*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Saat ini banyak yang mudik, saya sendiri tidak mudik, sudah lama tidak pulang kampung. Lalu apa itu mudik? Tampaknya itu adalah sinonim pulang kampung. Namun kini, kata mudik kerap diasosiasikan pada pulang kampong sehubungan dengan lebaran (hari raya) di kampong halaman. Oleh karena kegiatan mudik itu berulang (seteiap tahun), dalam hal ini mudik menjadi tradisi (habit, budaya),
Lantas bagaimana sejarah mudik di Indonesia? Nah, itu dia. Seperti disebut di atas, mudik pada tempo doeloe dihubungkan dengan oedik, kampong-kampong yang berada di arah hulu sungai. Dari hilir-mudik di daerah aliran sungai inilah yang diduga menjadi rujukan dari kegiatan mudik selanjutnya (hingga ini hari) yang terus berulang (tradisi). Lalu bagaimana sejarah mudik di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pahlawan Indonesia–Mudik dan Tradisi Mudik Kampung Halaman: Kata Mudik di Daeeah Aliran Sungai Sejak era Zaman Kuno
Sejak kapan mudik dikenal? Sulit diketahui secara pasti. Yang jelas bahwa dalam KBBI, kata mudik diartikan sebagai pulang kampung, tetapi tidak disebutkan diserap dari bahasa apa.
Dalam KBBI (1) mudik (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman): (2) sinonim pulang ke kampung halaman: memudik v berlayar mudik; memudikkan v menjalankan (perahu dan sebagainya) ke arah hulu: pemudik n orang yang pulang ke kampung halaman (udik): semudik n satu arah ke udik. Lantas dari mana asal kata mudik? Di dalam bahasa Jawa, mudik berarti ‘mulih dilik’ yang berarti pulang sebentar saja; mudik dihubungkan dari bahasa Betawi yaitu 'menuju udik' atau berarti 'pulang kampung'. Kata udik sendiri sudah sejak lama (era VOC) dikenal nama keterangan kampong di Batavia seperti Soekaboemi Oedik. Besar dugaan kata oedik dalam hal ini adalah wilayah yang letaknya di hulu (asal). Di Jawa tidak ditemukan nama keterangan untuk nama tempat. Selain di Batavia, seperti disebut di atas, yang umum ditemukan nama keterangan tempat (moedik) terdapat di West Sumatra dan Tapanoeli.
Ada yang mengatakan tradisi mudik sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam. Akan tetapi itu tidak dapat diverifikasi. Dalam hal ini mudik sebagai asal-usul kata, dan fenomena mudik harus dibedakan. Mudik atau pulang kampung tentu saja terdapat dimana-mana, karena pulang kampung (mudik) adalah fenomena umum. Oleh karena itu sangat naif jika kegiatan mudik hanya merujuk pada era Majapahit, lagi pula tidak ditemukan kata mudik dalam teks Negarakertagama (1365 M).
Dalam sumber sejarah (surat kabar, majalah, buku) sejaman tidak ditemukan kata mudik. Yang tercatat hanya nama tempat atau keterangan nama tempat seperti di Batavia, West Sumatra dan Tapanoeli. Di wilayah West Sumatra mudik dilafalkan sebagai mudiak. Namun kata mudiak di West Sumatra tidak diartikan pulang (kampung) tetapi diartika ke arah atas (hulu). Pulang kampung di West Sumatra adalah pulang kampu[a]ng. Di Tapanoeli (khususnya wilayah budaya Angkola Mandailing) mudik tetap disebut mudik. Berbeda dengan di Jawa dan West Sumatra, di Tapanoeli khususnya wilayah Angkola, mudik diartikan sinonim dengan djoeloe (atas) dan kata mudik juga diartikan pulang. Sedangkan di wilayah Melayu, seperti di pantai timur Sumatra dan Kalimantan mudik atau udik di daerah aliran sungai disebut oeloe atau hoeloe (bandingkan dengan bahasa Tapanoeli sebagai djoeloe).
Catatan kata mudik tertua ditemukan dalam teks prasasti Kedukan Bukit (682 M). Kata mudik dalam prasasti ini diduga kuat berasal dari bahasa Batak (Angkola Mandailing). Kata mudik tidak ditemukan dalam bahasa Sanskerta. Yang ditemukan adalah kata pulang. Kata mudik yang dekat dengan bahasa Sanskerta adalah pulih (normal kembali). Lantas bagaimana bisa menduga kata mudik berasal dari bahasa Batak (Angkola Mandailing)?
Kata mudik sendiri dalam bahasa Batak Angkola Mandailing hingga ini hari masih eksis yang diartikan sebagai wilayah hulu (keterangan tempat) dan diartikan pulang (kata kerja). Dalam hubungan ini jika dihubungkan dengan catatan tertua kata mudik yang ditemukan dalam prasasti Kedoekan Boekit (682 M) sangat logis (masuk akal) kata mudik berasal dari bahasa Batak Angkola Mandailing. Dalam konteks transformasi bahasa Melayu (suksesi bahasa Sanskerta) maka kata mudik kemudian dikenal di West Sumatra (mudiak) dan di Batavia (udik).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Mudik dan Tradisi Mudik Kampung Halaman: Era Hindia Belanda Hingga Ini Hari Menjadi Tradisi
Kata mudik dan tradisi mudik dalam arti masa kini, tidak ditemukan dalam sumber sejarah pada era Hindia Belanda. Yang ditemukan adalah sinonimnya kata mudik yakni frase pulang kampung. Kata kampung sendiri tidak berasal dari bahasa Nusantara (Sanskerta, Melayu dan bahasa daerah), tetapi berasal dari bahasa Belanda: kamp—kampement (perkampongan) yang menjadi kampong.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar