*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini
Sungai Batanghari adalah sungai terpanjang di
(pulau) Sumatra. Sungai yang berhulu di pegunungan Bukit Barisan. Pada wilayah
hilir sungai masih ditemukan rawa-rawa (tanah sedimentasi), seperti halnya di
hilir kota Palembang zaman kuno. Sungai Batang Hari; sungai terpanjang di
Sumatra, bagai menceritakan air mengalir sampai jauh dari pegununungan wilayah
terdekat dengan India hingga ke pantai timur Sumatra di Luat Cina (Selatan).
Sungai tidak hanya infrastruktur alam dalam bidang transportasi zaman kuno, juga nama sungai adalah penanda navigasi dalan pelayaran (laut dan sungai). Nama sungai besar di (provinsi) Jambi adalah sungai Batanghari, Nama ini merujuk pada batang yang juga diartikan sebagai sungai (Sungai Hari). Nama sungai Batang[hari] menjadi salah satu penanda nama geografis yang membedakan tidak adanya nama batang pada nama-nama sungai di wilayah Palembang (provinsi Sumatera Selatan). Tidak pernah ditemukan catatan tentang nama Batang Musi. Yang ada adalah nama sungai Banyu Asin (merujuk pada nama sungai di Jawa). Penggunaan nama batang terkesan dari Jambi hingga ke bagian utara di Atjeh. Dalam laman Wikipedia disebutkan Batang Hari, merupakan aliran sungai yang mulai dari hulu sampai ke muaranya banyak menyimpan catatan sejarah, terutama yang berkaitan dengan peradaban Melayu. Catatan sejarah juga mencatat bahwa pada Batang Hari inilah, pernah muncul suatu Kerajaan Melayu yang cukup disegani, yang kekuasaannya meliputi pulau Sumatra sampai ke Semenanjung Malaya. Dan juga dahulunya sejak abad ke-7 sehiliran Batang Hari ini sudah menjadi titik perdagangan penting bagi beberapa kerajaan yang pernah muncul di pulau Sumatra seperti Sriwijaya dan Dharmasraya.
Lantas bagaimana sejarah sungai Batanghari, nama batang adalah Hari? Seperti yang disebut di atas, sungai Batanghari adalah sungai terpanjang di Sumatra. Sebutan batang untuk sungai tidak ditemukan di selatan Sumatra tetapi di wilayah utara. Lalu bagaimana sejarah sungai Batanghari, nama batang adalah Hari? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Sungai Batanghari, Nama Batang Hari; Sungai Terpanjang di Sumatra, Air Mengalir dari Pegununungan ke Pantai Timur
Landmardk alam’ Kota Jambi yang menjadi penanda navigasi sejarah ke zaman kuno adalah danau di tengah kota (danau Sipin). Penanda navigasi data sejarah modern di Kota Jambi pada masa ini adalah pembangunan jembatan di atas sungai Batanghari. Posisi jalan di jembatan yang dibangun di atas sungai Batanghari adalah posisi dengan ketinggian yang jauh lebih tinggi dari semua area di Kota Jambi. Titik tertinggi di Kota Jambi adalah 20 m dpl. Dalam hal ini kota Jambi tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan sungai besar Batanghari, suatu wilayah sungai yang menjadi nadi lalu lintas perdagangan sungai di kawasan dan di sisi lain adalah wilayah yang sangat luas di dataran rendah.
Kota Jambi di sisi selatan sungai Batanghari, kota yang sudah tua dimana
para pedagang dari manca negara silih berganti di dalam berbagai era di masa
lampau. Kampong/kota Jambi diduga kuat awalnya berada di sisi utara sungai
(lihat Peta 1695). Pada era VOC/Belanda di sisi selatan sungai terletak area
kerajaan (paseban). Di sisi utara sungai di wilayah kampong/kota Jambi
pedagang-pedagang Belanda/VOC maupun pedagang-pedagang Inggris membangun pos
perdagangan (logi). Kelak pada era Pemerintah Hindia Belanda Kawasan Eropa ini
menjadi pecinan (pemukiman orang-orang Cina).
Pananda navigasi pelayaran yang penting di sepanjang daerah aliran sungai Batanghari adalah titik-titik dimana sungai bermuara. Pada titik ini diidentifikasi dengan nama muara dari mana suatu sungai bermuara. Titik-titik muara ini, yang mengacu pada nama sungai, pada dasarnya nama sungai itu sendiri merujuk pada nama tempat di sekitar muara. Dalam hal ini, yang terpenting adalah nama Muaro Jambi.
Muaro Jambi adalah nama kampong/kota di hilir kota Jambi yang sekarang. Di
Muaro Jambi bermuara sungai Jambi di sungai Batanghari. Nama sungai Jambi
sendiri merujuk pada nama tempat Jambi. Lalu bagaimana dengan di Kota Jambi,
apakah ada sungai yang bermuara di sungai Batanghari? Tampaknya tidak ada
sungai yang penting. Boleh jadi di masa lampau nama Jambi yang awal berada di
Muaro Jambi. Oleh karena alasan tertentu dipindahkan ke arah hulu di Kota Jambi
yang sekarang. Alasan yang relevan adalah bahaya banjir. Nama-nama tempat
lainnya dengan nama Muaro di sepanjang sungai Batanghari adalah nama kota Muara
Sabak di hilir (sungai Sabak bermuara di sungai Batanghari), sedangkan di
wilayah hulu antara lain nama kota Muara Tembesi (sungai Tembesi) dan Muara
Tebo (sungai Tebo).
Nama Jambi diduga di zaman kuno adalah nama tempat di di suatu teluk. Ke dalam teluk ini bermuara sungai besar (sungai Batanghari) dan sungai yang lebih kecil (sungai Jambi). Lalu dalam perkembangannya akibat proses sedimentasi jangka panjang teluk ini menjadi daratan dimana sungai besar menemukan jalannya sendiri menuju laut. Sungai yang lebih kecil mengikuti arus sungai Batanghari yang ke hilir disebut (tetap) sungai Batanghari. Nama tempat Jambi sebelumnya dikenal pelintas sungai dengan nama (navigasi) Muaro Jambi.
Hal serupa ini didiga yang juga terjadi di masa lampau dengan nama Muara
Sabak, Muara Tembesi, Muara Tebo dan lainnya. Akibat perngaruh aksen bahasa local
sebuatan muara menjadi muaro. Di wilayah-wilayah Melayu di pantai timur Sumatra
dan di pantai barat Semenanjung Malaya disebut kuala (bukan kualo) seperti
Kuala Tungkal dan Kuala Lumpur. Boleh jadi cara penamaan nama tempat tersebut
sudah berlangsung di zaman kuno, dimana di dalam teks prasasti Kedoekan Boekit (682
M) disebut nama Minanga Temuan (pertemuan sungai di Minanga). Nama Minanga ini
diduga pada masa kini kota Binanga yang berada di Padang Lawas (Tapanuli). Sungai
Binanga bermuara di sungai Barumun. Dalam perkembangannya sungai Binanga itu
disebut sungai Panai.
Satu kekhasan lainnya dari sungai Batanghari adalah begitu banyaknya sungai mati di sepanjang daerah aliran sungai Batanghari. Seperti disebut di atas, sungai mati adalah jalur sungai yang telah mati karena perubahan arah dari arus sungai. Sungai mati adakalanya disebut danau, seperti yang disebut di atas, danau Sipin di Kota Jambi. Adanya sungai mati tipikal adalah sungai-sungai yang berada/melalui suatu kawasan datar. Kelokan sungai yang lebih dari setengah lingkaran cenderung mudah diterjang arus sungai yang jalurnya lebih lurus di arah hulu. Hasil terjangan, lebih-lebih pada saat air bah, jalur arus sungai yang baru terbentuk menjadi memotong kelokan (sungai). Jalur sungai di area belokan yang terputus dengan arus utama baru menjadi mati sendiri (sungai mati).
Adanya sungai mengindikasikan Kawasan sungai adalan Kawasan datar yang
tanahnya rapuh yang umumnya bersifat alluvial (daratan yang terbentuk dari
proses sedimentasi jangka). Sungai sejak lama telah membawa massa padat dari
hulu berupa lumpur tanah (akibat erosi atau peristiwa vulkanik) dan sampah
vegetasi (dedaunan atau batang pohong). Sebelum menjadi daratan, sebelumnya
proses sedimentasi itu berupa rawa-rawa yang kemudian menjadi daratan baru.
Boleh jadi Kawasan rawa-rawa tersebut di masa sebelumnya adalah suatu
teluk/perairan/laut. Tidak hanya (nama tempat) Jambi di masa lalu berada di
pantai/teluk, bahkan Tembesi dan Tebo. Dengan kata lain muara sungai Batanghari
telah bergeser dari waktu ke waktu ke arah laut.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Sungai Terpanjang di Sumatra, Air Mengalir dari Pegununungan ke Pantai Timur: Studi Geomorfologis Jambi
Sebutan batang untuk sungai bukan khas wilayah Jambi. Memang tidak umum ditemukan sebutan sungai dengan batang di wilayah Sumatra bagian selatan (Palembang). Yang umum di wilayah Sumatra bagian selatan adalah sungai (Melayu), banyu (Jawa) dan wai (local). Sebutan batang untuk sungai umumnya di wilayah Sumatra bagian utara (termasuk wilayah Jambi). Namun sebutan batang untuk sungai di wilayah Minangkabau dan wilayah Batak sangat umum. Namun batang bukanlah kosa kata bahasa Minangkabau, suatu bahasa yang mirip bahasa Melayu (melainkan kosa kata bahasa asli). Di wilayah Batak, sebutan sungai besar adalah ‘batang’ dan sungai kecil adalah ‘aek’.
Menurut sejarahnya, nama Batang pertama kali muncul di pantai barat
Sumatra, tepatnya di wilayah Linggabayo pada era Hindoe/Boedha (bahasa India
lingga dan bahasa local bayo). Di daerah Linggabayo ini terdapat nama tempat di
muara sungai yang oleh pedagang-pedagang Arab mengejanya dengan nama Batang. Nama
Batang menjadi nama penanda navigasi pelayaran bagi pedagang-pedagang Arab. Dalam
perkembangan, terjadi proses sedimentasi jangka panjang di mana di hilir Batang
ini terbentuk daratan baru. Pada era Portugis, pedagang-pedagang Portugis
mendirikan pos perdagangan dengan nama Natal (nama yang sudah ada di Afrika
Selatan). Sungai besar dari Linggabyo yang melalui nama tempat Natal ini disebut
Batang Natal (sungai Natal). Dari nama sungai Batang Natal inilah diduga
kemudian menyebar ke berbagai tempat untuk mengidentifikasi sungai besar yang
dianggap penting seperti nama sungai Batang Toru, Batang Aro, Batang Baroemoen,
Batang Panai, Batang Kampar dan Batang Hari. Toru, Aro dan Baroemoen diduga
merujuk pada nama nama India yakni aroe=sungai. Panai adalah nama yang juga
merujuk di India. Namun nama Kampar sangat khas. Besar dugaan bermula dari kata
‘hapur’ bahasa Batak yang diadposi menjadi ‘kapur’ bahasa Sanskerta/bahasa Melayu.
Nama ‘kapur’ ini diduga diserap ke dalam bahasa Persia/Arab sebagai kafura,
yang kemudian dalam bahasa Latin menjadi champer. Nama champer inilah diduga
yang menjadi nama sungai Kampar.
Sebutan batang untuk sungai adalah khas untuk Sumatra bagian utara (yang berbeda dengan di Sumatra bagian selatan). Nama sungai Batanghari diduga merujuk pada sebutan sungai di wilayah Minangkabau (di pedalaman/wilayah hulu sungai Batanghari) dan di wilayah Batak di pantai timur Sumatra (wilayah Padang Lawas). Sungai-sungai besar di Sumatra pada zaman lampau diduga kuar tidak sepanjang yang sekarang.
Secara geomorfologis bentuk pulau Sumatra pada awalnya adalah pulau yang
ramping dari timur laut (Aceh) hingga tenggara (Lampung). Proses pembentukan
awal pulau diduga seiring dengan proses
pembentukan permukaan bumi di zaman kuno (pengaruh vulkanik). Sebagaimana
diketahui sisia barar Sumatra adalah lintasan cincin api Asia-Pasifik. Demikian
juga pulau Jawa awalnya adalah pulau yang ramping, Dengan kata lain pulau
Sumatra di zaman lampau tidak segemuk/seluas yang sekarang. Besar dugaan pada
masa awal peradaban itu, pantai/persisi barat Sumatra tepat berada antara lain di
Sangkoenoe (muara sungai Batangtoru), Linggabayo (muara sungai Batangnatal),
Limau Manis (muara sungai Batangaro). Sementara di pantai timur antara lain
berada di Bandar Pulo (sungai Asahan), di Minanga/Binanga (sungai Panai/sungai
Baroemoen), di Rokan (sungai Rokan), di Takus/Bangkinang (sungai Kampar), di
Tebo atau di Tembesi (sungai Batanghari), serta di Palembang (sungai Musi).
Sebagaimana dalam prasasti Kedoekan Boekit (682 M) navigasi pelayaran adalah
Minanga/Binanga (60 m dpl), Rokan, Bangkinang (40 m dpl), Tebo (36 m dpl).
Nama-nama geografis, tidak hanya nama-nama sungai dan nama gunung yang merujuk pada nama India, juga nama-nama tempat. Boleh jadi nama Toba di daerah aliran sungai Asahan dan nama Rebo di daerah aliran sungai Batanghari adalah nama yang sama di lain wilayah sungai yang sama-sama merujuk pada nama India. Demikian juga nama Tembesi di daerah aliran sungai Batanghari dengan nama Tambusai di di daerah aliran sungai Rokan, Nama Jambi di daerah aliran sungai Batanghari juga memiliki nama padanan Jambu di daerah aliran sungai Tamiang (Aceh), yakni Jambuaru (pada peta Portugis dicatat Ambuaru). Seperti disebut di atas aru=sungai. Jang pula lupa nama Bangko atau Bangka serta Sarulangun (aru=sungai).
Nama-nama gunung dan nama-nama danau juga merujuk pada nama-nama di India.
Untuk nama gunung antara lain Leuser di Aceh, Sibayak dan Malea di Sumatra
Utara, Pasaman dan Singgalang di Sumatra Barat, Kerinci di Jambi dan Dempo di
Sumatra bagian selatan. Untuk nama-nama danau juga merujuk pada nama India
antara lain Tangse dan Takengon di Aceh, Toba dan Siais Sumatra Utara, Singkarak
di Sumatra Barat, Kerinci di Jambi dan Ranau di Sumatra bagian selatan.
Sungai-sungai besar di Sumatra berhulu di lereng-lereng gunung tinggi di gugus pegununungan Bukit Barisan dan danau-danau pedalaman. Sungai Asahan berhulu di danau Toba, sungai Baroemoen berhulu di gunung Malea, sungai Batanghari juga berhulu di danau Kerinci dan lereng gunung Kerinci.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar