*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Orang Sulu di Filipina
tampaknya sudah selesai masalahnya, Namun tetangga Sulu di Mindanao tampaknya
masih jauh dari selesai. Mengapa begitu, itu satu soal. Yang menjadi soal dalam
hal ini adalah bagaimana sejarah Mindanao dan Orang Moro. Ada kemiripan sejarah
orang Timor Leste tetapi tidak serupa.
Mindanao adalah pulau terbesar kedua di Filipina dan salah satu dari tiga kelompok pulau utama bersama dengan Luzon dan Visayas. Mindanao, terletak di bagian selatan Filipina, adalah kawasan hunian bersejarah bagi mayoritas kaum Muslim dan suku Moro serta etnis lainnya seperti Marano, Tausug, Bugis, Toraja, Bajao dan Sangir. Peperangan untuk meraih kemerdekaan telah ditempuh oleh berbagai faksi Muslim selama lima abad melawan para penguasa. Pasukan Spanyol, Amerika, Jepang dan Filipina belum berhasil meredam tekad mereka yang ingin memisahkan diri dari Filipina yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Kini mayoritas populasi Mindanao beragama Katolik berkat banyaknya transmigrasi ke wilayah ini. Hal ini memicu kemarahan kaum Muslim Mindanao yang miskin dan tersisih seta gerakan separatis yang telah berjuang selama ratusan tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, Mindanao menjadi wilayah yang diperhatikan dengan cermat seiring dengan munculnya organisasi teroris Islamis yang berkaitan erat dengan konflik di Timur Tengah. Mindanao diyakini menjadi basis kelompok teroris Abu Sayyaf dan Jemaah Islamiyah yang kemunculannya mengurangi peran kelompok pejuang kemerdekaan yang lebih moderat dan nationalistis seperti Front Pembebasan Islam Moro.(Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Mindanao dan Orang Moro di Filipina? Seperti disebut di atas, sejarah Mindanao dan Orang Moro sudah lama dan selama itu juga selalu terjadi permasalahan hingga hari (sejak era Spanyol hingga Filipina). Namun perlu disadari orang Moro di Mindanao ada kemiripasn dengan Timor Leste tetatpi tidak sama. Lalu bagaimana sejarah Mindanao dan Orang Moro di Filipina? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Mindanao dan Orang Moro; Era Spanyol hingga Filipina (Mirip, Tidak Sama Timor Leste Indonesia)
Moro dan Mangindanao adalah dua hal yang berbeda namun kemudian terhubung satu sama lain di satu wilayah (tempat) di (pulau) Mindanao atau Mangindanao. Nama Moro awalnya hanya diketahui sebagai nama tempat Moro di Maluku yang juga disebut Morotai. Yang jelas tidak ada nama tempat Moro di (pulau) sekitar Mindanao, yang adalah orang Moro (kini etnik Moro).
Nama Moro yang lain juga ditemukan di pulau
Sulawesi di Morowali. Pada masa ini juga ada nama kecamatan Moro di pulau
Karimun (Riau). Nama Moro juga ditemukan di India dan Pakistan. Pada masa lalu
sudah diketahui Moro juga adalah salah satu marga (family name) di sekitar Laut
Mediterania. Lantai bagaimana nama Moro di pulau Mindanao sebagai sebutan
populasi atau etnik? Namun yang jelas nama Moro ditemukan mulai dari Laut
Mediterania, India, Selat Malaka, Sulawesi hingga Maluku serta pantai barat Papua
dan pantai selatan Papua di Papua Nugini (seperti Port Moresby) bahkan hingga
Maori (Selandia Baru). Dalam hal ini Moro sebagai etnik di pulau Mindanao.
Orang-orang Moro, diduga kuat ada hubungan antara populasi pendudukan asli Morotai (Alifurun) dengan penduduk asli (Alifurun) di Mindanao. Penduduk Alifurun adalah penduduk asli berkulit gelap yang hidup di pedalaman seperti di Halmahera/Morotai, Gorontalo, dan pulau-pulau Sangihe dan bagian lain Sulawesi Tengah hingga selatan. Populasi disebut Alifurun karena penduduk yang pertama Negroid bercampur dengan pendatang (awal).
Berdasarkan catatan Kasteel Batavia
(Daghregister) pada tahun 1689, seorang pangeran keturunan Mangindanao
memerintah di Kandhar, yang agen-agennya secara teratur mengunjungi Mangindanao
dan Sarangani. Wilayah Kandar ini berada di bagian utara pulau Sangihe yang
mana wilayahnya juga terdapat di bagian selatan pulau Minadanao. Pada tahun
1682 dilakukan perjanjian antara Belanda dan Spanyol yang mana bagian wilayah
Kandhar di Mindanao dilepaskan kepada Spanyal (sehingga Mindanao dan Sangihe
terpisah dari kepemimpinan lokal. Sementara itu, Orang Batjan di Maluku juga
awalnya disebut Alfurun yang berasal dari Moro atau Morotai yang pindah melintasi Makian/Matjan
ke Kasiruta dan kemudian juga ke Batjan, dan disana mendirikan kampung Moro,
bersebelahan dengan Laboeha.
Asal usul orang (bangsa) atau etnik Moro di Filipina khususnya di pulau Mindanao dan pulau-pulau di sekitar, pada dasarnya sama dengan proses asal-usul etnik Melayu di Semenanjung dan di Borneo utara, etnik Banjar di Kalimantan selatan dan etnik Kutai di Kalimantan Timur serta etnik Manado di Sulawesi Utara. Etnik-etnik tersebut terbentuk karena kehadiran orang asing/pendatang (mix population). Namun sedikit berbeda dengan etnik yang sudah terbentuk lebih awal di zaman kuno di pedalaman seperti etnik Minahasa di Sulawesi Utara, berbagai golongan etnik Dayak di Kalimantan dan etnik Batak di bagian utara pulau Sumatra.
Pada masa ini orang Moro juga disebut bangsa Moro
atau etnik Moro. Bangsa Moro yang dimaksud biasanya merujuk pada bangsa Moro,
penduduk yang mendiami wilayah bagian selatan Filipina, utamanya di pulau
Mindanao, pulau Palawan, kepulauan Sulu, dan pulau Basilan. Sebelum pengaruh
Spanyol muncul di Filipina yang juga menjadi sebab munculnya Katolik, penduduk
Filipina sudah banyak yang beragama Islam di berbagai pulau terutama di tiga
pulau besar yang subur di Mindanao, Panay dan Luzon. Misionaris Spanyol yang bermula
di Zebu dan kemudian ke Panay dan akhirnya Manila menjadi sebab penduduk yang
pagan (Alifurun) konversi beragama Katolik dan juga penduduk yang sudah
beragama Islam di wilayah-wilayah itu menjadi Katolik, Dalam perkembangannya
penduduk Filipina yang beragama Islam memusat di Mindanao dan pulau-pulau di
selatannya ke arah Borneo. Penduduk beragama Islam inilah yang kemudian diidentifikasi
atau mengidentifikasi diri sebagai bangsa (etnik) Moro.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Era Spanyol hingga Filipina: Mengapa Masalah Orang Moro di Mindanao Belum Terselesaikan?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar