Jumat, 06 Maret 2020

Sejarah Jakarta (110): Sejarah Cililitan, Dari Pelabuhan hingga Bandara; Landhuis Land Tjililitan dan Hutan Jati (asal Kramat Jati)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sejarah masa lalu adakalanya tidak lagi menggambarkan kondisi masa kini. Misalnya ketika ditanyakan mana yang lebih duluan ada (terbentuk) Cililitan atau Kramat Jati. Warga Cililitan akan menjawab Cililitan; sebaliknya warga Kramat Jati menjawab Kramat Jati. Demikian juga jika ditanyakan mana lebih tua Cililitan atau Cawang? Warga Cawang akan menjawab Cawang. Hal ini boleh jadi karena warga masa kini merujuk pada pembagian wilayah administratif yang sekarang.

Cililitan (Peta 1695 dan Peta 1775)
Pada masa kini, nama Kramat Jati ditabalkan sebagai nama kecamatan di wilayah Jakarta Timur. Kecamatan Kramat Jati terdiri dari tujuh kelurahan, yakni: Kramat Jati, Batuampar, Balekambang, Kampung Tengah, Dukuh, Cawang dan Cililitan. Kelurahan Cililitan sendiri merupakan pemekaran dari kelurahan Cawang pada tahun 1986.

Namun sejatinya, di masa lampau nama Cililitan adalah nama yang pertama muncul dari tujuh nama yang menjadi nama-nama kelurahan di kecamatan Kramat Jati. Sebelum nama yang lain lahir, nama Cililitan sudah eksis sejak lama. Cililitan adalah area tertua di kecamatan Kramat Jati. Cililitan awalnya adalah pelabuhan dan nama Cililitan kelak digunakan sebagai nama bandara. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 04 Maret 2020

Sejarah Jakarta (109): Pasar Pisang, Dari Pasar Buah Menjadi Pusat Perdagangan (Bisnis) Penting di Batavia; G Koff en Co


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Tempo doloe di Batavia terdapat nama suatu pasar yang disebut Pasar Pisang. Lokasi area pasar ini pada masa kini berada di jalan Kali Besar Timur III. Apa yang menarik dari Pasar Pisang adalah usianya yang sudah sangat tua. Pasar Pisang sudah terbentuk sejak era VOC/Belanda. Pasar Pisang pada era Pemerintah Hindia Belanda juga dianggap sebagai pusat perdagangan yang penting.

Toko buku G Koff en Co di Pasar Pisang (1872)
Gubernur Jenderal Coen pada tahun 1619 merancang kota (stad) Batavia, lalu pengembangannya dilanjutkan oleh penerusnya. Satu yang terpenting dari Gubernur Jenderal (Jenderal) Specx (1629-1632) adalah membangun kanal sungai Tjiliwong yang kemudian dikenal sebagai kanal Kali Besar. Kanal ini menjadi pelabuhan air sepanjang kanal. Untuk mendukung ketinggian air kanal Kali Besar pada tahun 1648 dibangun kanal Molenvliet dan dua tahun berikutnya (1650) dibangun kanal Antjol.

Kapan pasar Pasar Pisang terbentuk sulit diketahui. Pasar ini diduga terbentuk karena semakin berkembangnya perpasaran di stad Batavia. Pasar Pisang diduga muncul setelah adanya Pasar Ikan dan Pasar Borong. Lantas bagaimana sejarah area Pasar Pisang? Tentu saja belum pernah ditulisn. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 03 Maret 2020

Sejarah Jakarta (108): Pasar Ikan dan Pasar Borong Sejak Era VOC/Belanda; Riwayat Pasar Ikan di Luar Batang, Kini Masih Eksis


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sebelum ada pasar, Pasar Ikan sudah uda. Pasar Ikan (Vis Passer) adalah pasar pertama di Batavia. Pasar kedua adalah Pasar Borong (Citzen Passer). Dua pasar ini lokasinya berdekatan, berada di Luar Batang. Pasar Borong kemudian namanya diganti menjadi Pasar LuarBatang. Batang (Boom) adalah batas/batang (pintu toll) masuk kota (stad) Batavia. Di luar pintu tol inilah Pasar Ikan dan Pasar Borong di Pelabuhan Soenda Kalapa.

Pasar Ikan (Peta 1890) dan Pasar Borong (Peta 1826)
Gubernur Jenderal Coen membangun kota (stad) Batavia sejak 1619. Tidak lama setelah stad Batavia dibangun, Pasar Ikan  mulai terbentuk. Terbentuknya pasar ikan diduga meningkatnya kebutuhan ikan dalam pembentukan warga urban di kota Batavia. Warga urban ini terutama orang-orang Eropa/Belanda yang telah menetapkan Batavia sebagai pusat atau kantor cabang perdagangan. Pasar ikan ini juga menjadi transaksi perdagangan untuk penduduk di pedalaman. Pasar ikan yang dibangun di pelabuhan Soenda Kalapa juga menjadi sumber ikan bagi pelaut-pelaut atau kapal-kapal dagang yang keluar masuk pelabuhan Soenda Kalapa. Sementara itu kapal-kapal dagang dari berbagai pulau di Hindia transaksi perdagangannya terjadi di dalam kota (setelah membayar biaya toll di boom/batang). Sedangkan untuk keperluan transaksi perdagangan umum, terbentuk pasar penduduk tidak jauh dari Pasar Ikan. Pasar ini kemudian dikenal sebagai Pasar Borong.  

Bagaimana dua pasar awal ini (Pasar Ikan dan Pasar Borong) tumbuh dan berkembang tidak terinformasikan dengan baik. Padahal kedua pasar ini dapat dikatakan sebagai dua pasar pertama yang pernah ada di Hindia. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 02 Maret 2020

Sejarah Jakarta (107): Sejarah Jembatan Besi Berada di Dekat Jembatan Kereta Api Batavia-Tangerang; Landhuis Jembatan Besi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama Jembatan Besi berasal dari suatu nama kapong yang disebut kampong Djambatan Besi. Namun nama kampong ini disebut Jembatan Besi bukan merujuk pada jembatan-jembatan yang menghubungkan antar kampong yang semuanya terbuat dari besi. Yang benar adalah bahwa nama kampong Jembatan Besi merujuk pada jembatan untuk rel kereta api ruas Batavia-Tangerang. Tentu saja jembatan rel kereta api ini terbuat dari besi. Pembangunan rel kereta api ruas Batavia-Tangerang belum lama dan beroperasi mulai tahun 1889. Oleh karenanya kampong Jembatan Besi terbilang kampong baru (tidak setua kampong Jembatan Lima dan kampong Tambora).

Landhuis Djambatan Besi (Peta 1897); Kelurahan Jembatan Besi
Bacaan mengenai sejarah asal-usul nama kampong di Jakarta ternyata disajikan di dalam situs milik Pemda DKI Jakarta (lihat http:// encyclopedia. jakarta- tourism. go.id). Anehnya penjelasan asal-usul hampir semua nama kampong di DKI Jakarta di dalam situs tersebut keliru. Sangat naif dan terkesan hanya dikarang-karang. Bagaimana bisa? Simak asal-usul kampong Jembatan Besi di dalam situs tersebut: ‘Dahulu kawasan tersebut berupa rawa-rawa dan persawahan, yang masing-masing dihubungkan dengan jembatan dan semuanya terbuat dari besi. Jembatannya kokoh dan tahan puluhan tahan lamanya, sehingga, masyarakat pada masa itu mengagumi jembatan yang merupakan buatan Belanda. Mereka biasa melewati jembatan tersebut hingga kemudian populer daerah itu disebut Jembatan Besi. Hingga sekarang pun kawasan itu tetap bernama Jembatan Besi’.

Sejarah bukanlah dongeng, bukan ilusi tetapi sejarah adalah narasi fakta dan data. Setali tiga uang, tidak hanya Pemda DKI Jakarta yang latah menulis sejarah kotanya tetapi juga ditemukan di kota-kota besar lainnya. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (106): Sejarah Jembatan Lima, Asal-Usul Jembatan di Fort Vijfhoek (5 Sudut) Jadi Kampong Jembatan Lima


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Asal-usul nama (kelurahan) Jembatan Lima bukan dari lima jembatan yang berjejer sebagaimana ditulis yang dapat dibaca di internet. Itu sangat naif (ngarang). Nama Jembatan Lima bermula dari kebaradaan benteng (fort) Vijfhoek yang jumlah sudut (hoek) sebanyak lima buah. Benteng ini berada di sisi barat sungai Grogol. Dalam perkembangannya ruas sungai Grogol di sekitar benteng Vijfhoek dirapihkan menjadi kanal. Di atas kanal ini di dekat Fort Vijfhoek dibangun jembatan menuju benteng baru (fort Angke). Area di sekitar jembatan Fort Vijfhoek inilah kemudian disebut kampong Djambatan Lima. Jembatan benteng lima sudut (hoek) mereduksi menjadi Jembatan Benteng Lima dan kemudian Jembatan Lima.

Jembatan sungai Grogol di Benteng (Fort) Vijfhoek (1772-1775)
Pasca serangan Mataram ke Batavia (1628), Pemerintah VOC/Belanda mulai memperkuat pertahanan untuk mendukung Kasteel Batavia. Empat benteng pertama dibangun di pulau Onrust (utara/teluk), di muara sungai Antjol (timur), di sisi timur sungai Tjiliwong di Jacatra (kini sekitar Mangga Dua) dan di sisi barat sungai Grogol (Fort Vijfhoek). Benteng ini satu-satunya diantara benteng pendukung ini yang memiliki sudut (hoek) lima buah. Oleh karena itulah diduga menjadi unik benteng ini sehingga diidentifikasi sebagai benteng lima bastion (Fort Vijfhoek). Dalam perkembangan lebih lanjut dalam rangka untuk pengembangan pertanian dibangun benteng-benteng baru Fort Maroenda, Fort Noordwijk (area masjid Istiqlal sekarang), Fort Rijswijk (sekitar Harmoni sekarang) dan Fort Angke (perluasan/pengganti benteng Fort Vijfhoek). Fort Angke dibangun di sisi barat sungai Angke.     

Lantas bagaimana sejarah lengkap Jembatan Lima? Tentu saja itu harus dimulai dari benteng Fort Vijfhoek. Satu pasukan pribumi pendukung militer VOC/Belanda yang pernah bertugas di benteng ini adalah pasukan dari Tambora. Orang-orang Tambora ini membangun kampong di sekitar benteng (kampong Tambora dan kini kelurahan Tambora). Dalam perkembangan selanjutnya banyak peristiwa penting yang terjadi di sekitar Jembatan Lima. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jakarta (105): Sejarah Tambora, Tempo Doeloe Kampong Orang Tambora; Apakah Orang Tambora Punah Sejak 1815?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Kampong Tambora adalah salah satu kampong tua di Batavia. Nama kampong Tambora kini menjadi nama kelurahan dan nama kecamatan di wilayah Jakarta Barat. Kampong Tambora adalah kampong orang yang berasal dari Tambora di pulau Sumbawa. Nama kampong Tambora paling tidak sudah diidentifikasi pada Peta 1890. Kampong Tambora adalah kampong terkenal tempo doeloe karena itu nama Tambora dijadikan nama

Kampong Tambora (Peta 1740 dan Peta 1890)
Pada tahun 1815 gunung Tambora meletus. Letusan gunung Tambora di Bima terdengar sangat kuat di Makassar, 5 April 1815. Letusan ini juga terdengar hingga ke (pulau) Bangka. Jauhnya bunyi letusan mengindikasikan dahsyatnya letusan gunung Tambora. Dari Makassar, komandan militer Inggris mengirim suatu ekspedisi segera ke selatan untuk meninjaunya yang dipimpin oleh perwira militer sebagaimana diberitakan Java government gazette edisi 20-05-1815. Pada tanggal 22, kapal Dispatch yang tengah berlayar dari Amboina tiba di lokasi yang tidak jauh dari letusan gunung Tambora. Petugas mengalami kesulitan besar dalam pendaratan di teluk, yang mana seluruh teluk dipenuhi batu-batu apung, arang dan gelondongan kayu. Rumah-rumah tertimbun oleh abu. Komandan ekspedisi dari Makassar tersebut adalah Capt. Eatwell dengan kapalnya Benares (lihat De Curaçaosche courant, 05-04-1816). Menurut laporan ekspedisi tidak ada makhluk hidup termasuk penduduk yang selamat di sekitar gunung Tambora. Lantas apakah orang Tambora telah punah?

Bagaimana sejarah Tambora dan orang-orang Tambora di Jakarta? Jauh sebelum gunung Tambora meletus (1815) orang-orang Tambora sudah ada yang berada di Batavia. Mereka ini adalah bagian dari pasukan pribumi pendukung militer VOC. Mereka inilah yang membangun perkampongan Tambora. Lantas apakah orang Tambora yang selamat dari letusan gunung Tambora telah dievakuasi ke perkampongan Tambora di Batavia? Orang Tambora yang berada di Batavia ini dapat dikatakan sebagai The Last Mochican. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.