Sabtu, 01 April 2023

Sejarah Banyumas (15): Militer di Wilayah Banyumas Semasa Hindia Belanda; Jenderal Soedirman - Perang Kemerdekaan Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Sejarah militer di wilayah Banyumas terbilang sudah sangat tua. Sejarah Soedirman putra Banyumas di Purbalingga yang menjadi panglima tertinggi di masa perang kemerdekaan Indonesia masih terbilang baru. Sejarah militer di Banyumas dimulai pada tahun 1706 saat mana pemimpin Banyumas Raden Parwita Sari menentang kehadiran Pemerintah VOC. Perang pun terjadi. Lalu dalam Perang Jawa (1825-1830) yang dipimpin Pangeran Diponegoro wilayah Banyumas kembali penting. Sejarah berulang kembali pada era perang kemerdekaan Indonesia.

 

Karesidenan Banyumas pada masa kemerdekaan 1945-1947. Diah Tjaturini, Skripsi. 1989. Abstrak. Penelitian mengenai situasi di Karesidenan Banyumas dilakukan di Jakarta, Purwokerto dan Banyumas sejak bulan April 1988 sampai November 1988. Tujuannya untuk mengetahui situasi di Karesidenan Banyumas sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dilancarkannya Aksi militer I Belanda pada tanggal 21 Juli 1947. Pengumpulan data dilakukan melalui kepustakaan, berupa buku-buku, manuskrip, surat kabar dan surat pribadi. juga melalui wawancara serta peninjauan ke lokasi. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa Karesidenan Banyumas merupakan daerah yang aman dan tenang, serta tidak pernah dilanda pertempuran namun merupakan pusat kekuatan untuk dikirim ke daerah pertempuran. Dengan situasi yang berbeda dengan daerah lain, maka Karesidenan Banyumas dapat memusatkan perhatian pada kehidupan dan kesejahteraan rakyatnya. Keadaan yang semula tenang dan aman berubah setelah dilancarkan Aksi Militer I Belanda, yang menyebabkan seluruh daerah di karesidenan ini jatuh dalam kekuasaan tentara NICA, sehingga kerap terjadi pertempuran antara pasukan Republik Indonesia dengan tentara NICA. (https://lontar.ui.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah militer di wilayah Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, sejarah militer di wilayah Banyumas sudah terbilang tua bahkan sejak era VOC. Salah satu tokoh militer dari wilayah Banyumas adalah Soedirman pada era TNI Republik Indonesia semasa perang kemerdekaan. Lalu bagaimana sejarah militer di wilayah Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Militer di Wilayah Banyumas Era Hindia Belanda; Jenderal Soedirman Era Perang Kemerdekaan Indonesia

Pada awal Pemerintah Hindia Belanda, wilayah Banjoemas hanya dikenal sebagai suatu district yang cukup jauh dari Soerakarta. District ini sejak era VOC disebut berada di bawah kekuasaan (kerajaan) Mataram. Batasnya di daerah aliran sungai Tjibeureum ke selatan hingga ke muara di teluk/danau Segara Anakan dan ke utara hingga Watas. Wilayah district Banjoemas mulai penting bagi Pemerintah Hindia Belanda ketika terjadi Perang Jawa.


Perang Jawa yang diinisiasi oleh perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro sejak akhir tahun 1824, Pemerintah Hindia Belanda yang bekersama dengan Soesoehoena Soerakarta dan Soeltan Jogjakarta, juga mengerahkan militer dari Tegal ke wilayah district Banjoemas untuk menghadang dan menjepit wilayah dimana Pangeran Diponegoro memiliki pengaruh. Bupati Banjoemas menerima kehadiran militer dan menunjukkan kerjasamanya dengan Pemerintah Hindia Belanda. Sejak inilah benteng pertahanan di Banjoemas dibangun. Boleh jadi benteng ini adalah benteng tua sejak era VOC yang dibangun oleh Pemerintah VOC. Lokasinya berada di kota/kampong Banjoemas di sisi utara sungai Serajoe (diakses dari Tegal). Pada tahun 1926-1829 PF Waldeck datang ke Hindia sebagai petugas kesehatan yang ditempatkan di Banjoemas (lihat Oost-Indische reis van PF Waldeck in de jaren 1826-1829, 1860). PF Waldeck menyebutkan benteng ini dipimpin oleh Letnan van Vierssen yang telah dijadikan sebagai tempat yang sakit, rumah untuk dokter, istal, tidak ada tempat yang tersisa kecuali untuk tempat tidur, taman yang ditanami kubis dan buncis, Masih menurut PF Waldeck fungsi pertahanan di benteng ini sejak Oktober 1927 telah dipindahkan ke Karang Bolong dimana dibangun benteng baru dengan anggara f60.000.

Setelah melalui perang yang melelahkan dan menguras biaya, Perang Jawa (1825-1830), Pemerintah Hindia Belanda menganggarkan dana sebesar f1.300.000 untuk pembangunan organisasi militer di Hindia Belanda (lihat De Curaçaosche courant, 17-09-1831). Gubernur Jenderal juga mengalokasikan dana sebsar f2.000.000 untuk pengembangan gula dan indigo yang bekerjasama dengan para bupati yang telah terikat dengan pemerintah. Ini seakan mengindikasikan investasi senjata juga untuk mengamankan investasi ekspor. Organisasi militer dan pengembangan gula dan indigo dalam hal ini termasuk di wilayah Banyumas.


Dalam berita tersebut juga disebutkan Radja Solo telah dikirim ke Ambon. Sebagian besar wilayah Djokjokarta akan disatukan dengan wilayah Pemerintah Hindia Belanda. Wilayah yang diserahkan adalah Bagalie (Bagelen), Banjoemas, Madiun dan semua distrik lain yang terletak di sepanjang (sungai) Solo. Pangeran Dipo Negoro dipindahkan dari Celebes ke Menado. Dia didampingi oleh Adjutant Guverneurs, Knoerte, berpengalaman dalam bahasa Timur dan Hindia, yang tampaknya telah mendapat kepercayaan dari Dieponegoro dan mungkin dapat memperoleh darinya beberapa informasi tentang peristiwa yang terjadi sebelum dan selama perang terakhir. Tokoh agama Kjai Modjo telah dikirim ke bagian dalam pulau bersama 62 orang pengiringnya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jenderal Soedirman Era Perang Kemerdekaan Indonesia: Jenderal Abdoel Haris Nasoetion van Angkola Mandailing

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar