Jumat, 08 Januari 2021

Sejarah Banten (5): Bentuk Teluk Banten, Lain Tempo Dulu Lain Sekarang; Mengapa Lingkaran Menjadi Setengah Lingkaran?

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Bentuk teluk Banten yang sekarang tampak suatu cekungan (setengah lingkaran), dimana di depan teluk terdapat pulau besar (Pulau Panjang). Sejatinya teluk Banten ini di masa lampau wujudnya hampir satu lingkaran. Bagaimana bentuknya bisa berubah? Tentu saja tidak ada yang pernah mempertanyakan ini. Boleh jadi karena tidak ada yang memperhatikannya, bagaimana bentuknya tempo doeloe dan bagaimana wujudnya pada masa ini. Sudah barang tentu Cornelis Claesz tidak pernah membayangkannya di masa depan.

Seorang penulis tempo doeloe menulis: ‘Alam juga telah membentuk banyak teluk bebas gelombang dan di salah satu titik ceruk ini kemudian berdiri kampong. Dari situlah bagaimana teluk mendapatkan namanya (lihat Sumatra post, 08-06-1939). Kalimaat-kalimat tersebut tampaknya dapat digunakan untuk memulai penyelidikan mengapa bentuk teluk Banten tempo doeloe berbeda bentuknya yang sekarang. Salah satu pelaut dalam pelayaran Belanda yang pertama (1595-1597) bernama Cornelis Claesz memetakan teluk Banten hampir sebuah lingkaran berupa bulatan yang memiliki kawah (gateway). Pintu gerbang tempat keluar masuk kapal-kapal dagang. Jika Anda pernah ke Bima, kira-kira seperti teluk Bima (di pulau Sumbawa).

Lantas apa pentingnya dalam sejarah Banten? Perubahan bentuk teluk itu menggambarkan sejarah yang berlangsung di teluk, dimana tempo doeloe terdapat kerajaan besar yang memiliki kota pelabuhan (Kota Banten) yang ramai dan juga menjelaskan mengapa keramaian di pantai (teluk Banten) relokasi ke tempat yang lebih tinggi (yang menjadi cikal bakal Kota Serang yang sekarang). Oo, begitu! Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Teluk Banten Tempo Doeloe: Kota Banten

Bagaimana perubahan bentuk teluk Banten di masa lampau sulit diketahui. Ibarat pepatah lama yang menanyakan yang mana yang lebih dulu, ayam atau telur. Hal itulah tentang sejarah wujud teluk Banten. Kita sulit mengetahui apakah setengah lingkaran dulu, baru membentuk lingkran arau sebaliknya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe sejarah adalah narasi fakta dan data, maka kita mulai dari data yang ada untuk menjelaskan fakta. Pemetaan yang dilakukan oleh Cornelis Claesz (1596) menggambarkan teluk Banten sebagai suatu lingkaran,

Dalam sejarah navigasi pelayaran zaman doeloe, pelaut-pelaut Belanda terbilang sangat terorganisir, rapi dan teliti. Hal itu sudah diterapkan pada pelayaran Belanda pertama ke Hindia Timur (baca: Indonesia). Pelayaran pertama ini dimulai dari pelabuhan Texel pada bulan April 1595. Mereka datang dengan tiga kapal utama yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Sebelum memasuki wilayah Hindia Timur, mereka enam bulan singgah di Madagaskan, selain perbaikan kapal, penyesuaian udara tropis juga mempelajari bahasa Melayu di pulau tersebut. Tugas ini diperankan oleh adik Cornelis de Houtman yakni Frederik de Houtman sebagai ahli bahasa. Dalam pelayaran ini juga terdapat ahli geografi, ahli kesehatan, ahli pemetaan dan sebagainya. Tugas pemetaan ini dilakukan oleh Cornelis Claesz. Peta yang dibuat Cornelis Claesz tentang penampakan teluk Banten dapat kita anggap valid. Hal ini dibuat oleh seorang ahlinya.

Satu setengah abad kemudian (Peta 1744), Pulau Dua yang tempo doeloe seakan jauh di tengah laut telah menjadi tampak dangkal di seputarnya dan terkesan lebih dekat ke pantai. Pada masa kini (Now), Pulau Dua tersebut telah menyatu menjadi daratan (pantai) semacam tanjung. Seperti yang dikutip pendapat seorang penulis tempo doeloe: ‘Alam juga telah membentuk banyak teluk, bebas gelombang dan di salah satu titik ceruk ini kemudian berdiri kampong. Dari situlah bagaimana teluk mendapatkan namanya’.

Willem Marsden (1781) di dalam bukunya mencatat bahwa pelabuhan terbaik di pulau Sumatra adalah pelabuhan Tapanoeli di teluk Tapanoeli. Teluk ini menjadi tempat singgah kapal-kapal internasional untuk mendapatkan air minum. Pada era VOC, penulis-penulis Belanda menyebut pelabuhan terbaik di pulau Jawa adalah Banten di teluk Banten. Meski begitu, bentuk teluk Banten sudah jauh berubah jika dibandingkan dengan zaman doeloe (Peta 1596). Tipikal bentuk teluk Banten zaman doeloe yang tidak pernah berubah adalah teluk Bima (dimana terdapat pelabuhan dan kerajaan Bima di pulau Sumbawa). Dari bentuk teluk Banten zaman doeloe tersebut, pada masa ini kita dapat memahami mengapa pelabuhan Banten menjadi pusat perdagangan yang paling penting di Jawa (banyak pedagang asing dan pedagang antar pulau datang, karena pelabuhannya yang tenang) dan kerajaan-kesultanan Banten menjadi begitu kuat dan tidak bisa diintervensi kekuatan asing apakah Portugis, Belanda maupun Inggris. Sepanjang itu kesultanan Banten sangat jumawa. Hanya perang saudara (antara ayah dan anak) yang terjadi pada tahun 1682 yang membuat kesultanan Banten mulai berantakan dan melemah,

Tunggu deskripsi lengkapnya

Teluk Banten Masa Kini: Kota Serang

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar