*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kupang dalam blog ini Klik Disini
Sejarah
zaman kuno selalu menarik. Hal ini karena data yang tersedia sangan minim
sehingga cenderung menyimpan misteri yang harus dapat dipahami. Sejarah zaman
kuno sendiri adalah bagian awal dari sejarah peradaban. Oleh karenanya upaya
untuk menjelaskannya terus dilakukan oleh para ahli agar kotak pandora dapat dipecahkan
dan memberi jalan untuk menarasikan perjalanan (periode) sejarah secara
lengkap, sejak awal hingga akhir. Sejarah zaman kuno di Manggarai Barat adalah
bagian tidak terpisahkan dari sejarah zaman kuno di Nusa Tenggara Timur dalam
sejarah zaman kuno Nusantara.
Sesungguhnya sejarah zaman kuno antara satu
pulau dan pulau lainnya di nusantara terhubung satu sama lain melalui navigasi
pelayaran perdagangan dengan aksara (Pallawa-Batak-Jawa) dan bahasa lingua
franca (Sanskerta-Melayu). Navigasi pelayaran perrdagangan itu dimulai dari
barat (pantai timur Sumatra) ke arah timur melalui dua jalur yakni jalur utara
dan jalur selatan: Jalur utara di atas khatulistiwa melalui Laut China Selatan, pantai utara Kalimantan,
pulau-pulau di Filipina, Maluku dan Sulawesi terus ke Nusa Tenggara. Jalur
selatan di bawah khatulistiwa melalui pantai timur Sumatra bagian selatam terus
ke pantai utara Jawa terus ke Nusa Tenggara. Dalam konteks inilah sejarah
berlanjut hingga era Majapahit (berdasarkan teks Negarakertagama, 1365 M).
Prakondisi navigasi pelayaran perdagangan Majapahit, sudah lebih dahulu
terbentuk jalur navigasi pelayaran perdagangan yang lebih tua melalui utara
hingga mencapai selatan nusantara: Garis sejarah zaman kuno ini dapat
diperhatikan pada prasasti Laguna, Manila (900 M), prasasti Minahasa (Watu
Rerumeran), prasasti Seko Toraja dan prasasti-prasasti di pulau Manggarai (Flores).
Lantas
bagaimana sejarah zaman kuno di (provinsi) Nusa Tenggara Timur? Pada artikel-artikel sebelum ini telah diuraikan
sejarah zaman kuno di timur pulau Flores. Pada artikel ini secara khusus
mendeskripsikan sejarah zaman kuno di bagian barat pulau (Manggarai), Dengan
demikian diharapkan akan terungkap secara keseluruhan sejarah zaman kuno di
Nusa Tenggara. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Situs Tua Zaman Kuno di Manggarai Barat
Ada
beberapa situs kuno di pulau Sumbawa dan pulau Flores. Prasasti Wadu Tunti di
Bima dan situs tua di bagian barat pulau Flores (Manggarrai Barat) dan situs
tua bagian timur pulau Flores (Tanjung Bunga). Situs kuno Manggarai Barat ditemukan
di pedalaman. Secara khusus situs-situs di Manggarai Barat tampaknya ada
kemiripan dengan situs di Tanjung Bunga dan situs kuno di Seko (Toraja) serta
situs kuno Watu Rerumeran di Minahasa. Situs Manggarai Barat sejarah ini ada
enam situs yang sudah ditemukan.
Pertama, situs Sompang Runa. di kampung Runa, desa
Sukakiong, kecamatan Kuwus, kabupaten Manggarai Barat, di situs batu compang,
tempat mezbah yang berada di ujung kampung bertuliskan R-U-N-K-W; Kedua, situs
Watu Mbolong, batu bulat, ada lima batu bulat adat Mbolong yang ada di compang
di tengah Kampung Runa; Ketiga, Watu Cermeng, batu cermin dan gambar jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Batu cermin dengan gambar jenis kelamin
laki-laki dan perempuan berada dalam satu batu besar. Bagian atas batu itu ada
dua batu berbentuk cermin dan bagian bawahnya terdapat gambar jenis kelamin
laki-laki dan perempuan; Keempat, gambar kaki laki-laki dan perempuan di batu
dengan nama situs Rukuh Tadhu. Tak jauh dari batu berbentuk cermin dan gambar
jenis kelamin laki-laki dan perempuan, ada batu lain yang terdapat gambar kaki
laki-laki dan perempuan dan juga ada gambar alat kelamin laki-laki dan
perempuan dan juga sebuah gambar rumah. Arah gambar kaki laki-laki dan
perempuan itu, jari-jari kaki mengarah ke bagian barat dari Kampung Runa.
Kelima, gambar peta diatas batu. Berdasarkan penuturan orang luar dari Kampung
Runa menyebut bahwa gambar peta itu seperti peta Negara India; Keenam, Liang
Segha Dewa, situs itu tempat persembunyian orang-orang Kampung Runa saat
terjadi peperangan ribuan tahun lalu. Liang atau gua itu sangat dalam
[Kompas.com 31-08-2019].
Situs
Manggarai memiliki kemiripan dengan situs Minahasa yang mengindikasikan
penggunaan lambang kesuburan (lingga dan yoni). Kemiripan lainnya adalah peta
wilayah yang mengindikasikan teitori dan aksara. Sementaa situs Manggarai memiliki
kemiripan dengan situs Seko, Toraja dalam hal jumlah batu yang mengindikasikan
permusyawaratan para anggota federasi, telapak kaki dan bentuk atap rumah.
Perlambangan batu (bulat) ini di Seko disebut daliang. Situs Manggarrai, situs
Minahasa dan situs Seko Toraja sama-sama berada di wilayah pegunungan.
Dari aspek linguistik penduduk di wilayah
situs Manggarai adalah penutur bahasa Manggarai, sedangkan penduduk di wilayah
situs Watu Rerumeran adalah penutur bahasa Minahasa. Dalam kosa kata elementer
(sapaan kekerabatan) terdapat kemiripan. Di Minahasa disebut ama, amang (ayah),
ina, inang (ibu) dan empung (kakek atau leluhur). Di Manggarai ema (ayah), ende
(ibu), ema (kakek), ende (nenek), amang (paman, saudara laki-laki ibunya),
inang (bibi, saudara perempuan ayahnya), empo (sebutan kakek terhadap cucunya),
Catatan: Sapaan kekerabatan ama (ayah) dan ina (ibu) ini cukup tersebar (mulai
dari Tanah Batak hingga Maori) termasuk di Adonara, Flores dan Sumba. Di
wilayah Padang Lawas ibu disebut inde, untuk bibi dari pihak laki-laki disebut inang
boru dan suaminya disebut amang boru dan paman pihak perempuan disebut amang tulang
dan istrinya disebut inang tulang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Navigasi Pelayaran Perdagangan
Zaman Kuno: Manila, Minahasa, Toraja dan Manggarai
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar