Sabtu, 09 Januari 2021

Sejarah Banten (8): Perang Saudara Kraton Banten (1681-1684); Kapten Jonker, Mayor Saint Martin dan Hendrik Lucasz Cardeel

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Bagaimana bisa terjadi perang saudara di Banten, bahkan antara ayah dan anak? Biasanya yang berselisih adalah diantara yang bersaudara. Dalam hal ini kita tidak menyelidiki sebab-musabab perselisihan satu keluarga di Kraton Banten, tetapi mencoba memahami orang-orang asing yang dapat dihubungkan dengan Banten saat itu. Mereka itu antara lain Kapitein Jonker, Majoor Saint Martin dan Hendrik Lucasz Cardeel.

Gubernur Jenderal VOC (Belanda) Rijcklof van Goens digantikan oleh Cornelis Speelman 25 November 1681 (dan berakhir 11 Januari 1684). Cornelis Speelman adalah admiral angkatan laut yang berperan penting dalam menaklukkan Kerajaan Gowa pada tahun 1869. Dalam hal kasus di Kesultanan Banten, tentu saja Cornelis Speelman tidak turun tangan, tetapi mengirim para komandan yang dimilikinya, seperti Kapitein Jonker dan Majoor Saint Martin. Dalam situasi perselisihan di kraton Banten sudah beberapa lama Hendrik Lucasz Cardeel dan putrinya Christin Helena Cardeel. Mereka berdua telah menjadi mualaf.

Soal perang saudara di kraton Banten sudah barang tentu telah ditulis. Namun bagaimana situasi dan kondisi di kraton dan orang-orang asing kurang teriformasikan. Lantas apa pentingnya kehadiran orang-orang asing ini? Tentu saja diperlukan untuk mendapatkan gambaran situasi dan kondisi di Banten pada masa kejadian perkara (cover both side). Okelah kalau begitu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (7): Sejarah Benteng Era VOC di Banten; Benteng Surosowan, Bastion Speelweijk dan Fort Karangantoe

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Benteng kuno tidak hanya di Batavia (Kasteel Batavia) dan sekitar. Benteng kuno juga terdapat di Banten. Benteng yang terkenal di Banten adalah Bastion Speelweijk, Benteng Bastion Speelweijk dibangun oleh Hendrick Cardeel sekitar Perang ‘Saudara’ Banten (1681-1684). Tentu saja tidak hanya benteng Speelweijk, juga ada benteng Surosowan dan benteng Karangantu. Benteng Speelweijk dibangun di pantai, tetapi kini situs benteng ini seakan berada jauh di daratan, Mengapa?

Setelah benteng Speelweijk dibangun, benteng baru dibangun di Tangerang, di Serpong, Tjiampea dan Leuwiliang di daerah aliran sungai Tjisadane. Benteng sendiri pada era VOC (Belanda) adalah untuk pusat pertahanan, pertahanan dari ancaman musuh. Benteng pertahanan juga dijadikan sebagai penanda pusat perdagangan baik yang sudah eksis maupun yang akan dikembangkan. Seperti disebut di atas, benteng utama Belanda (VOC) dibangun pada tahun 1619. Setelah ini benteng-benteng baru dibangun seperti di Risjwijk, Noordwijk, Angke, Jacatra dan Antjol. Benteng-benteng inilah yang menjadi menyatu satu sama lain sehubungan dengan pembangunan benteng di daerah sungai Tjiliwong seperti benteng Meester Cornelis, benteng Tandjoeng dan benteng Padjadjaran.

Lantas bagaimana sejarah benteng-benteng di wilayah (yurisdiksi) Banten? Seperti disebut di atas, salah satu yang terkenal adalah Benteng Speelweijk yang mana benteng ini pernah digunakan oleh Inggris. Lalu apa pentingnya sejarah benteng-benteng di Banten? Sejarah benteng-benteng adalah bagian dari sejarah Banten sendiri. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 08 Januari 2021

Sejarah Banten (6): Banten Zaman Kuno, Nama Banta Era Hindu dan Surosowan Era Zaman Islam; Banten Kuno, Banten Girang

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Apalah arti sebuah nama, demikian William Shakespeare (1564-1616). What's in a name? Sekarang kita putar jarum waktu jauh di masa depan (pada masa kini). Apalah arti sebuah nama. Nama suatu kampong di pinggir Kota Serang. Kampong itu disebut Banten Girang, masuk wilayah desa Sempu, Kota Serang. Girang dalam bahasa Sunda adalah hulu, atas atau udik.

Banten zaman kuno, tidak berbicara Banten zaman modern (kerajaan-kesultanan). Nama Banten Girang diduga muncul pada era Banten modern setelah terbentuknya kota pelabuhan di muara sungai Tjibanten (Surosowan). Ditambahkan nama ‘girang’ upada nama Banten ntuk membedakan dengan nama Banten di wilayah hilir di daerah aliran sungai Tjibanten (sungai atau tji Banten). Dari kota pelabuhan inilah Hasanoeddin (van Gunung Jati atau Cirebon) menyiarkan agama Islam di wilayah Hindoe di Banten (yang berpusat di Banten Girang yang sekarang). Nama sungai Tjibanten di hilir disebut sungai Karang Antoe, seperti halnya sungai Jacatra (Tjiliwong), sungai Tangerang (Tjisadane), sungai Bekasi (Tjilengsie) dan sungai Karawang (Tjitaroem). Nama sungai Karang Antoe (merujuk pada nama tempat Karang Antoe). Sungai Tjibanten sendiri berhulu di gunung Karang (dekat gunung Pulosari).

Seperti apa gambaran zaman kuno wilayah Banten? Tentu saja orang masa kini hanya mengetahui nama Banten Girang. Hal ini karena di kawasan tersebut pernah ditemukan sisa benda kuno. Namun dalam hal ini, tidak hanya soal Banten Girang tetapi lebih luas dan lebih jauh ke zaman kuno. Apa pentingnya hal itu dikaji? Karena itulah awal sejarah Banten. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (5): Bentuk Teluk Banten, Lain Tempo Dulu Lain Sekarang; Mengapa Lingkaran Menjadi Setengah Lingkaran?

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Bentuk teluk Banten yang sekarang tampak suatu cekungan (setengah lingkaran), dimana di depan teluk terdapat pulau besar (Pulau Panjang). Sejatinya teluk Banten ini di masa lampau wujudnya hampir satu lingkaran. Bagaimana bentuknya bisa berubah? Tentu saja tidak ada yang pernah mempertanyakan ini. Boleh jadi karena tidak ada yang memperhatikannya, bagaimana bentuknya tempo doeloe dan bagaimana wujudnya pada masa ini. Sudah barang tentu Cornelis Claesz tidak pernah membayangkannya di masa depan.

Seorang penulis tempo doeloe menulis: ‘Alam juga telah membentuk banyak teluk bebas gelombang dan di salah satu titik ceruk ini kemudian berdiri kampong. Dari situlah bagaimana teluk mendapatkan namanya (lihat Sumatra post, 08-06-1939). Kalimaat-kalimat tersebut tampaknya dapat digunakan untuk memulai penyelidikan mengapa bentuk teluk Banten tempo doeloe berbeda bentuknya yang sekarang. Salah satu pelaut dalam pelayaran Belanda yang pertama (1595-1597) bernama Cornelis Claesz memetakan teluk Banten hampir sebuah lingkaran berupa bulatan yang memiliki kawah (gateway). Pintu gerbang tempat keluar masuk kapal-kapal dagang. Jika Anda pernah ke Bima, kira-kira seperti teluk Bima (di pulau Sumbawa).

Lantas apa pentingnya dalam sejarah Banten? Perubahan bentuk teluk itu menggambarkan sejarah yang berlangsung di teluk, dimana tempo doeloe terdapat kerajaan besar yang memiliki kota pelabuhan (Kota Banten) yang ramai dan juga menjelaskan mengapa keramaian di pantai (teluk Banten) relokasi ke tempat yang lebih tinggi (yang menjadi cikal bakal Kota Serang yang sekarang). Oo, begitu! Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 07 Januari 2021

Sejarah Banten (4): Mengapa Disebut Selat Sunda, Antara Sumatra dan Jawa? Nama Selat Balambangan Jadi Nama Selat Bali

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kapan selat Sunda disebut? Yang jelas nama Selat Sunda tidak pernah berubah, suatu selat (jalur navigasi pelayaran) yang memisahkan pulau Sumatra dan pulau Jawa. Seperti selat Malaka dan selat Karimata, selat Sunda adalah pintu masuk jalur navigasi pelayaran utama menuju Laut Jawa (pertemuan pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Borneo). Seputar Laut Jawa adalah lalu lintas perdagangan yang intens sejak zaman kuno.

Penamaan geografis sejak zaman kuno, terutama nama pulau, nama gunung, nama sungai dan nama selat) adalah penanda navigasi dalam pelayaran perdagangan antar bangsa. Penulis-penulis geografi dan pembuat peta di Eropa sangat berkepentingan derngan nama-nama geografis tersebut untuk dibukukan (sebagai bagian dari ilmu pengetahuan). Nama-nama para penjelah saat permulaan pemetaan (dunia) menjadi penting, sepenting nama-nama geografis yang ditemukannya. Jika belum ada nama (lokalnya), nama-nama para penemu ini oleh para ahli (geografi dan peta) ditabalkan namanya, seperti pulau Tasman. Nama-nama geografis di Sumatra, Jawa dan Borneo umumnya sudah tua (sebelum kehadiran orang Eropa) dan banyak yang merujuk pada nama-nama (berasal) dari India, seperti Malaya yang merujuk pada nama gunung Himalaya yang kemudian orang-orang Moor menyebutnya Malaka (dan orang Portugis menyebutnya Malacca). Orang Moor beragama Islam berasal dari Afrika Utara sebagai pendahulu (predecessor) orang-orang Portugis di nusantara.

Lantas mengapa jalur navigasi antara pulau Sumatra dan pulau Jawa (selat) disebut Sunda? Mengapa bukan Selat Sumatra atau Selat Jawa? Tentu saja tidak Selat Banten, karena Banten sendiri belum eksis. Lalu mengapa jalur navigasi antara pulau Sumatra dan pulau Jawa (selat) disebut Sunda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (3): Kesultanan Banten Berbahasa Melayu; Lingua Franca, Antara Madagaskar - Ternate dan Luzon - Maori

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Bahasa apa yang digunakan di Kesultanan Banten, jelas bukan bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Di (kerajaan) Demak digunakan bahasa Melayu, demikian juga di Kesulatan Banten. Mengapa? Bukan karena bahasa yang digunakan di Malaka dan Atjeh adalah bahasa Melayu. Namun karena hanya satu alasan, bahwa lingua franca saat itu sudah sejak lama digunakan bahasa Melayu sebagai bahasa dalam navigasi pelayaran.

Pada era Portugis, di kota pelabuhan (kesultanan) Banten sudah sangat banyak orang Cina berdiam maupun orang Bengalen dan Guzarat. Mendes Pinto pada tahun 1547 yang dapat dibaca di dalam bukunya, mereka yang beraga bangsa ke Cina, Zunda, Demak dan Banten mengindikasikan bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Mendes Pinto kali pertama ke Malaka pada tahun 1539. Mendes Pinto yang pernah berkunjung ke Kerajaan Aru di daerah aliran sungai Baroemoen (kini Padang Lawa, Tapanuli) menyebut kerajaan ini memiliki 15.000 tentara, selain orang Batak, sebanyak tujuh ribu orang didatangkan dari Indragiri, Djambi, Borneo (Kelimantan) dan Luzon (Filipina). Pasukan kerajaan Aru ini diperkuat oleh orang-orang Moor (beragama Islam dari Afrika Utara). Pada pelayaran Belanda yang pertama yang dipimpin Cornelis de Houtman (1595-1597) selama enam bulan berdiam di Madagaskan yang mana Frederik de Houtman berkesepatan belajar dan menyusun kamus bahasa Melayu sebelum melanjutkan pelayaran ke Hindia Timur (dan berlabuh di Banten). Bagaimana bahasa Melayu sampai di Madagaskar diduga sudah sejak lama komunitas orang Hindia Timur (berbahasa Melayu) yang dibawa orang-orang Portugis.

Bahasa Melayu sebagai lingua franca, posisi geografis kota pelabuhan (kesultanan) Banten yang berada di pantai (terbuka) menjadi faktor penting mengapa bahasa Melayu yang digunakan di Banten. Tentu saja setiap komunitas di kota pelabuhan Banten menggunakan bahasanya sendiri dalam interaksi sesama. Namun sebagai bahasa internasional (lingua franca) adalah bahaa Melayu. Dalam hal ini bahasa Melayu (lingua franca) adalah satu hal. Bagaimana terbentuknya bahasa Banten, bahasa Betawi dan bahasa Cirebon hal lain lagi. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan, Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.