Selasa, 28 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (139): Alex E. Kawilarang dan Ibrahim Adji di Tapanuli Selatan; AH Nasution dan Pierre Tendean

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Alexander Evert (AE) Kawilarang dan Abdul Haris (AH) Nasution adalah dua tokoh penting dalam sejarah yang satu kelas di Akademi Militer Bandoeng (1940-1941). Satu teman mereka satu kelas adalah TB Simatupang. Lantas bagaimana kiprah mereka dalam perang kemerdekaan? Kolonel AE Kawilarang bersama Mayor Ibrahim Adji membantu Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution di kampongnya di Tapanuli Selatan. Mengapa begitu? Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution sangat sibuk sebagai komandan Siliwingi di Jawa Barat. Lalu siapa Pierre Tendean? AE Kawilarang meminta Letnan Pierre Tendean untuk mengawal habis Jenderal Abdul Haris Nasution.

Dalam perang kemerdekaan, Kapten Ibrahim Adji adalah komandan perang di Tjitajam (Bogor Utara), di bawah komando Letnan Kolonel AE Kawilatang di Divisi Siliwangi (Bogor dan Sukabumi). Panglima Divisi Siliwangi adalah Kolonel Abdul Haris Nasution. Oleh karena itu dalam jajaran militer selama perang kemerdekaan, AH Nasution, AE Kawilarang dan Ibrahim Adji garis lurus. Hal itulah mengapa Abdul Haris Nasution ‘mengutus’ AE Kawilarang dan Ibrahim Adji ke Tapanuli Selatan pada Agresi Militer II untuk membantu Mayor Maraden Panggabean. Pada saat terjadi peristiwa G 30 S/Pakai (1965), tujuh jenderal terbunuh termasuk Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Achmad Yani dan Pierre Tendean sang ajudan terbunuh di rumah Abdul Haris Nasution (Kepala Staf Angkatan Bersenjata). Jenderal Abdul Haris Nasution juga kehilangan putrinya Ade Irma Suryani (tertembak). Dalam perkembangannya, Presiden Soekarno berusaha memecat Soeharto (Panglima KOSTRAD) karena dianggap bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan di Jakarta. Ia ingin menggantikannya dengan Mayor Jenderal Ibrahim Adjie, komandan Divisi Siliwangi yang ditempatkan di Jawa Barat. Namun, menurut koresponden, Ibrahim Adjie menolak tawaran Soekamo (lihat Twentsch dagblad Tubantia, 12-03-1966). Mengapa Ibrahim Adji menolak? Suatu teka-teki. Apakah Jenderal Abdul Haris telah memberi pesan kepada Ibrahim Adji agar tetap di posnya di Bandoeng (biar selamat)?  

Lantas bagaimana sejarah hubungan Abdul Haris Nasution, Alex E. Kawilarang, Ibrahim Adji dan Pierre Tendean? Seperti disebut di atas, keempat militer berbeda pangkat tersebut saling dekat satu sama lain. Lalu mengapa AE Kawilarang mengundurkan diri dari militer, Abdul Haris Nasution dan Pierre Tendean tertembak, dan Ibrahim Adji menolak untuk menggantikan Mayor Jenderal Soeharto di KOSTRAD? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (138): Abdul Haris Nasution dan Azmyn Yusri Nasution; Generasi Tempo Dulu, Generasi Masa Kini

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Beberapa hari terakhir ini nama Abdul Haris Nasution dan Azmyn Yusri Nasution muncul di media. Semua orang mengetahui siapa Abdul Haris Nasution dan hanya sebagian yang mengenal Azmyn Yusri Nasution. Lantas siapa  Azmyn Yusri Nasution? Tentulah mulai ada yang lupa  Azmyn Yusri Nasution pernah menjadi Panglima KOSTRAD (2011-2012). Lalu apa hubungannya antara Letnan Jenderal Azmyn Yusri Nasution dan Jenderal Abdul Haris Nasution? Tidak ada. Hanya kebetulan sama-sama marga Nasution. Dua Nasution ini beda generasi.  

Ayah Azmyn Yusri Nasution, Kolonel Muhammad Nurdin Nasution satu generasi dengan Abdul Haris Nasution. Dalam perang kemerdekaan Muhammad Nurdin Nasution berjuang di Sumatra Utara, sementara Abdul Haris Nasution di (pulau) Jawa, terutama di Jawa Barat. Abdul Haris Nasution memiliki pendidikan militer (pada era Hindia Belanda), sedangkan Muhammad Nurdin Nasution, seperti ayah saya bermula dari perang kemerdekaan. Muhammad Nurdin Nasution meneruskan menjadi militer Indonesia, sementara ayah saya tidak (usai perang ayah saya memilih menjadi pedagang dengan status Veteran Republik Indonesia). Ayah saya pernah bertemu dengan Muhammad Nurdin Nasution dan Abdul Haris Nasution di kampong saya di Padang Sidempoean. Rumah paman Abdul Haris Nasution beberapa rumah dari rumah kami dan pada saat Abdul Haris Nasution berkunjung saat itulah mereka bertemu. Sedangkan Muhammad Nurdin Nasution sebagai bupati Tapanuli Selatan dalam satu kesempatan pernah bertemu ayah saya. Mereka pernah berjuang di front yang sama pada era perang kemerdekaan (lihat artikel yang saya tulis tahun 10 tahun yang lalu (2011)  tentang Azmyn Yusri Nasution).

Lantas bagaimana sejarah Abdul Haris Nasution? Apa hubungan Azmyn Yusri Nasution  dengan Abdul Haris Nasution? Seperti disebut di atas, antara Azmyn Yusri Nasution dan Abdul Haris Nasution adalah generasi yang berbeda. Abdul Haris Nasution satu generasi dengan ayah Azmyn Yusri Nasution. Lalu apakah Abdul Haris Nasution menjadi idola Azmyn Yusri Nasution? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 27 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (137): Pers dan Kongres Mahasiswa Tempo Dulu; Indische Vereeniging hingga Perhimpunan Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam perjuangan menjadi Indonesia, pers mahasiswa dan organisasi mahasiswa pribumi juga aktif berpartsipasi dalam Kongres Mahasiswa. Pers mahasiswa adalah pers yang terdapat di lingkungan mahasisa dan kongres mahasiswa adalah kongres yang terjadi antara organisasi-organisasi mahasiswa. Organisasi mahasiswa pribumi pertama dibentuk di Belanda yang didirikan pada tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Dalam perkembangannya menyusul mahasiswa-mahasiswa Belanda yang berasal dari Hindia juga membentuk organisasi. Demikian juga organisasi mahasiswa Cina yang juga asal Hindia. Dalam konteks inilah terbentuk pers mahasiswa dan diselenggarakannya Kongres Mahasiswa (suatu kongres mahasiswa yang dianggap pertama di dunia).

Seperti halnya di Belanda tidak ada organisasi mahasiswa Belanda, demikian juga di Indonesia (baca: Hindia Belanda) tidak ada organisasi mahasiswa pribumi. Yang ada adalah organisasi mahasiswa Belanda, mahasiswa Cina dan mahasiswa pribumi asal Hindia Belanda (baca: Indonesia) di Belanda. Mengapa begitu? Yang jelas bahwa ketiga organisasi mahasiswa ini sama-sama memperjuangkan untuk kepentingan masing-masing di Hindia Belanda. Mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dalam tiga organisasi mahasiswa tersebut, bukan mahasiswa Belanda, tetapi mahasiswa asal Hindia Belanda di Belanda yang terdiri dari tiga faksi: mahasiswa Belanda, mahasdiswa Cina dan mahasiswa pribumi. Oleh karena tiga organisasi ini didirikan di Belanda, maka ketiganya pernah berkongres di Belanda. Dalam kongres ini ketiga organisasi ini masing-masing memperjuangkan kelompoknya. Kongres yang terbilang heboh adalah kongres yang diselenggarakan tahun 1919. Tiga mahasiswa pribumi yang paling vokal dalam kongres tersebut adalah Sorip Tagor Harahap, Dahlan Abdoellah dan Raden Goenawan. Ketua kongresnya adalah HJ van Mook yang kelahiran Semarang (kelak mennjadi Letnan Gubenrur Jenderal NICA 1944-1948). Lho, koq! Nah, itu dia.

Lantas bagaimana sejarah pers mahasiswa dan kongres mahasiswa? Seperti disebut di atas pers mahasiswa dan kongres mahasiswa hanya terjadi di Belanda. Di Indonesia (baca: Hindia Belanda) yang ada adalah pers pribumi dan kongres pribumi (tidak ada Belanda dan Cina). Pers mahasiswa pribumi berbaur dengan pers pribumi dan kongres mahsiswa digabungkan dengan kongres pribumi. Lalu bagaimana sejarah pers mahasiswa dan kongres mahasiswa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (136): Pribumi dan Pers Pribumi;Medan Perdamaian Medan Prijaji, Pewarta Prijaji dan Pewarta Deli

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pers berbahasa Melayu di Hindia Belanda sudah sejak lama ada. Ini seiring dengan semakin meningkatnya pendidikan penduduk yang sudah semakin banyak yang bisa baca tulis dan semakin meluasnya penggunaan bahasa Melayu. Awalnya pers bebahasa Melayu investasinya adalah orang Eropa/Belanda, tetapi kemudian secara perlahan bergeser menjadi investasi orang pribumi. Adanya pers pribumi, menjadi pemicu munculnya organisasi kebangsaan dan minat berpolitik. Seperti pernah dikatakan Dja Endar Moeda (1898) bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya: sama-sama untuk mencerdaskan bangsa.

Surat kabar berbahasa Melayu pertama terbit tahun 1856 di Surabaya yakni Soerat kabar Bahasa Melaijoe yang diterbitkan E. Fuhri & Co. Lalu pada tahun 1858 di Batavia terbit Soerat Chabar Batawie yang diterbitkan oleh Lange en Co. Surat kabar berbahasa Belanda juga terus bertambah. Surat kabar ketiga berbahasa Melayu terbit tahun 1860 di Batavai bernama Selompret Malajoe, Soerat Kabar Basa Malajoe Rendah yang diterbitkan oleh GCT van Dorp. Sejak itu surat kabar berbahasa Melayu terus bertambah dan berkembang. Surat kabar berbahasa Melayu pertama yang investornya pribumi dimulai di Padang. Pada tahun 1900 Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda mengakuisi surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat beserta percetakannya (percetakan Winkeltmaatschappij milik Paul Bauner & Co). Saat akuisisi percetakan Pertja Barat ini, Dja Endar juga editor Pertja Barat sejak 1897. Singkat kata: Dja Endar Moeda dapat dikatakan investor pertama pribumi di bidang media.

Lantas bagaimana sejarah awal pers pribumi di Indonesia (baca: Hindia Belanda)? Seperti disebut di atas pers pribumi tidak hanya berkembang di Sumatra tetapi juga di Jawa. Pernyataan Dja Endar Moeda tentang pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya untuk mencerdasakan bangsa diduga menjadi pemicu lahirnya organisasi kebangsaan pribumi (baca: Indonesia). Lalu bagaimana sejarah awal pers pribumi di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.