*Untuk melihat semua artikel Sejarah Diaspora dalam blog ini Klik Disini
Ada
satu masa dimana antara Jepang dan Belanda putus hubungan. Itu terjadi saat
militer Jepang menduduki Jawa dan Pemerintah Hindia Belanda menyerah pada
tanggal 8 Maret 1942. Sejak itu, Belanda tidak pernah menandingi Belanda
(bahkan hingga sekarang). Fakta bahwa orang Belandalah yang membimbing Jepang
sejak awal dalam mencapai kemajuan di barat (Eropa).
Hubungan antara Jepang dan Belanda bermula pada 1609, ketika hubungan dagang formal pertama diadakan. Orang-orang Jepang yang penasaran melihat orang Belanda di Nagasakiya di Edo. Ketika hubungan dagang formal diadakan pada 1609 melalui permintaan dari orang Inggris William Adams, Belanda mendapatkan hak-hak dagang dan mendirikan pos perdagangan Perusahaan Hindia Belanda di Hirado. Ketika Kebangkitan Shimabara pada 1637 terjadi, dimana Kristen Jepang memulai pemberontakan melawan keshogunan Tokugawa, peristiwa tersebut dihancurkan dengan bantuan Belanda. Akibatnya, seluruh negara-negara Kristen yang menjadi pemberontak pergi, meninggalkan Belanda menjadi satu-satunya mitra dagang dari Barat. Di antara negara-negara yang pergi adalah Portugal yang memiliki pos perdagangan di pelabulan Nagasaki di sebuah pulau artifisial yang bernama Dejima. Rangaku, artinya "Mempelajari Belanda", merupakan pengetahuan yang dikembangkan oleh Jepang dalam kontak-kontaknya dengan pos Belanda di Dejima. Dalam prinsip Rangaku ini, Jepang dapat mempelajari revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di Belanda dan Eropa pada waktu itu, membantu modernisasi yang radikal dan cepat di Jepang menyusul terbukanya negara tersebut untuk perdagangan asing pada 1854 (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah hubungan bisnis Belanda, Indonesia dan Jepang tempo doeloe? Seperti disebut di atas, hubungan Belanda dan Jepang sejak awal begitu baik dan itu bermula dari Indonesia, tetapi pada akhirnya hubungan keduanya putus pada tahun 1942. Ibarat cinta pertama jadi benci tapi rindu. Lalu bagaimana sejarah hubungan bisnis Belanda, Indonesia dan Jepang tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Hubungan Bisnis Belanda, Indonesia dan Jepang Tempo Doeloe; Cinta Pertama Jadi Benci Tapi Rindu
Tunggu deskripsi lengkapnya
Cinta Pertama Jadi Benci Tapi Rindu: Indonesia Menjadi Penghubung Antara Belanda dan Jepang
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar