*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini
Bagaimana
sejarah (kepulauan) Andaman? Siapa yang peduli. Okelah. Karena tidak ada yang
peduli disitulah perlu juga dipelajari sejarahnya, paling tidak dari sudut
pandang Aceh. Sebab dengan mempelajari sejarah Andaman, langsung atau tidak
langsung tentu akan dapat memperkaya pemahaman kita tentang sejarah Aceh
sendiri. Pendekatan ini dapat dikatakan sebagai metodologi sejarah yang tidak lazim,
Namun dalam permainan voli adakalanya diperlukan seorang tosser (pengumpan).
Laut Andaman adalah laut yang terletak di
tenggara teluk Benggala, utara Aceh, barat Myanmar dan Thailand. Laut Andaman merupakan
bagian dari Samudra Hindia dengan panjang 1200 Km (utara-selatan) dan lebar 650
Km (timur-barat) dengan luas 800.000 kilometer persegi. Kedalaman rata-ratanya
adalah 870 meter dan laut terdalam 3.777 meter. Dalam peta-peta lama nama
kepulauan adakalnya disebut Kepulauan Andaman dan Nicobar. Kepulauan Andaman ke
arah utara dan kepulauan Nicobar ke arah selatan, Namun nama laut hanya menggunakan
nama Andaman. Wilayah Kepulauan Andaman dan Nicobar ini menjadi bagian dari (teritorial)
India yang dibagi ke dalam tiga wilayah (distrik), yakni: Distrik Andaman Utara
dan Tengah, Distrik Andaman Selatan dan Distrik Nikobar. Wilayah kepulauan di
Laut Andaman ini dalam sejarahnya tidak pernah terhubung dengan Belanda, tetapi
hanya dengan Austria, Denmark dan Inggris plus Jepang. Kepulauan Andaman dan
kepulauan Nicobar pada masa ini memiliki penduduk sekitar 350.000 jiwa.
Lantas
apa pentingnya sejarah (kepulauan) Andaman bagi Aceh? Tentu saja karena sangat dekat dengan Aceh. Namun
yang lebih penting dari itu adalah mengapa laut di sekitar disebut Laut Andaman
dan mangapa tidak diberi nama Laut Atjeh? Dalam hal ini bagaimana hubungan Atjeh dan Andaman
(dan sebaliknya). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan
artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel
saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja*.
Nama Andaman: Atjeh vs Aroe
Sebelum
kehadiran orang Eropa (Portugis di Malaka, 1511), kerajaan Atjeh bersaing
dengan kerajaan Aroe (lihat Mendes Pinto, 1539). Kerajaan Aroe menguasai selat
Malaka dan kerajaan Atjeh menguasai perairan laut utara Sumatra. Dua kerajaan
ini di atas perjanjian damai, kerajaan Atjeh melanggarnya yang menyebabkan
jatuhnya Pacem (Pasai) dan terjadinya perang di Iacur dan Lingua.
Kerajaan Malaka pernah diserang kerajaan Aroe
(namun tidak diduduki), mengindikasikan kerajaan Malaka lemah. Faktor ini
diduga menjadi pangkal perkara Malaka dapat diserang Portugis dan kemudian
Portugis mendudukinya (untuk endapatkan tempat untuk dijadikan pusat
perdaganganya). Kerajaan Aroe sendiri berada di pantai timur Sumatra di daerah
aliran sungai Baroemoen (Padang Lawas, Tapanulu). Tiga putra Radja Aroe terbunuh
oleh kerajaan Atjeh di Iacur dan Lingua. Kerajaan Atjeh dengan tentara Turki
menyerang Pacem (Pasai) sebelum terjadi pertempuran di Iacur dan Lingua. Atas
kehilangan tiga putra ini, Radja Aroe, Batak Kingdom membuat aliansi di
Semenanjung Malaya (Malaka) dengan Portugis. Catatatn: Pacem berada di
Lhoksukon atau Lhoknibung yang sekarang (antara sungai Pase dan sungai Ambuara
atau Jambu Air). Sungai Ambuara adalah sungai terbesar kedua di bagian utara
pulau Sumatra (setelah sungai Baroemoen). Sungai Ambuara ini bermuara di Gayo
(sekitar danau Laut Tawar). Dimana posisi GPS Iacur dan Lingua? Iacur diduga Nagur di Simalungun; Lingua diduga
Lingga di Tanah Gayo.
Setelah
jatuhnya Pasai, dan terbunuhnya putra-putra Radja Aroe di Iacur dan Lingua,
kerajaan Atjeh semakin kuat dengan tentara Turki dan semakin meluas wilayahnya.
Dalam situasi inilah memuncak persaingan antara kerajaan Atjeh (Persia dan Turki)
dan kerajaan Aroe (Moor dan Portugis). Dua kekuatan inilah yang menjadi
polarisasi navigasi pelayaran. Kerajaan Aroe di selat Malaka bagian tengah dan
selatan; kerajaan Atjeh di selat Malaka bagian utara dan perairan kepulauan
Nicobar dan Andaman.
Sejarah spasial (pulau) Sumatra dapat
dihubungkan pada tiga era: Penduduk asli Sumatra awalnya berada di belakang
pantai tempat dimana terdapat danau: danau Tangse dan danau Takengon (Gayo);
danau Toba dan danau Siais (Batak), danau Maninjau, danau Singkarak dan danau
Kerinci (Minangkabau pra Pagaroejoeng) dan danai Ranau (Komering dan Lampong).
Pada saat itu pulau Sumatra masih sangat ramping (belum terbentuk daratan
Manggala, Palembang, Djambi, Indragiri, Siak, Rokan, Laboehan Batoe, Tandjoeng
Balai, Pulau Sicanang, Lhokseuawe, Pedir dan Atjeh. Pada era ini masuknya
orang-orang India-Ceylon beragama Boedha-Hindoe. Hal itulah mengapa penduduk di
sekitar danau dari Ranau hingga Tangse memiliki aksara yang mirip satu sama
lain. Beberapa flora dan fauna didatangkan ke Sumatra. Pinus ke Kerinci, ke
Siais dan Takengon; gajah, harimau dan orang utan (Siais dan Takengon). Agama
Boedha-Hindoe tidak berkembang lebih lanjut di Sumatra (tetapi tidak demikian
di Jawa). Oleh karena itu penduduk-penduduk asli Sumatra kebali pagan. Beberapa
situs peradaban Boedha-Hindoe yang tersisa di Sumatra antara lain prasisti
Kedukan Bukit, candi Simangambat (Siais). Candi Padang Lawas dan candi Muara
Takus. Dengan semakin berkembangnya penduduk asli di pedalaman, melalui
perantara pedagang-pedagang India muncul kota-kota perdagangan seperti
Martapura (Lampong), Loeboek Linggau-Palembang, Muara Tebo-Telainapura-Djabi,
Rengat-Indtragiri, Bangkinang-Siak, Pasir Pangaraian (Rokan), Panai
(Baroemoen), Oedjoeng Gading (Pasaman), Lingga Bajoe (Batang Natal), Loemoet,
Baroes, Bandar Kalifah, Kampei (Hamparan Perak), Lhoknibong dan Loksoekon
(Pasai), Singkil, Daja, Pedir dan Atjeh. Pada kota-kota pelabuhan inilah pedagang-pedagang
Islam datang yang kemudian membentuk koloni (kerajaan dan kesultanan). Pada era
Islam ini (Persia) kerajaan-kerajaan pagan di masih eksis di pedalaman
(termasuk Kerajaan Mianangcabo dan Kerajaan Aroe). Semakin menguatnya
kerajaan-kerajaan pantai (kesultanan), kerajaan-kerajaan di pedalaman mulai
memudar. Pada saat mulainya memudar kerajaan-kerajaan di pedalaman, muncul
orang-orang Eropa (Portugis) yang didahului oleh orang-orang Moor beragama
Islam dari Afrika Utara (Mauretania, Morocco dan Tunisia) yang malenggangkan
tradisi Islami. Bersamaan dengan kehadiran Eropa-Portugis, Kerajaan Atjeh
menguat yang lalu menaklukkan Pasai yang kemudian memuncak persaingan kerajaan
Atjeh (Islam) yang diperkuat Turki dengan kerajaan Aroe (pagan) yang diperkuat
orang Moor (dan membuat aliansi dengan Portugis di Malaka). Catatan: Kota
Malaya lebih dulu eksis dari Kota Atjeh. Kota Malaya sendiri terbentuk pada
abad ke-13 oleh orang-orang Islam, suatu tempat yang sebelumnya dihuni oleh
pedagang-pedagang India. Nama Malaya merujuk pada nama Himalaya.
Pedagang-pedagang Moor menyebut Malaya sebagai Malaka. Orang-orang Moor sendiri
bermukim di Muar (tanggara Malaka). Nama Muar merujuk pada nama Moor kemudian
Moar, Moear dan kini Muar. Orang Moor adalah pedahulu (predecessor) orang
Portugis. Orang Portugis kemudian mencatat Malaka sebagai Malacca. Sebelum
terbentuk pemukiman di Malaya jauh sebelumnya di daerah aliran sungai Baroemoen
sudah membentuk koloni di sungai Angkola (Danau Siais) dan percandian Padang
Lawas dibangun pada abad ke-11. Orang-orang India di Angkola dan Padang Lawas
tidak masuk dari pantai timur Sumatra melainkan dari pantai barat Sumatra di
dekat Danau Siais (kini Tapanuli Selatan). Koloni India di daerah aliran sungai
Angkola dan sungai Baroemoen ini menyeberang ke semenanjung di Malaya (kemudian
muncul nama Muar di tenggara Malaya).
Perluasan
kekuatan kerajaan Atjeh tidak hanya di Pedir (Pidie) dan Pasai (Pacem), juga
Daja. Dalam perkembangan lebih lanjut di pantai barat Sumatra mencapai Labo (Meulaboh)
dan Singkil, sementara di pantai timur menacapai Tamiang hingga Deli
(berhadapan dengan Siak-Djohor). Dalam perkembangan lebih lanjut di pantai
barat Sumatra semakin meluas ke Baros, (teluk) Tapanoeli, Natal, Airbangis,
Pasaman, Ticoe, Pariaman dan Padang (berhadapan dengan Indrapoera-Djohor).
Kerajaan (kesultanan) Atjeh memiliki aliansi
dengan Perak-Kedah yang berhadapan dengan Portugis di Malaka dan Djohor. Lantas
bagaimana kesultanan Atjeh dengan pantai barat Siam dan Pegu, Arakan? Dalam situasi dan
kondisi inilah kepulauan Nicobar dan kepulauan Andaman penting bagi kesulatan
Atjeh (sebagai area transit perdagangan) seperti halnya kesultanan Ternate ke
Mindanao (Filipina) melalui wilayah transit (kepulauan Sangir dan kepulauan
Talaut) dan kerajaan Djohor ke Borneo dan Mindanao melalui kepulauan Natoena dan kepualaun
Soeloe. Sementara Belanda (VOC) di Jawa, Bali dan Amboina, semakin menguat
Spanyol di Luzon (Filipina) membuat ruang jelajah perdagangan Djohor terbatasi.
Demikian juga Inggris yang semakin menguat dai di India dan Bengalen membuat
ruang jelajah perdagangan Atjeh terbatasi.
Nama
Andaman dan Nikobar (Nikubar) sudah diidentifikasi pada peta-peta Portugis.
Tidak hanya dua pulau besar tersebut, tetapi juga pulau-pulau di sekitar dua
pulau tersebut serta pulau-pulau karang sudah diidentifikasi dalam peta
Portugis tersebut. Ini menandakan bahwa dua kepulauan di utara Aceh tersebut
sudah dikenal lama. Pulau Rondo salah satu pulau yang terjauh dari pantai utara
Aceh menjadi pulau penghubung dengan pulau Nikubar di arah utara. Pulau Rondo
kini menjadi pulau terluar (Indonesia) di wilayah Aceh.
Pulau Rondo adalah pulau di utara Aceh (dekat
pulau Weh) pada era Portugis adalah penanda navigasi yang penting dengan
Nikubar (barat) dan pulau Sambilang (timur).. Pulau Sambilang adalah check
point dalam pelayaran yang merupakan pintu masuk ke selat Malaka melalui pantai
barat Myanmar yang sekarang. Sedangkan pulau Nicobar adalah check point yang
lain dari gugus pulau di tengah lautan dari Atjeh melalui pulau Nikubar dan
pulau Andaman terus ke Pegu (pantai barat Myanmar yang sekarang di Rakhine yang
kini lebih dikenal sebagai mukim orang-orang Rohingya) dan Bengale
(Bangladesh). Catatan: Satu tempat check point navigasi pada era Portugis di
Gomet Poles, suatu pengkolan di ujung pulau Sumatra, sebelah barat kota
pelabuhan Atjeh. The American Universal Geography, 1812
Kawasan
kepulauan Andaman dan kepulauan Nikubar ini sudah dipetakan dengan baik. Hal
ini dapat diperhatikan detail peta kepulauan Andaman dan kepulauan Nikubar yang
diuat pada buku atlas dunia General Collection of Nautical Publications yang
diterbitkan pada tahun 1783. Peta-peta inilah yang masuk ke dalam buku georafi
Amerika Serikat (The American Universal Geography, 1812).
Kepulauan Andaman boleh jadi telah meiliki
daya tarik sendiri. Belanda (VOC), Inggris dan Prancis sangat berinat. Pada
tahun 1785 seorang Inggris, Tuan Busfy memiliki pos perdagangan di Andaman
(lihat Amsterdamse courant, 10-03-1785). Di dalam berita ini disebut bahwa telah
diterima surat melalui kapal Inggris, seorang Inggris Busfy menolak kawasan itu
kepada Belanda, tetapi kemudian diambilalih oleh Prancis untuk dijadikan
pelabuhan di Andaman. Bagaimana Belanda (VOC) berminat untuk kepulauan ini
karena VOC sudah mendirikan pos perdagangan di Singkil dan Baros. Tampaknya VOC
ingin mengurung seterunya Atjeh, dimana VOC juga telah menugasai Malaka sejak
lama. Dengan pos perdagangan VOC di Baros, Singkil, Malaka dan Andaman maka
pedagang-pedagang Atjeh akan terisolasi. Penolakan Tuan Busfy terhadap VOC
boleh jadi melegakan Atjeh tetapi menjadi masalah ketika Prancis
mengabilalihnya. Sebagaimana diketahui Prancis juga telah ikut bermain di
kawasan yang pertama menduduki Air Bangis (eks VOC). Catatan: Inggris berada di
Natal dan Tapanoeli.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Hubungan Atjeh dengan Andaman: Pedir dan Daja
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar