*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
Apakah ada sejarah kopi Bali? Ada, Bagaimana sejarah kopi Bali? Nah, itu dia. Sejauh ini kurang terinformasikan. Okelah, sambil seruput kopi, kita coba cari tahu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Sebab menurut mereka, sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri maupun para penikmat kopi akan menciptakan imajinasinya sendiri.
Pada masa kini kopi Kintaani Bali cukup populer. Lantas bagaianana itu bermula? Yang jelas orang Bali sejak era VOC menolak menanam kopi. Apa sebab? Itu adalah satu hal. Hal lain adalah bagaimana kopi Kintamani bisa muncul dan tetap bertahan hingga ini hari? Pertanyaan-pertanyaan tersebut memicu kita untuk mencari jawab. Seruput kopi tidak akan enak jika sejarah kopi yang diminum tidak mengetahui sejarahnya. Sambil seruput kopi kita lacak ke sumbernya.
Introduksi Kopi di Bali
Kapan introduksi kopi di Bali tidak diketahui secara pasti. Namun keberadaan kopi di Bali paling tidak sudah diketahui pada tahun 1843 (lihat Javasche courant, 16-09-1843). Disebutkan kapal berbendera Hindia Belanda dari Bali tiba di Soerabaja, diantaranya membawa 165 picol kopi. Namun setelah itu tidak pernah ada lagi kabar kopi dari Bali. Keberadaan kopi Bali kembali muncul pada tahun 1869 (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 12-07-1869). Disebutkan kopi Bali dipatok dengan harga f23 di Rotterdam namun disebutkan belum ada permintaan ekspor. Beberapa bulan kemudian diberitakan bahwa kopi asal Timor di Rotterdam dengan harga f30. Disebutkan kopi Timor cukup enak tapi rasanya agak tidak murni. Beberapa bulan kemudian diberitakan bahwa persediaan kopi di Bali sudah cukup dan siap diekspor dengan kisaran harga f18 dan f20 (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 16-11-1869).
Pengembangan kopi di Bali diduga baru dimulai setelah Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintah di Bali yakni di Afdeeeling Boeleleng dan Afdeeling Djebrana sejak 1857. Seperti di wilayah lain, pengembangan kopi dilakukan oleh pemerintah, sudah barang tentu kopi di Bali juga dikembangkan oleh pemerintah. Oleh karena pengembangannya masih baru, maka kopi Bali belum dikenal di pasar dunia di Eropa (Rotterdam atau Amsterdam). Sebaliknya kopi Timor sudah lebih dikenal dari kopi Bali karena Pemerintah Hindia Belanda lebih dulu membentuk cabang pemerintahan di Timor (termasuk pulau-pulau sekitar seperti Flores).
Introduksi kopi di Jawa sudah dimulai pada tahun 1710 yang dimulai di sekitar Batavia yang kemudian meluas ke Priangan (1713), Semarang (1724) dan terakhir di Oost Java (Malang). Bibit-bibit kopi ini didatangkan dari Malabar, India. Tokoh terkenal introduksi kopi ini di Hindia adalah Abraham van Riebeeck. Sementara itu introduksi kopi di Sumatra (pantai barat Sumatra) yang mengintroduksinya adalah Inggris yang juga mendatangkan bibit dari Malabar pada tahun 1790an (sehubungan dengan pemindahan pos perdgangan Inggris dari Ambonia ke Bengkoelen). Sebagaimana diketahui Inggris menggantikan koloni Belanda di Malabar. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, bibit-bibit kopi ke pantai barat Sumatra tidak lagi didatangkan dari Malabar tetapi dari Jawa. Pemerintah Hindia Belanda membuka cabang pemerintahan di Tapanoeli kali pertama di afdeeeling Mandailing en Angkola pada tahun 1840.
Lantas sejak kapan kopi diintroduksi di Bali? Tampaknya belum begitu lama. Meski produksi kopi Bali sudah terdeteksi perdagangannya di Soerabaja pada tahun 1843, namun setelah itu tidak muncul lagi. Heinrich Zollinger (1847) menyatakan kopi di Bali (dan juga di Lombok) tidak ditanam dan ada pelarangan menanam kopi. Menurut Zollinger pelarangan tersebut oleh para radja-radja untuk mencegah masuknya orang asing. Bahkan radja Bali Selaparang di Lombok melarang penjualan opium kepada penduduk.
Secara historis hubungan Belanda dengan Bali sejak era VOC terbilang paling akrab. Meski demikian, radja-radja Bali cenderung mencegah keterlibatan orang asing di pedalaman, Boleh jadi, ketika pemerintah VOC telah mengintroduksi kopi di Midden Java dan Oost Java, radja-radja Bali tidak bersedia mengadopsinya. Radja-radja Bali dan juga Lombok cenderung mengandalkan perdagangan beras dan kapas yang merupakan produk tradisional.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sejarah Kopi Kintamani di Bali
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Lampiran:
Tabel-1. Jumlah produksi kopi berdasarkan jenis kopi menurut wilayah di Indonesia 1920 (dalam pikul) |
||||
Jenis kopi |
Sumatra |
Jawa |
Sulawesi dan Bali |
Total |
Liberia |
14.972 |
6.243 |
2.074 |
23.289 |
Jawa |
16.312 |
24.291 |
70.621 |
111.224 |
Robusta |
411.235 |
256.645 |
4.998 |
672.878 |
Total |
442.519 |
256.645 |
4.998 |
807.391 |
1 pikul= £ 136 |
Tabel-2. Deskripsi singkat kopi terkenal di Sumatra |
|
District, Market Names and Gradings |
Trade Values and Cup Characteristics |
Mandheling (Mandailing) |
The best coffee in the world"; also the highest priced. Formerly a Government coffee. Yellow to brown, large-sized bean; dully roast, but free from quakers. It is of heavy body, exquisite flavor and aroma |
Ankola (Angkola) |
Formerly a Government coffee. Large fat bean, making a dull roast. Second only to Mandhelings; it has a heavy body and rich, musty flavor. |
Siboga (Sibolga) |
A harder bean Ankola; sometimes called Private Estate Ankola. |
Ayer Bangies (Air Bangis) |
Government coffee. Large even bean, with Mandheling and Ankola; of a delicate flavor but not much body. |
Coffee beans origins:
ORIGIN |
OVERALL QUALITY |
CHARACTERISTICS |
LOOK FOR |
BRAZIL |
Average |
Sweet (some describe it as "fruity"), neutral |
Bourbon Santos |
COLOMBIA |
Good to excellent |
Sweet, good flavor, full body, slight acidity. |
Medellin, Armenia, Manizales. Regardless of origin, Supremo is highest grade. |
COSTA RICA |
Excellent |
Hearty, rich |
Tarrazu, Tres Rios, Heredia, Alajuela. "Strictly hard bean" is best grade. |
DOMINICAN REPUBLIC |
Above average to excellent |
Varies. Bani is more mellow, while Barahona is heavier and more acidic. |
Bani, Ocoa, Barahona |
ECUADOR |
Average to above average |
Sharp acidity. May be hard to find in stores. |
N/A |
EL SALVADOR |
Average |
Medium acidity, neutral to mild flavor |
High grown |
ETHIOPIA |
Inconsistent, in part because of internal political problems |
Sweet flavor with floral aroma. Much of the coffee is harvested from wild trees. |
Yergacheffe, Harrar, Djimma |
GUATEMALA |
Excellent |
Rich, spicy or smoky flavor (growers burn pitch near the plantations in severe weather to protect their crops; this smoke lends the beans their beans distinctive flavor). |
Antigua, Coban, Huehuetenango. "Strictly hard bean" best available grade. |
HAITI |
Above average |
Sweet, mellow, fair-bodied with a soft, rich flavor. Continuing political problems in Haiti may make its coffees difficult to find. |
Best grade is "strictly high-grown washed." |
JAMAICAN HIGH MOUNTAIN |
Excellent |
Rich, full-bodied, and well balanced |
Wallensford Blue Mountain, Silver Hill Estate Mountain. Watch out for "Blue Mountain style," a blend of beans intended to have the same flavor characteristics as Blue Mountain, but which may contain no beans from that plantation. |
JAMAICAN LOW MOUNTAIN |
Average to below average, far inferior to Jamaican high mountain |
Often used as filler in cheaper coffee blends |
N/A |
JAVA (Indonesia) |
Good |
Spicy or slightly smoky, full-bodied, with a strong flavor and little acidity |
Rare Old Java |
KENYA |
Excellent |
Full-bodied, rich, a bit winy, with a hint of black currant |
AA is best grade |
KONA (Hawaii) |
Above average to excellent |
Smooth and mild, rich flavor, medium acid |
N/A. Watch out for "Kona style," which may have similar flavor but is not required to contain any Kona beans. |
MEXICO |
Above average |
Fine acidity, light, delicate body, and pleasantly mellow flavor. |
Chiapas (Tapachula), Coatepec, Oaxaca |
ORIGIN |
OVERALL QUALITY |
CHARACTERISTICS |
LOOK FOR |
MOCHA JAVA |
Usually above average |
Mocha Java is actually a mixture of one part Yemen Mocha beans to two parts Java Arabica beans. The combination makes a more complete coffee than either alone. |
N/A |
NEW GUINEA |
Above average |
Similar to Java, but more understated |
Arona |
NEW ORLEANS COFFEE |
Usually above average |
Coffee isn't grown in New Orleans, but the area has become known for this blend, a dark-roasted coffee blended with the root chicory. |
Cafe Du Monde is most well-known brand name |
NICARAGUA |
Inconsistent, can be above average |
Fair acidity, mild flavor, medium to light body |
Jinotega, Matagalpa |
PERU |
Inconsistent, can be above average |
Good flavor, with medium body, mild acidity, aromatic |
Chanchamayo |
SUMATRA |
Above average |
Very rich, full-bodied, fairly acidic |
Ankola, Mandheling |
TANZANIA |
Average |
Sharp, winy, acidic, rich, medium to full body |
Moshi, Kilimanjaro, Arusha; high-grade AA |
UGANDA |
Above average |
Similar to Kenya, but with lighter body |
Arabica beans rather than robusto; best region is Bugishu |
VENEZUELA |
Average to above average |
Low acidity, may be sweet, delicate. |
Maracaibos: Merida, Trujillo, Tachira. Best grade is Lavado Fino. |
YEMEN (Mocha) |
Excellent |
Small beans, with winy, smooth flavor, spicy aftertaste |
N/A |
ZIMBABWE |
Above average to excellent |
Winy, lighter-bodied with spicy aftertaste. |
Washed coffee |
*Sumber: 'All About Coffee' oleh William H. Ukers. New York, June 17, 1922
Tidak ada komentar:
Posting Komentar