Senin, 02 Maret 2020

Sejarah Jakarta (107): Sejarah Jembatan Besi Berada di Dekat Jembatan Kereta Api Batavia-Tangerang; Landhuis Jembatan Besi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama Jembatan Besi berasal dari suatu nama kapong yang disebut kampong Djambatan Besi. Namun nama kampong ini disebut Jembatan Besi bukan merujuk pada jembatan-jembatan yang menghubungkan antar kampong yang semuanya terbuat dari besi. Yang benar adalah bahwa nama kampong Jembatan Besi merujuk pada jembatan untuk rel kereta api ruas Batavia-Tangerang. Tentu saja jembatan rel kereta api ini terbuat dari besi. Pembangunan rel kereta api ruas Batavia-Tangerang belum lama dan beroperasi mulai tahun 1889. Oleh karenanya kampong Jembatan Besi terbilang kampong baru (tidak setua kampong Jembatan Lima dan kampong Tambora).

Landhuis Djambatan Besi (Peta 1897); Kelurahan Jembatan Besi
Bacaan mengenai sejarah asal-usul nama kampong di Jakarta ternyata disajikan di dalam situs milik Pemda DKI Jakarta (lihat http:// encyclopedia. jakarta- tourism. go.id). Anehnya penjelasan asal-usul hampir semua nama kampong di DKI Jakarta di dalam situs tersebut keliru. Sangat naif dan terkesan hanya dikarang-karang. Bagaimana bisa? Simak asal-usul kampong Jembatan Besi di dalam situs tersebut: ‘Dahulu kawasan tersebut berupa rawa-rawa dan persawahan, yang masing-masing dihubungkan dengan jembatan dan semuanya terbuat dari besi. Jembatannya kokoh dan tahan puluhan tahan lamanya, sehingga, masyarakat pada masa itu mengagumi jembatan yang merupakan buatan Belanda. Mereka biasa melewati jembatan tersebut hingga kemudian populer daerah itu disebut Jembatan Besi. Hingga sekarang pun kawasan itu tetap bernama Jembatan Besi’.

Sejarah bukanlah dongeng, bukan ilusi tetapi sejarah adalah narasi fakta dan data. Setali tiga uang, tidak hanya Pemda DKI Jakarta yang latah menulis sejarah kotanya tetapi juga ditemukan di kota-kota besar lainnya. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Landhuis Djambatan Besi dan Kanal Pedjompongan-Angke

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar