*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Bahasa Betawi sudah sejak lama diakui sebagai bahasa etnik. Bahasa yang kini setara dengan bahasa-bahasa etnik di Indonesia seperti bahasa Jawa, bahasa Madura dan bahasa Sunda. Tiga bahasa yang disebut terakhir tidak mirip bahasa Betawi, tetap bahasa Betawi mirip bahasa Melayu. Yang memiliki kedekatan dengan bahasa Melayu tidak hanya bahasa Betawi, juga antara lain bahasa Minangkabau, bahasa Ambon dan bahasa Aceh.
Bahasa Betawi sudah sejak lama diakui sebagai bahasa etnik. Bahasa yang kini setara dengan bahasa-bahasa etnik di Indonesia seperti bahasa Jawa, bahasa Madura dan bahasa Sunda. Tiga bahasa yang disebut terakhir tidak mirip bahasa Betawi, tetap bahasa Betawi mirip bahasa Melayu. Yang memiliki kedekatan dengan bahasa Melayu tidak hanya bahasa Betawi, juga antara lain bahasa Minangkabau, bahasa Ambon dan bahasa Aceh.
Bataviaasch nieuwsblad, 10-10-1902 |
Bahasa Betawi, penggunaannya hanya terbatas di
wilayah Batavia (baca: Jakarta), seperti halnya bahasa Ambon terbatas di Ambon.
Pada masa kini penyebaraan penggunaan bahasa Betawi tidak hanya di Jakarta
tetapi juga di Bekasi, Tangerang dan Depok. Wilayah-wlayah yang overlap dengan
pengguna bahasa Sunda. Di wilayah Jakarta sendiri pengguna bahasa terbanyak
adalah bahasa Indonesia. Pengguna bahasa terbanyak kedua di Jakarta adalah
bahasa Jawa. Namun dari segi asal-usul penutur di Jakarta ada perbedaan antara
bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Lalu seberapa dekat bahasa Betawi dengan
bahasa Indonesia? Jika tata bahasa Melayu telah disusun oleh Charles Adrian van
Ophuijsen, lantas mengapa tidak pernah ada penyusunan tata bahasa Betawi?
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Kamus dan Tata Bahasa Melayu: Inspirasi Charles Adriaan van Ophuijsen
Kamus awalnya adalah alih bahasa. Sebelum
kehadiran orang Eropa, tidak ada tiketahui kamus yang ditulis. Kamus pertama
yang dapat ditelusuri adalah kamus bahasa Melayu dengan bahasa Belanda yang
disusun oleh Frederik de Houtman (yang diselesaiakan di Atjeh dan
dipublikasikan di Eropa pada tahun 1603). Bentuk awal kamus ini, disusun
sendiri oleh Frederik de Hutman di Madagaskar (sebelum ekspedisi Cornelis de
Houtman tiba di nusantara). Frederik de Houtman adalah adik dari Coenelis de
Houtman yang memimpin ekspedisi pertama Belanda ke Nusantara (1595-1597). Orang
yang pertama secara akademis menyusun bahasa Melayu dan tata bahasa Melayu
adalah Charles Adrian van Ophuijsen.
Kamus
Melayu yang diterjemahkan ke bahasa Belanda ini secara terus menerus
dilengkapi. Orang Inggris juga menyusun kamus bahasa Melayu-Inggris yang
kemudian diperkaya oleh William Marsden (dan diterbirkan pada tahun 1811).
Kamus-kamus yang dikembangkan inilah kemudian menjadi dasar bagi Charles Adrian
van Ophuijsen untuk menyusun (kamus) bahasa Melayu dan tata bahasa Melayu (yang
diterbitkan pada tahun 1903).
Ketertarikan Charles Adrian van Ophuijsen
terhadap bahasa Melayu dan tata bahasa Melayu bukan di wilayah Melayu,
melainkan di wilayah Batak, tepatnya di wilayah Mandailing dan Angkola (kini
Tapanuli Bagian Selatan). Ini bermula ketika Charles Adrian van Ophuijsen jatuh
cinta kali pertama terhadap bahasa Batak pada tahun 1875. Kelak pada tahun
1908, orang yang pertama kali mengajar bahasa Melayu dan tata bahasa Melayu di
Universiteit Leiden adalah Charles Adrian van Ophuijsen sendiri yang dibantu
oleh guru yang berasal dari Mandailing dan Angkola, yakni Soetan Casajangan. Charles
Adrian van Ophuijsen memulai karir di Afdeeling Mandailing en Angkola.
Pada
bulan November 1876 Charles Adrian van Ophuijsen yang baru pulang dan studi di Belanda
ditempatkan sebagai pegawai rendah di kantor Gubernur Sumatra’s Westkust di
Padang (Charles berangkat ke Belanda pada usia delapan tahun). Sebulan kemudian
Charles diangkat sebagai panitera dan ditempatkan di kantor Controleur di
Panjaboengan, Afdeeling Mandheling en Ankola. Di tempat baru ini Charles juga
merangkap sebagai postkommies, juru sita dan petugas catatan sipil. Saat
penempatan Chrales ini, penduduk Mandailing en Angkola masih membicarakan
Willem Iskander yang belum lama meninggal di Belanda pada tanggal pada tanggal 8 Mei 1876 pada d usia 36 tahun
(Algemeen Handelsblad, 21-05-1876). Sati Nasution alias Willem Iskander adalah
kepala sekolah guru (Kweekschool) di Tanobato di Mandailing en Angkola, sekolah
yang didirikannya pada tahun 1862. Willem Iskander berangkat studi ke Belanda
tahun 1857 adalah pribumi pertama yang bersekolah jauh ke negeri Belanda.
Sepeninggal Willem Iskander sebuah buku terkenal yang dihasilkannya adalah
sebuah buku kumpulan puisi dan prosa yang berjudul Sibulus-bulus,
Sirumbuk-rumbuk.
Dalam kehadirannya di Panjaboengan, Afdeeling Mandailing
en Angkola, waktu Charles Adrian van Ophuijsen lebih banyak dimanfaatkan untuk
belajar bahasa dan sastra Melayu dan bahasa dan sastra Batak daripada tugas
utamanya sebagai pegawai pemerintah. Lambat laun Charles Adrian van Ophuijsen
mulai nyaman dengan pekerjaan sampingan sebagai pembelajar bahasa dan sastra
dan sebaliknya tugas sebagai pegawai administrasi pemerintah mulai tidak
bersemangat. Satu kejadian tidak terduga ketika Gubernur Jenderal berkunjung ke
Afdeeling Mandailing dan Angkola pada tahun 1878, Gubernur Jenderal mendapat
laporan bahwa Charles Adrian van Ophuijsen sangat menyukai bahasa dan sastra.
Sehubungan dengan kekurangan guru di sekolah guru di Hindia, sang Gubernur
Jenderal yang saat itu tengah berada di Panjaboengan menawarkan kepada Charles
Adrian van Ophuijsen untuk menjadi guru. Charles Adrian van Ophuijsen
menyambutnya dengan antusias. Inilah awal karir baru Charles Adrian van
Ophuijsen. Di dalam tempat sunyi di pedalaman, Charles Adrian van Ophuijsen dalam
bahasa dan sastra bersemi di Panjaboengan, tempat kelahiran sastrawan besar pribumi
bernama Sati Nasution alias Willem Iskander.
Dengan
makalah yang telah disusun di Panjaboengan, Charles Adrian van Ophuijsen
berangkat ke Padang untuk memenuhi undangan suatu komite yang dibentuk untuk
menguji kemampuan Charles Adrian van Ophuijsen. Dalam ujian yang diberikan
dengan makalah yang terpuji, Charles Adrian van Ophuijsen dinyatakan lulus
sebagai kandidat guru pada bulan Mei 1879.
Pada
bulan ini juga, Kweekschool Padang Sidempoean dibuka yang mana sebagai direktur
adalah Mt. Harmsen. Saat register jumlah siswa yang diterima terdapat sebanyak
22 siswa yang berasal dari seluruh Tapanoeli. Dalam pembukaan ini turut hadir Residen
Tapanoeli di Sibolga, Asisten Residen Mandailing en Angkola di Padang
Sidempoean dan para pejabat tinggi di Sibolga serta para pejabat dan para tokoh
adat di seluruh Afdeeling Mandailing en Angkola. Yang memberi kata sambutan
dari kaum adat diwakili oleh Mangaradja Soetan, Koeria Bataoenadoea. Mangaradja
Soetan adalah alumni pertama sekolah guru Tanobato yang diasuh oleh Willem
Iskander.
Charles
tampaknya kecele, ingin ke Padang Sidempoean, malah pada bulan Desember tahun
itu juga justru ditempatkan ke Kweekschool Probolinggo untuk mengajar Bahasa
Melayu. Pemahaman Charles tentang bahasa Melayu dan fasih menggunakannya
diperoleh di Mandailing. Tulisannya yang berjudul 'Kijkjes in Het Huiselijk
Leven Volkdicht (Pengamatan Kehidupan Kekeluargaan Orang Batak) dipublikasikan
pada tahun 1879. Walau begitu Charles tetap respek, malah pada Mei 1880 Charles
diangkat sebagai anggota Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen
(semacam perhimpunan ilmu dan pengetahuan) di Batavia. Lembaga ini menemukan
seorang yang berprofesi guru sebagai peneliti muda yang paling menjanjikan.
Sementara sebagai guru permanen, baru diperolehnya pada bulan Oktober 1881
setelah mengikuti dan lulus ujian di Djawa pada bulan Mei sebelumnya. Sejak
November 1881, Charles atas pertimbangan karena bakat yang luar biasa, dia
dibebaskan dari uang iuran anggota perhimpunan.
Setelah bertugas di Kweekschool Probolinggo
selama dua tahun, kemudian Charles dipindahkan ke Kweekschool Padang Sidempoean,
ibukota Afdeeling Mandheling en Ankola (De locomotief: Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 02-12-1881). Ini berarti, Charles akan kembali ke daerah
dimana dia pertama kali bekerja sebagai PNS selama tiga tahun di kantor
Controleur di Panjaboengan, Onderfadeeling Groot Mandheling—situs dimana dia
pertama kali melakukan studi bahasa dan masyarakat dan tempat dimana Charles
menjadi fasih berbahasa Batak dan bahasa Melayu.
Charles
Adrian van Ophuijsen dipindahkan ke sekolah guru di Padang Sidempoean seakan
kembali ke rumah. Selain ingin mengembangkan studi bahasa dan sastra Batak,
Charles Adrian van Ophuijsen juga akan mempelajari bahasa dan sastra Melayu di
daerah non-Melayu di Padang Sidempoean, ibukota baru Afdeeling Mandailing dan
Angkola. Setelah semua urusan di Probolinggo selesai CA van Ophuijsen ingin
segera ke Padang Sidempoean untuk mengajar dan sekaligus melakukan riset di
afdeeling dimana dia memulai pertama kali melakukan pengumpulan bahan-bahan
riset bahasa dan sastra. Dengan bekal sebagai beslit guru dan kartu anggota
lembaga ilmu pengetahuan, dan selama di Probolinggi Charles tidak sempat lagi
mengumpulkan bahan-bahan karena sibuk dengan analisis dan penulisan. Kini,
Charles kembali ke laboratorium alamnya di Mandheling en Ankola, Rasidentie
Tapanoeli. CA van Ophuijsen adalah anak dari JWH van Ophuijsen, pendiri sekolah
guru di Fort de Kock. Like father, like son.
Guru tetaplah guru, tapi Charles juga melihat hal
yang lain diluar tupoksi seorang guru. Dengan menyadari dan semakin intens
dengan pelajaran Bahasa Melayu, Charles mengktitisi prakteknya dengan membuat
catatan (pertanyaan dan komentar) tentang penggunaan Bahasa Melayu. Tulisannya
tentang hal itu kemudian diterbitkan dalam De Indische Gids edisi 1882. Dengan
tulisan ini kemampuan riset Charles menjadi bahan pembicaraan di kalangan akademisi
Belanda di Nederlansche Indie. CA van Ophuijsen meneliti di Mandheling en
Ankola dan menulis di Padang Sidempoean tempat terpencil di pedalaman Sumatra,
tetapi publisitasnya bergaung besar di Batavia.
Sudah barang
tentu, selama di Afdeeling Mandailing en Angkola, CA van Ophuijsen telah
mengetahui buku kamus dan buku tata bahasa Batak yang ditulis oleh Mr. van der
Tuuk, Ph.D tahun 1857 (saat keberangkatan Willem Iskander pergi studi ke
Belanda). Buku kamus dan tata bahasa Batak ini yang digunakan oleh Willem
Iskander di sekolah guru Tanobato dan tetap digunakan oleh para eks
murid-muridnya yang kini menjadi guru. Kamus dan tata bahasa Batak adalah yang
pertama disusun secara akademis di nusantara. Selama di Padang Sidoempoean, menurut
C. Snouck Hurgronje dalam memoirnya bahwa CA van Ophuijsen bagaikan seorang
profesor fisika atau mata pelajaran medis, yang memiliki asisten laboratorium
yang terampil dan satu pilihan co-siswa yang sesuai. Itulah dunia van Ophuijsen
di Padang Sidempoean. Satu orang yang disebut co-siswa (asisten) ini adalah
Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, anak Mangaradja Soetan di Padang
Sidempoean. Like father, like son.
Tanpa perlu diceritakan panjang lebar, kamus dan
tata bahasa Batak inilah yang menjadi inspirasi bagi, CA van Ophuijsen untuk mulai
menyusun kamus dan tata bahasa Melayu. CA van Ophuijsen, sejak ditempatkan
sebagai guru di Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1881 berlangsung
secara terus menerus selama delapan tahun, yang mana lima tahun terakhir CA van
Ophuijsen sebagai Direktur Kweekschool Padang Sidempoean, CA van Ophuijsen
berhenti sebagai direktur sekolah karena pada tahun 1889 diangkat sebagai
Direktur Pendidikan Pribumi di Province Sumatra’s Westkust.
Kamus dan Tata Bahasa Betawi
Sebelum adanya buku tata bahasa Melayu, sudah
terbit sejumlah kamus dan tata bahasa lainnya di Nusantara. Selain tata bahasa
Batak yang pertama, muncul tata bahasa Lampong, Bali dan tata bahasa Jawa. CA
van Ophuijsen yang menjadi Direktur Pendidikan Pribumi di Province Sumatra’s
Weskut (dari Bengkoelen hingga Singkil, termasuk Tapanoeli) dan sebagai anggota
tetap lembaga ilmu pengetahuan terus memperkaya dan mendalami bahasa dan tata
bahasa Melayu. Akhirnya CA van Ophuijsen menerbitkan kamus dan tata bahasa
Melayu (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-10-1902). Buku ini sangat dipuji oleh
berbagai media karena sangat baik untuk sekolah pribumi dan juga dianjurkan
bagi orang Eropa yang ingin belajar bahasa Melayu. Bekal inilah yang kemudian
mengantarkan CA van Ophuijsen untuk diangkat sebagai guru besar (Profesor) bahasa
dan tata bahasa Melayu di Universiteit Leiden.
Pada
bulan Maret 1904 CA van Ophuijsen diberitakan mengundurkan diri sebagai
Direktur Pendidikan Pribumi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-03-1904). Tidak
lama kemudian juga diketahui bahwa guru pribumi di Padang Sidempoean, Soetan Cesajangan
meminta dan memperoleh pengunduran dirinya agar dapat berlayar ke Eropa bulan
berikutnya untuk melanjutkan studi di Belanda dengan biaya sendiri (lihat Provinciale
Drentsche en Asser courant, 26-07-1904).
Setelah CA van Ophuijsen berangkat ke Belanda lalu menyusul Soetan Casajangan dari
Batavia 5 Juli 1905 dan tiba di Rotterdam 30 Juli 1905 (lihat manifest
keberangkatan kapal Prinses Juliana Batavia-Amsterdam yang dimuat di koran
Belanda yang terbit di Amsterdam tanggal 5 Juli 1905). Sehari setelah tiba di
Belanda, Soetan Casajangan menemui CA van Ophuijsen di rumahnya di Leiden.
Ilmu
dan pengetahuan itu tidak berjauhan tetapi saling berdekatan satu sama lain
sehingga saling mempengaruhi (bersifat relasional). Ilmu dan pengetahuan itu
tidak muncul tiba-tiba. Ilmu dan pengetahuan itu tumbuh dan berkembang diantara
yang berdekatan dan berlangsung secara terus menerus. Kehadiran CA van
Ophuijsen tidaklah ujug-ujug. Demikian juga kamus dan tata bahasa Melayu tidak
pula muncul ujug-ujug. Sangat naif itu semua dikatakan hanya ujug-ujug. Azas berdekatan
dan saling berpasangan (bersifat kolegial) dalam perjalanan waktu (time-series)
secara kontekstual adalah format (sistem) ilmu pengetahun. Banyak ahli sejarah
(sejawaran) mengabaikan azas ini dalam penulisan sejarah, termasuk sejarah tata
bahasa di Nusantara.
Bahasa Betawi haruslah dapat ditrace ke masa
lampau. Bahasa Betawi belumlah lama, tetapi sebaliknya bahasa Melayu sudah ada
sejak jaman kuno. Kamus bahasa Betawi paling tidak sudah diterbitkan pada tahun
1868. Kamus bahasa Betawi ini diberi judul ‘De Djoeroe basa Betawi’ yang
diterbitkan oleh HM van Dorp. Bahasa Betawi yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Belanda tersebut, sangat mirip dengan bahasa Melayu.
Untuk
sekadar gambaran tentang isi kamus Betawi-Belanda ini dapat dicatat sebagai
berikut. Tentu saja tidak ditemukan kata ‘gue/gua’ sebab yang entri yang ada
alah ‘akoe’; tidak ada babeh, yang ada bapa. Yang sudah eksis misalnya kata bangor,
bonyok, emper, enteng, goblok, ogah, omong, uber dan udut. Selain kata/entri
yang sma dengan bahasa Melayu juga terdapat bahasa serapan dari bahasa Jawa dan
bahasa Soenda. Secara umum bahasa (kosa kata) Betawi sangat mirip kosa kata (bahasa)
Melayu
Para
penutur asli bahasa Melayu dapat dikatakan sebagai orang (etnik) Melayu. Di
berbagai tempat di nusantara, selain di Sumatra, komunitas orang Melayu diantaranya
terdapat di Ambon, Makassar, Soerabaja, Semarang, Banten dan Chirebon, serta pelabuhan-pelabuhan
kecil yang dianggap penting diantara Banten dan Chirebon seperti Tanara,
Tangerang, (Soenda) Kalapa, Krawang dan Indramajoe. Orang-orang Melayu sendiri selain
banyak yang menjadi pedagang antar pulau yang piawai dan bermukim di berbagai tempat
orang-orang Melayu umumnya sebagai nelayan dan berdiam di antara selat antara
Sumatra dan Semenanjung.
Orang-orang Eropa (sejak era Portugis) yang
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dalam hubungannya dengan
perdagangan yang dilakukan menyebabkan bahasa Melayu menjadi kerap digunakan di
bandar-bandar yang ada di sepanjang pantai. Orang Portugis yang berbasis di
Malaka (daerah yang menggunakan bahasa Melayu) banyak dibantu oleh orang-orang
Melayu dalam perdagangan ke tempat yang jauh seperti Maluku dan Jawa,
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar