Sabtu, 25 Maret 2023

Sejarah Banyumas (1): Banyumas, Nama Kuno Sungai Serayu? Kota Banyumas Masa Lampau dan Kota Purwokerto Masa Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Nama Banyumas adalah satu hal. Kota Banyumas tempo doeloe hal lain lagi. Nama kota Banyumas kini menjadi nama kecamatan Banyumas dan nama kabupaten Banyumas. Namun kini ibu kota kabupaten Banyumas tidak lagi di Banyumas tetapi di Purwokerto. Mengapa? Itu hal lain lagi. Yang ingin diperhatikan dalam hal ini adalah asal usul nama Banyumas dan pertumbuhan dan perkembangan kota Banyumas tempo doeloe.


Kabupaten Banyumas adalah wilayah kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Kota Purwokerto (bahasa Banyumasan: Purwakerta). Kabupaten Banyumas berbatasan kabupaten Brebes di utara; kabupaten Purbalingga, kabupaten Banjarnegara, dan kabupaten Kebumen di timur, serta kabupaten Cilacap di sebelah selatan dan barat. Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah terdapat di ujung utara wilayah kabupaten (puncak 3.400 M dan masih aktif). Banyumas merupakan wilayah budaya Banyumasan, diantara barat Jawa dan timur Sunda dengan bahasa dialek Banyumasan (ragam tertua bahasa Jawa yang cukup berbeda dengan dialek standar bahasa Jawa ("dialek Mataraman"). Masyarakat dari bahasa dan daerah lain kerap menjuluki "bahasa ngapak" karena ciri khas bunyi /k/ yang dibaca penuh pada akhir kata merupakan sisa sisa peninggalan Bahasa Jawa Kuno (berbeda dengan dialek Mataram yang dibaca sebagai glottal stop). Secara geografis kabupaten Banyumas antara daratan dan pegunungan terdiri sebagian lembah sungai Serayu dan sebagian pegunungan dan hutan tropis di lereng selatan Gunung Slamet (kabupaten Banyumas 54,86 % berada 0–100 M dpl dan 45,14 % berada 101 m–500 M dpl. Kata Banyumas berasal banyu dan mas: banyu berarti "air", mas berarti "emas". Banyumas sebagai suatu wilayah pemerintahan, terbentuk pada abad ke-16 (masa Sultan Hadiwijaya Kesultanan Pajang). Merujuk pada cerita-cerita rakyat setempat, yakni Babad Pasir (atau Babad Pasirluhur) dan Babad Banyumas, sebelumnya wilayah Banyumas merupakan bagian dari Kadipaten Pasirluhur dan Kadipaten Wirasaba. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah nama Banyumas, nama kuno sungai Serayu? Seperti disebut di atas, sebelum kota Purwokerto tumbuh dan berkembang, kota Banyumas adalah ibu kota. Awalnya sebagai ibu kota district lalu ibu kota residentie. Kota Banyumas menjadi masa lampau dan kota Purwokerto menjadi masa kini. Lalu bagaimana sejarah nama Banyumas, nama kuno sungai Serayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Banyumas, Nama Kuno Sungai Serayu? Kota Banyumas Masa Lampau dan Kota Purwokerto Masa Kini

Sebelum nama Purwokerto dikenal, jauh di masa lampau nama Banjoemas sudah diketahui. Nama Banjoemaas paling tidak sudah dilaporkan tahun 1691 (lihat Daghregister, 26-06-1691). Dalam laporan ini tidak disebutkan (pemimpin) Banjoemas (Citra=?) berafiliasi ke mana. Dalam perkembangannya disebut Banjoemaas berada di land Bagelen tanah dari (Soesoehoenan) Cartasoera (lihat Daghregister, 08-07-1705).


Sebagaimana diketahui, sejak 1695 ada ekspedisi militer ke pedalaman Jawa dari benteng Missier di Tagal. Ekspedisi ini via Banjoemas mencapai selatan Mataram dan timur Mataram lalu melalui Cartasoera terus kembali ke benteng Missier. [Berdasarkan Peta 1700] lalu kemudian dari Tegal dikirim ekspedisi ke Cartanagara di Banjoemaas di selatan Tegal dibawah pimpinan Kapten Bintang tahun 1706 untuk menundukkan pemilik wilayah (landlooper) Raden Parwata Sari. Catatan: Apakah pemimpin Banjoemas Citra sebelumnya sama dengan pemimpin Banjoemaas Raden Parwata Sari? Sudah barang tentu Pemerintah VOC mengirim ekspedisi ke Banjoemaas atas persetujuan Soesoehoenan Cartasoera. Klaim Soesoehoenan terhadap (wilayah) Banjoemas diduga terkait dengan klaim Mataram di masa lampau. Kapten Bintang dalam hal ini komandan pasukan pribumi pendukung militer VOC. Dari namanya sang kapten berasal dari Melayu atau Maluku (seperti halnya Kapten Jonker).

Lantas mengapa penting bagi Pemerintah VOC wilayah selatan pantai Jawa, sementara arah perdagangan (kerajaan) Mataran (Soesoehoenan) Soeracarta ke arah timur (melalui sungai Bengawan/Solo) dan ke arah utara di pelabuhan Semarang? Secara teoritis wilayah Banjoemas adalah bagian belakang Mataram yang dapat dianggap wilayah marjinal. Boleh jadi wilayah Banjoemas menjadi penting bagi Pemerintah VOC karena wilayah Selatan Soekaboemi telah menjadi wilayah perdagangan VOC yang berpusat di Wijkonbaai (Pelabuhan Ratu yang seakarang). Saat ini wilayah di sebelah timurnya (mulai dari Djampang) masih dianggap wilayah independent (baik dari arah Kesultanan Banten maupun dari arah Kerajaan Mataram/Cartasoera). Pemerintah VOC tampaknya ingin menyatukan wilayah perdagangan di pantai selatan Jawa mulai dari batas Banten hingga batas Mataram/Cartasoera.


Wilayah (residentie) Tegal sejak era Portugis adalah wilayah pheri-pheri diantara dua kerajaan maritime, kerajaan Demak dan kerajaan Chirebon. Wilayah Banjoemas berada di sisi berbeda dengan Tegal di selatan Jawa. Seperti halnya Tegal, wilayah Manjoemas juga wilayah maritime. Selanjutnya pada era VOC, kerajaan Mataram/Cartasoera bukanlah kerajaan maritime. Hanya kekuatan maritime yang memiliki kapasitas mengakses perdagangan di wilayah Manjoemas. Dalam hal inilah diduga Pemerintah VOC memiliki kepentingan di wilayah Banjoemas, yang di satu sisi memiliki kemampuan navigasi pelayaran perdagangan dan di sisi lain sudah memiliki basis perdagangan di sebelah barat di Pelabuhan Ratoe. Ekspedisi pertama militer VOC ke pelabuhan Ratoe terjadi pada tahun 1687 (setelah itu dibentuk pos perdagangan).

Nama Banjoemas tentu saja sudah eksis sejak lama, jauh sebelum kehadiran VOC di wilayah Banjoemas. Secara historis wilayah navigasi pelayaran perdagangan di pantai selatan Jawa tidak terhubung dengan pantai utara Jawa, tetapi terhubung dengan navigasi pelayaran perdagangan di pantai barat Sumatra. Sementara pantai barat Sumatra sudah dikenal, dalam pada peta-peta Portugis, wilayah selatan Jawa adalah wilayah yang tidak dikenal. Seperti kita lihat nanti wilayah selatan Jawa baru terindentifikasi pada peta-peta VOC/Belanda. Dalam hal ini, pionir di selatan Jawa adalah pelaut-pelaut Belanda/VOC.


Palaut-pelaut Belanda secara tidak sengaja menemukan wilayah pantai selatan Jawa. Dalam peta-peta Portugis di wilayah selatan Jawa hanya ditandai gambar-gambar monster yang sangat menyeramkan (suatu keterangan yang mengindikasikan dari sumber penduduk sebagai suatu wilayah yang jarang dikunjungi) dan dalam peta-peta sejaman diidentifikasi sebagai wilayah Parte Incognita da Iava). Pada ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis die Houtman (1595-1597) jalur yang digunakan mengikuti jalur navigasi Portugis dari Madagaskan ek pantai barat Sumatra, yang dalam hal ini Cornelis de Houtman mendarat pertama kali di pulau Enggano yang kemudian ke Lampoeng dan seterusnya ke Banten (melalui selat Soenda). Pelaut-pelaut Belanda ini kurang diterima di Banten (lagi pula yang berpengaruh dalam perdagangan di Banten adalah Portugis), di Soenda Kalapa dan Jepara juga kurang diterima hingga mendapatkan kesempatan di Rembang dan Toeban sebelum terjadi serangan dari (kerajaan) Arosbaja di pantai barat Madura. Saat pelaut Belanda meunju Maluku, salah satu dari tigal kapal mereka rusak berat di Laut Bali dan kemudian menunda perjalanan dan harus kembali ke Berlanda. Ekspedisi pertama ini memutar balik di pulau Lombok dan kemudian diterima Radja Bali di pantai timur pulau. Setelah sebulan di Bali, dengan sisa dua kapal Cornelis de Houtman kembali ke Belanda melalui pantau utara Bali lalu melewati selat Blambangan dengan mengitari sisi selatan Jawa hingga ke Afrika Selatan. Dalam ekspedisi-ekspedisi Belanda selanjutnya, pelaut-pelaut Belanda menemukan rute navigasi pelayaran yang aman dari selatan Lautan India dan bergerak diagonal ke sisi selatan Jawa di pulau Kalapa dan pulau Natal. Kalau boleh dikatakan jalur navigasi rahasia Belanda ini menjadi rute strategis mereka tidak hanya menuju selat Soenda (ke pantai utara Jawa), juga melalui selat Blambangan (kini selat Bali) dan selat Bali (kini selat Lombok) terus ke Maluku melalu Solor dan Koepang. Sejak inilah pelaut-pelaut Belanda (hingga pedagang-pedagang VOC) mengenal lebih jauh tentang pantai selatan Jawa. Potensi perdagangan di selatan Jawa (Pelabuhan Ratoe dan Banjoemaas) diduga kuat menjadi alasan Pemerintah VOC mendapatkan legitimasi dari Soesoehoenan Cartasoera dalam pengembangan perdagangan VOC di wilayah Banjoemas.

Dalam hubungan tersebut, nama Seraijoe belum dikenal, yang dikenal lebih awal adalah nama Banjoemaas. Lalu pertanyaannya, Banjoemas itu nama apa dalam konteksa navigasi pelayaran Belanda di selatan Jawa? Nama kampong atau nama sungai? Biasanya sebelum terbentuk nama wilayah, biasanya nama yang dikenal adalah nama-nama geografi (gunung, sungai dan nama kampong; belum mengidentifikasi teluk, tanjong dan danau). Seperti disebut di atas, nama Banjoemas paling tidak dilaporkan pada tahun 1691. Bagi Pemerintah VOC sejak 1705 (wilayah) Cartosoero, Bagelen dan Banjoemas adalah tiga wilayah yang terpisah, tidak wilayah yang dibedakan (dari arah barat dibedakan: wilayah Banten, Djampang/Sukabumi, Sidamar/Tjianjoer dan Limbangan/Tasik Malaya.


Tidak ada benteng yang dibangun di pantai selatan Jawa, bahkan di Pelabuhan Ratoe sekalipun, tetapi dan hanya satu-satunya benteng yang dibangun terdapat di Cartanegara di Banjoemas. Mengapa? Biasanya benteng dibangun oleh Pemerintah VOC karena potensi perdagangan. Membangun benteng menggunakan biaya besar, Oleh karenanya benteng adalah suatu investasi jangka panjang. Dalam konteks inilah Banjoemas dianggap penting, sebagai satu-satunya wilayah terpenting di pantai selatan Jawa. Pada tahun 1705 Kapten Bintang mendirikan benteng di (sungai) Cartanegara, Banjoermas. Dimana posisi GPS Cartanegara? Setelah Kapten Bintang menaklukkan Raden Parwata Sari di Banjoemas lalu Pemerintah VOC mengangkat dua pemimpin pengganti yakni Raksanagara dan Martajoeda yang masing-masing dengan gelar Toemenggoeng (diintegrasikan ke Cartasoera). Seperti kita laihat nanti, kemudian Marta Joeda diangkat sebagai demang di Limbangan (lihat Daghregister, 09-07-1611). Sketsa: Benteng VOC di (sungai) Cartanagara (1705)

Pada masa ini nama Banjoewangi belum dikenal, yang dikenal baru nama Blambangan. Akan tetapi nama Banjoemas sudah luas diketahui. Harus dicatat bahwa tempat-tempat utama pada masa itu belum dikenal banyak terutama nama-nama tempat di pedalaman (kecuali Cartasoera). Nama tempat yang dikenal luas adalah nama-nama tempat di pantai yang berperan sebagai pelabuhan. Dalam hubungannya dengan Batavia (pos utama perdagangan VOC) adalah nama-nama seperti Banten, Jepara, Bali, Banjermasin, Makassar. Jambi, Palembang, Benkoeloe, Cheribon, Tegal, Pakalalongan, Semarang, Soerabaja, Pasoeroean, Soemanap, Rembang dan sebagainya. Satu nama penting di selatan Jawa adalah Banjoemas yang kemudian disusul Bagelen. Dalam hal ini nama Banjarmasin dan nama Banjoemas pada era yang sama. Namun yang menyisakan pertanyaan adalah bagaimana dengan nama sungai Cartanagara?


Nama Cartanagara sejaman dengan nama Cartasoera. Pada masa ini (sebelum memasuki awal abad ke-18), Carta adalah nama penting seperti nama Marta, Ada Cartajoeda dan ada Martajoeda serta Panatajoeda. Tentu saja ada Martapoera. Nama Nagara menunjukkan nama tempat juga. Seperti kita lihat nanti, di wilayah Banjoemas apa kaitan nama Bandjar di sebelah barat dan nama Bandjarnagara di sebelah timur. Dalam hal ini nama sungai Caratanagara merujuk pada nama Carta dan Nagara, Semua nama-nama tempat tersebut berasal dari zaman kuno. Tentu saja ada nama Wirasaba yang akan terkait nanti dengan nama Wanasaba dan Wanacarta. Juga ada Cartawira, ada Cartajasa. Nama tempat dan nama gelar saling menggantikan. Dalam hal ini nama Cartanagara adalah nama gelar. Cartanagara ada di Japara dan juga kemudian ada di Banjoemas. Dalam hal ini nama Banjoemas adalah nama geografi (tidak pernah terkait nama gelar). Nama Cartanagara diduga kuat adalah nama gelar yang menjadi nama geografi (sungai) di Banjoemas.

Pada masa itu nama Carta nagara, selain di Banjoemas juga ditemukan di Japara. Nama (gelar) Cartanagara kali pertama dilaporkan tahun 1698 di Japara (lihat Daghregister, 17-05-1698). Cartanagara (Tomenggoeng) adalah seorang petinggi di Japara yang head to head dengan Soesoehoenan di Cartasoera (lihat Daghregister, 01-04-1707). Dalam konteks inilah kita berbicara Cartanagara sebagai nama sungai di Banjoemas. Lalu apakah nama Banjoemas menjadi asal muasal nama-nama tempat seperti Banjoewangi, Banjoeasin, Banjoebiroe dan sebagainya.


Pada tahun 1714 dilaporkan ada ekspedisi dari Cartosoera ke Banjoemas untuk mengusir orang-orang Bali (lihat Daghregister, 22-12-1714). Sudang barang tentu yang melakukan ekspedisi ini di bawah perinrintah Soesoehoenan Cartasoera. Lalu mengapa ada orang Bali di Banjoemas? Besar dugaan karena factor Pemerintah VOC di Batavia. Sebagaimana diketahui pada masa ini antara Soesoehoenan sejak 1705 sudah sangat erat dengan Pemerintah VOC di Batavia. Kahdiran orang-orang Bali di Banjoemas diduga kuat adalah sisa kekuatan Oentoeng Soerapati dari Bali yang melawan otoritas Pemerintah VOC di Jawa. Tentu saja Soesoehoenan memiliki kepentingan di Banjoemas, karena wilayah Banjoemas sudaj sejak lama di klain Soesoehoean sejak era Mataram (perlu diingat Mataram pernah menyerang VOC di Batavia pada tahun 1628). Sebenarnya tidak diketahui secara pasti siapa yang diusir dari Banjoermas ini. Yang pasti yang melakukan invasi ke Banjoemas adalah kekuatan di bawah pimpinan Pangerangg Pourbaya dan Pangeran Balitar, yang lalu kemudian diusir oleh kekuatan Soesoehoenan. Apakah dalam hal ini orang Bali (era Oentoeng Soeropati) atau orang Blitar? Setelah itu yang menjadi pemangkoe kuasa di Banjoemas adalah Joedanagara (kerabat Marta Joeda dan Carta Nagara?). Seperti disebut di atas, terhadap yang ditaklukkan di Banjoemas (Citra) akhirnya di hukum mati (lihat Daghregister, 27-06-1691). Sejak inilah pedagang VOC ditempatkan di Banjoemas (Herman de Wilde). Singkatnya: sejak 1705 nama Banjoemas sudah diidentifikasi sebagai suatu negorij (kota, pemukiman) dimana para pedagangan VOC bekerja. Sejak Banjoemas menjadi tempat yang penting bagi VOC, distrik-district yang ada di sekitar wilayah adalah district Roma dan district Bagelen. Sejak kehadiran pedagang-pedagang VOC di Banjoemas, akses tidak hanya melalui laut (selatan) juga melalu darat dari (benteng) Missier di Tegal (utara). Catatan: Herman de Wilde kelak menjadi petinggi VOC di Batavia.

Penguasa di Banjoemas telah silih berganti. Dua nama yang terkenal adalah Raden Parwata Sari (dari arah barat) dan kemudian muncul nama Joedanagara (dari arah timur). Sejak ini di wilayah Banjoemas mulai stabil (yang berafiliasi ke Soesoehoenan Cartasoera). Dalam hal ini Joedanagara didukung oleh Pemerintah VOC (sebagaimana juga di Madura, Tjakranagara yang didukung Pemerintah VOC). Hingga tahun 1740 Joedanagara masih berkuasa di Banjoemas.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kota Banyumas Masa Lampau dan Kota Purwokerto Masa Kini: Sejak Era VOC hingga Era Pemerintah Hindia Belanda

Benteng Banjoemas menjadi cikal bakal kota Banjoemas, sementara sungai Cartanagara berganti nama menjadi sungai Seirajoe. Pasca dibubarkannnya VOC yang kemudian dibentuk Pemerintah Hindia Belanda (1800). Wilayah Banjoemas yang sempat sepi, mulai dianggap penting lagi. Meski demikian, eks pedagang VOC juga banyak yang dilibatkan dalam pemerintahan yang baru. Susunan pemerintahan ini dapat dilihat dalam Leydse courant, 26-10-1801. Untuk pejabat di daerah belum ada. Baru sejak 1803 pejabat gubernur diangkat, antara lain di wilayah pantai utara dan timur Jawa. Bagaimana dengan di Banjoemas?


Pemerintah Hindia Belanda baru efektif pada era Gubernur Jenderal Daendel (1808-1811). Salah satu program Daendels adalah membangun jalan trans-Java dari Batavia ke Anjer dan dari Batavia ke Panaroekan. Daendels juga sudah mulai membangun kota pemerintahan, garnisun militer dan pengembangan pertanian untuk meningkatkan volume perdagangan. Namun tidak lama kemudian terjadi pendudukan Inggris pada tahun 1811. Selama pendudukan Inggris dibentuk wilayah dalam 16 residentie, termasuk Residentie Banjoemas. Akan tetapi pendudukan Inggris harus berakhir tahun 1816.

Setelah pemulihan kembali Pemerintah Hindia Belanda pembangunan wilayah (khususnya di Jawa) dilanjutkan. Namun dalam permulaan ini belum menyeluruh. Resident Tegal diangkat W Bloem Reinierzs; Resident Pacalangan en Cadoe CMT de Salis; Resident Jogjakarta HG Nahujs. Sejumlah superintendent diangkat termasuk di Banjoewangi (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 14-01-1817). Dalam struktur pemerintahan baru ini tidak ada indikasi tentang wilayah Banjoemas. Mungkin masuk wilayah yurisdiksi Tegal atau Jogjakarta. Kini nama Banjoewangi yang tidak dikenal tempo doeloe menjadi lebih terkenal dari Banjoemas. Nama Banjoemas baru terinformasikan kembali pada masa Perang Jawa (1825-1830).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar