galela Selatan dan Kecamatan Galela Barat. Posisi GPS Galela sendiri sejak zaman kuno berada tepat di hadapan pulau Morotai. Nama Jailolo sendiri juga menjadi nama kecamatan (kecamatan Jailolo dan kecamatan Jailolo Selatan) di kabupaten Kabupaten Halmahera Barat.

Lantas bagaimana sejarah asal usul Galela? Yang jelas sebelum muncul nama Galela sudah disebut nama Gilolo sebagai pulau. Nama pulau Gilolo kemudianlebih dikenal dengan nama Pulau Halemahera, Lalu apa hubungannya nama Galela dengan nama danau di Gilolo. Nama Galela atau Gilolo diduga sudah ada sejak zaman kuno era Hindoe-Boedha yang kemudian terhubungan dengan nama Moro hingga nama Aroe. Bagaimana itu semua terhubung? Itu yang ingin diketahui. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.