*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini
Riwayat kraton dan raja-raja tempo doeloe
antara satu dengan yang lain berbeda-beda. Kraton-kraton dan raja-raja sudah
eksis sejak zaman kuno hingga kehadiran orang Belanda ke Indonesia (baca:
Hindia Timur). Orang Belanda sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda
sangat mengutamakan arti penting kraton dan raja-raja, terutama para pangeran
yang memiliki kekinginan untuk bekerjasama. Dalam hal ini kraton dan raja-raja
di Soerakarta salah satu yang terpenting sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia
Belanda.
Keraton Surakarta Hadiningrat adalah istana Kesunanan Surakarta Hadiningrat di Kota Surakarta, didirikan Sri Susuhunan Pakubuwana II tahun 1744, pengganti Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan tahun 1743. Secara tradisional Dinasti Mataram diteruskan oleh kerajaan Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Wilayah keseluruhan keraton Surakarta 147 hektar, meliputi seluruh area di dalam benteng Baluwarti, Alun-Alun Lor, Alun-Alun Kidul, Gapura Gladag, dan kompleks Masjid Agung Surakarta. Sementara luas dari kedhaton (inti keraton) 15 hektar. Ini bermula Kesultanan Mataram kacau akibat pemberontakan Trunajaya tahun 1677 ibu kotanya oleh Sri Susuhunan Amangkurat II dipindahkan di Keraton Kartasura. Pada masa Sri Susuhunan Pakubuwana II, Mataram mendapat serbuan pemberontakan orang-orang Cina yang mendapat dukungan dari orang Jawa anti VOC tahun 1742, dan Mataram yang berpusat di Kartasura saat itu mengalami keruntuhan. Kota Kartasura berhasil direbut kembali berkat bantuan Adipati Cakraningrat IV, penguasa Madura Barat (Bangkalan) sekutu VOC. Sri Susuhunan Pakubuwana II yang menyingkir ke Ponorogo, memutuskan untuk membangun istana baru sebagai ibu kota Mataram yang baru. Dalam hal ini Sri Susuhunan Pakubuwana II lalu memerintahkan Tumenggung Hanggawangsa bersama Tumenggung Mangkuyudha, serta komandan pasukan VOC, JAB van Hohendorff, untuk mencari lokasi ibu kota/keraton yang baru, di desa Sala berjarak 20 km ke arah tenggara dari Kartasura, dekat Bengawan Solo. Nama desa Sala kemudian diubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Di istana ini penyerahan kedaulatan Kesultanan Mataram oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II kepada VOC tahun 1749. Setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kesunanan Surakarta (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah kraton Soerakarta dan
Soesoehoenan Soerakarta? Seperti disebut di atas, kraton Soerakarta terbilang
salah satu kraton di Indonesia yang masih eksis dan terawatt dengan baik hingga
masa ini. Kraton Soerakarta juga terbilang kraton tua. Dalam hubungan kraton ini
di masa lampau riwayat raja-raja khususnya pada era Pemerintah Hindia Belanda berbeda-beda.
Lalu bagaimana sejarah kraton Soerakarta dan Soesoehoenan Soerakarta? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Kraton Soerakarta dan Soesoehoenan Soerakarta; Riwayat Raja-Raja Tempo Doeloe Era Pemerintah Hindia Belanda
Kraton Surakarta secara defacto sebenarnya kraton baru. Pada era Portugis, kraton Surakarta belum terbentuk. Kraton yang ada, yang digambarkan dalam peta-peta Portugis adalah kraton Mataram (dimana kini berada di kraton Jogjakarta, di pedalaman Jawa). Seperti kraton Mataram, kraton lain yang berada di pedalaman adalah kraton Daijo (Dayeh) yang diduga berada di kota Bogor yang sekarang (kraton Pakwan/Padjadjaran). Dua kraton di pedalaman ini digambarkan sebagai kraton besar yang setara. Kraton setara yang lain, tetapi berada di wilayah pantai berada di barat pulau Jawa yakni kraton Bantam. Pada era ini diduga kuat kraton Daio masih beragama Hindoe.
Sementara itu, kraton Mataram diduga kuat sudah beragama Islam, dimana kraton-kraton yang lebih kecil berada di pantai utara Jawa seperti Cheribon, Tagal, Damo (Demak?), Pati, Japara, Tuban, ?(?), Sedaju, Gresik, Surabaya, Pasuruan dan Panarukan. Kerajaan-kerajaan kecil ini diduga telah menjadi vasal dari kerajaan Mataram. Ada satu kraton di pulau Madura (di Sampang yang sekarang?). Di barat pulau Jawa, di sebalah barat daya kraton Bantam didientifikasi kraton Balimbang. Pada peta Portugis lain (Peta 1570), nama-nama tempat yang diidentifikasi hanya di pantai yakni Chirebon, Dema[k], Japara, Tuban, Sireba [Suarabaya?], Pasoeroean, Balambangan dan kota-kota di pantai selatan yakni, Pinuidtaon [Patjitan], Conimbaia [?], Aionaora dan Angaina.
Pada peta yang digunakan Belanda pertama (Peta 1598), kraton Mataram sudah digambarkan jauh lebih besar dari kraton Banten. Nama-nama kraton kecil yang berada di pantai utara adalah Chirebon, Tagal, Pekalongan, Jepara, Demak, Pati, Mandalika, Tuban, Sidajoe, Brandaon, Sorabaja, Gresik, Joartaon, Joeana, Daya, Pasoeroean, Panarukan, Pracela dan Balambangan. Di pulau Madura, tidak hanya digambarkan kraton Madura, juga kraton Arosbaya.
Dalam peta pulau Jawa ini seakan menggambarkan dua kutub perdagangan di pantai utara Jawa, yang satu berpusat di Banten dan yang lain berpusat di Taban. Di wilayah pedalaman, meski kraton terbesar (kraton Mataram) tetapi hanya digambarkan itu saja. Artinya di wilayah Mataram di pedalaman, diketahui kraton yang sangat besar, tetapi untuk yang lainnya tidak begitu dikenal. Dalam konteks inilah dimulai sejarah awal kraton Soerakarta, Ketika dalam perkembangannya selama era VOC sejumlah ekspedisi dilakukan ke pedalaman hingga mencapai kraton Mataram.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Riwayat Raja-Raja Tempo Doeloe Era Pemerintah Hindia Belanda: Soesoehoenan Soerakarta vs Soeltan Jogjakarta
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar