*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Kampong Tambora adalah
salah satu kampong tua di Batavia. Nama kampong Tambora kini menjadi nama
kelurahan dan nama kecamatan di wilayah Jakarta Barat. Kampong Tambora adalah
kampong orang yang berasal dari Tambora di pulau Sumbawa. Nama kampong Tambora
paling tidak sudah diidentifikasi pada Peta 1890. Kampong Tambora adalah
kampong terkenal tempo doeloe karena itu nama Tambora dijadikan nama
|
Kampong Tambora (Peta 1740 dan Peta 1890) |
Pada tahun 1815 gunung Tambora
meletus. Letusan gunung Tambora di Bima terdengar sangat kuat di Makassar, 5
April 1815. Letusan ini juga terdengar hingga ke (pulau) Bangka. Jauhnya bunyi
letusan mengindikasikan dahsyatnya letusan gunung Tambora. Dari Makassar, komandan
militer Inggris mengirim suatu ekspedisi segera ke selatan untuk meninjaunya yang
dipimpin oleh perwira militer sebagaimana diberitakan Java government gazette
edisi 20-05-1815. Pada tanggal 22, kapal Dispatch yang tengah berlayar dari
Amboina tiba di lokasi yang tidak jauh dari letusan gunung Tambora. Petugas mengalami
kesulitan besar dalam pendaratan di teluk, yang mana seluruh teluk dipenuhi
batu-batu apung, arang dan gelondongan kayu. Rumah-rumah tertimbun oleh abu. Komandan
ekspedisi dari Makassar tersebut adalah Capt. Eatwell dengan kapalnya Benares (lihat
De Curaçaosche courant, 05-04-1816). Menurut laporan ekspedisi tidak ada makhluk
hidup termasuk penduduk yang selamat di sekitar gunung Tambora. Lantas apakah
orang Tambora telah punah?
Bagaimana sejarah Tambora
dan orang-orang Tambora di Jakarta? Jauh sebelum gunung Tambora meletus (1815)
orang-orang Tambora sudah ada yang berada di Batavia. Mereka ini adalah bagian
dari pasukan pribumi pendukung militer VOC. Mereka inilah yang membangun
perkampongan Tambora. Lantas apakah orang Tambora yang selamat dari letusan
gunung Tambora telah dievakuasi ke perkampongan Tambora di Batavia? Orang Tambora
yang berada di Batavia ini dapat dikatakan sebagai The Last Mochican. Untuk
menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
|
Kecamatan Penjaringan; Kecamatan/Kelurahan Tambora |
Sumber utama yang digunakan
dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena
sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*
Kampong
Tambora dan Letusan Gunung Tambora
Untuk mendukung militer VOC/Belanda, pasukan pribumi
direkrut dari berbagai tempat sebagai wujud kerjasama pemerintah VOC/Belanda
dengan kerajaan-kerajaan. Pasukan pribumi tersebut antara lain berasal dari Bali,
Bogies, Macassar, Ambonia, Banda, Jawa dan berbagai wilayah Malajoe. Pada
perkembangan berikutnya menyusul pasukan pribumi dari wilayah (pulau) Soembawa
seperti Tambora. Pasukan pribumi asal Tambora ini diantaranya ditempatkan di
benteng (fort) Vijfhooek (sebelah barat Batavia).
|
Tambora di gunung Tambora dan Tambora di Batavia |
Tambora adalah kerajaan
besar di (pulau) Sumbawa. Hubungan intensif antara pemerintah VOC/Belanda di
Batavia dengan kerajaan Tambora sudah ada sejak 1675 (lihat catatan Kasteel
Batavia Daghregister). Namun hubungan
itu memanas dan radja Tambora ditangkap dan dibuang ke Cabo de Gode Hoop
(Afrika Selatan) pada tahun 1697. Namun dalam perkembangannya, pengganti radja
Tambora bekerjasama dengan VOC/Belanda. Sejak kerjasama inilah, hubungan baik antara
dua pihak 1709 menyebabkan laki-laki Tambora banyak yang direkrut untuk
mendukung militer VOC/Belanda. Di Batavia pasukan pribumi asal Tambora ini
ditempatkan di benteng (fort) Vijfhooek (area benteng ini kini di sekitar
Jembatan Lima). Radja Tambora meninggal di Cabo de Gode Hoop. Anak radja
Tambora menerima surat dari Cabo de Gode Hoop 1741.
Setelah selesai berdinas, anggota pasukan ini banyak
yang tidak kembali ke kampong halaman mereka. Orang-orang Tambora kemudian
membangun kampong dekat benteng Vijfhooek. Perkampongan ini kemudian dikenal
sebagai kampong Tambora.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar