Selasa, 17 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (107):Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (bag-5); Peringatan Kemerdekaan RI. 17 Agustus

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Tanggal 17 Agustus, hari ini diperingati di seluruh Indonesia sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Semua melakukan, kecuali mereka yang anti. Presiden RI Joko Widodo juga ikut memperingatinya. Tentu saja blog ini juga dalam bentuk artikel Sejarah Menjadi Indonesia, Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam peringatan ini Presiden mengawali dengan menyampaikan pidato kenegeraan di Sidang Tahunan MPR RI pada tanggal 16 Agustus 2021. Dalam kesempatan ini Presiden Jokowi hadir dengan mengenakan pakaian adat khas Badui berwarna hitam dengan sendal jepit khas.

 

Presiden Jokowi sebenarnya ingin mengangkat budaya Indonesia dari suku Badui dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI ini, tetapi tidak disangka, diberitakan bahwa dihina netizen yang menjadi viral di Twitter. Dugaan hinaan itu disampaikan di akun Twitternya @pawletariat mengomentari pakaian Presiden Jokowi saat tampil di MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 16 Agustus 2021. "Azzzskskska Jokowi make baju adat Baduy cocot bgt, tinggal bawa madu + jongkok di perempatan," cuit @pawletariat, Senin (16/8), pukul 08:40. Saya sendiri tidak mengeti maksudnya, tetapi di dalam berita itu sontak cuitan @pawletariat dalam hitungan jam diserbu para netizen hingga viral di lini masa Twitter. Warganet ramai-ramai mem-bully dan mengancamnya. "Diciduk aja si bodoh ini biar jera. Udah ngatain presiden, bawa bawa SARA lagi. Biar ngerasain dingin lantai penjara ni orang, " cuit @Shareloc Home dikutip VIVA, Selasa (17/8). Warganet lain juga mengungkapkan hal yang sama. "lo udh nyela presiden + org Baduy, yg tersinggung banyak, Presiden angkat budaya daerah malah dicela....kalo lo emg hormatin suku Baduy ga bakalan lo merendahkan cara pakaian Presiden Jokowi & cara saudara2 kita suku Baduy mencari nafkah," cuit @EMP. Banyaknya warganet menyerangnya, pemilik akun @pawletariat ini memberikan klarifikasi dan permohonan minta maafnya. Meski begitu warganet tetap terus menyerbu kolom. komentar akun @pawletariat ini.

Itulah gaya Presiden Joko Widodo. Seharusnya memang demikian presiden selalu mengangkat budaya Indonesia dari berbagai daerah terutama pada detik-detik peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Nmun seperti dikutip di atas, ada saja orang yang menyikapinya dengan terlalu bodoh. Netizen yang dianggap menghina itu jelas sangat bodoh terbukti ketika dirinya dibully netizen lain lalu segera meminta maaf (apakah dirinya baru menyadari telah membuat kesalahan?). Dalam hal ini di satu sisi Presiden ingin berbuat baik, tetapi di sisi lain ada netizen yang berbuat jahat. Lalu mengapa itu semua terjadi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 16 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (106):Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (bag-4); Hari-H Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Tanggal 17 Agustus 1945, hari Jumat bulan puasa adalah hari-H (D-day) Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada pukul 10 pagi di jalan Pegangsaan Timur teks proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno. Ini setelah lebih dahulu bendera Merah Putih dinaikkan. Dalam pembacaan yang dihadari sejumlah orang Indonesia menggunakan pengeras suara, tetapi tidak ada ada siaran langsung radio. Tidak ada orang asing yang hadir (termasuk orang Jepang). Juga tidak ada copy teks karena belum ada foto kopi. Semua hanya didengar dan dicatat oleh sejumlah orang.

 

Meski pemerintah militer Jepang telah menjanjikan kemerdekaan Indonesia yang mana sudah lebih dahulu dibentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) masih bekerja, tetapi ‘persetujuan’ dari pihak Jepang belum ada, proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan. Indonesia Merdeka! Lalu bagaimana reaksi Jepang sendiri? Yang jelas dalam persiapan pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang begitu cepat tidak melibatkan orang Jepang dan juga tidak ada orang Jepang yang hadir pada hari-H dan jam-J pukul 10.00 pagi. Lalu bagaimana pembacaan teks proklmasi kemerdekaan Indonesia ini diketahui di tempat lain? Selepas pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, Adam Malik menyalin teks dan memberikan kepada Mochtar Lubis untuk dibawah dengan kereta api ke radio Bandung yang akan dibacakan oleh Sakti Alamsyah pada pukul 19.00 malam. Teks proklamasi kemerdekaan itu benar-benat dibacakan Sakti Alamsyah Siregar dan kemudian dapat di dengar oleh penduduk Priangan dan juga dapat ditangkap oleh radio Jogjakarta dan radio di Australia.

Lantas apa yang terjadi pada hari-H Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945? Tentu saja upacara pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia dan siaran radio Bandung. Namun demikian pada hari-H proklamasi kemerdekaan Indonesia banyak yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri yang terkait dengan Indonesia (terutama orang Jepang yang wait en see). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (27): Bahasa-Bahasa Asli Sulawesi; Mengapa Banyak Penutur Bahasa Bugis dan Adakah Bahasa Asli Punah?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah bahasa sudah sejak lama dipelajari oleh para ahli lingustik. Meski demikian, penyelidikan sejarah bahasa masih terus berlangsung. Hal ini karena ada misteri tersendiri dalam sejarah bahasa-bahasa. Diantara para ahli lingusitik sendiri hingga kini masih kerap terjadi perdebatan. Ini mengindikasikan, sekali lagi, terbentuknya dan penyebaran bahasa dianggap masih misteri. Namun boleh jadi itu, karena semata-mata pendekatan dan metodologi yang digunakan berbeda. Sementara itu, dalam penyelidikan sejarah bahasa-bahasa pendekatan perbandingan bahasa lazim digunakan untuk menentukan kedekatan (kekerabatan) satu bahasa dengan bahasa lain. Dari analisis kekerabattan bahasa ini juga adakalanya dihitung dengan metode tertentu untuk menentukan sejak kapan dua bahasa yang diperbandingkan berpisah. Metode serupa ii tentu saja perlu, tetapi jelas tidak cukup.

Pada masa ini kita dapat membaca hasil analisis sejarah bahasa-bahasa di pulau Sulawesi. Bahasa Bugis disebutkan salah satu cabang (anak) bahasa yang tergolong muda. Namun dalam statistik bahasa pada hari ini penutur bahasa Bugis terbilang yang terbanyak di pulau Sulawesi. Mengapa bisa demikian. Dalam silsilah genealogis bahasa-bahasa di pulau Sulawesi disebutkan bahwa kombinasi bahasa Tau (di wilayah barat Sulawesi) dan bahasa Bere’e (di kawasan teluk Tomini) diduga menjadi awal mula terbentuknya bahasa Makassar. Lalu bahasa Makassar (yang terbentuk di wilayah selatan Sulawesi) kemudian menurunkan bahasa Walio (di wilayah timur Sulawesi di Buton). Yang terakhir, dari bahasa Walio ini kemudian terbentuk bahasa Bugis dan bahasa Mandar. Lantas bagaimana dengan bahasa-bahasa di wilayah utara pulau Selawesi seperti bahasa Minahasa (dan bahasa Manado)?

Lantas bagaimana sejarah bahasa-bahasa asli di pulau Sulawesi? Mengapa penutur bahasa Bugis begitu besar, padahal seperti disebut di atas bahasa Bugis tergolong bahasa yang relatif lebih muda? Lalu apakah ada bahasa-bahasa asli di Sulawesi yang punah atau terancam punah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 15 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (105):Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (bag-3); Revolusi Senyap Ala Pemuda Revolusioner

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini  

Detik-detik jelang proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi berbagai peristiwa penting di luar Indonesia maupun dalam dalam negeri. Pada dua artikel sebelum ini telah dideskripsikan apa yang terjadi di luar dan pada artikel ini juga akan dideskripsikan apa yang terjadi di dalam negeri khususnya Djakarta. Yang jelas bahwa keputusan Kerajaan Jepang menyerah kepada sekutu sudah diketahui secara luas di Djakarta. Situasi di Djakarta tiba-tiba sunyi senyap dari lalu lintas militer Jepang di jalan-jalan. Sudah barang tentu warga Djakarta bertanya-tanya apa yang terjadi selanjutnya setelah berita menyerahnya Kerajaan Jepang kepada Sekutu.

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sudah dibentuk dan sudah melakukan tugas dan pekerjaannya hingga terjadinya penyerahan Kerajaan Jepang kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Sebagaimana juga diketahui masa ini pada tanggal 15 Agustus 1945 para pemuda revolusioner Indonesia mengadakan pertemuan di suatu gedung di Jalan Pegangsaan Timur 17. Hasil rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh, pada pukul 23.00 dikirim utusan Wikana dan Darwis untuk menemui Bung Karno dan mendesak agar besok hari (16/8) diproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun Bung Karno menolak dengan alasan Panitia PPKI juga akan bersidang pada besok hari. Lalu para pemuda dengan terpaksa, pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00, setelah sahur menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Akhirnya disepkati pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 teks proklamasi kemerdekaan yang sudah disiapkan dibacakan oleh Ir. Soekarno. Lalu bagaimana selanjutnya?

Lantas apa yang terjadi menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia di luar maupun di dalam negeri khususnya di Djakarta? Seperti disebut di atas di alam negeri disepakati proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dibacakan pada taanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00. Lalu apa lagi yang terjadi di luar sana? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (26): Prasasti Watu Marando Suku Wana di Sulawesi Tengah; Suatu Bukti Peradaban Zaman Kuno?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Suku Wana disebutkan hingga ini hari masih banyak yang tertinggal. Suku Wana penutur bahasa Tau Ta’a meski sudah mulai membuka diri tetapi secara geografis masih terisolasi di pedalaman Sulawesi Tengah. Populasi suku (Tau Ta’a) Wana yang terbilang cukup banyak berada di kecamatan Bungku Utara, kabupaten Morowali Utara. Tidak jauh dari desa Opo dan desa Tanakuraya ditemukan suatu prasasti di tepi sungai Bongka yang disebut Watu Marando. Lantas apakah ada hubungan suku Wana berbahasa Tau Ta’a dengan prasasti Watu Marando?

Tidak seperti di Sumatra dan Jawa, di Kalimantan dan Sulawesi terbilang masih sangat minim bukti peradaban zaman kuno. Ini seakan makin ke wilayah timur di Hindia Timur (nusantara) penemuan prasasti semakin langka. Di Sumatra dan Jawa prasasti yang ditemukan berasal dari era Hindoe Boedha yang umumnya ditulis dalam aksara Pallawa dengan menggunakan bahasa Sanskerrta. Di pulau Kalimantan ditemukan satu situs prasasti di Muara Kaman yang diperkirakan berasal dari abad ke-5. Sementara di pulau Sulawesi ditemukan prasasti di situs Minahasa (prasasti Watu Rerumeran) dan di situs Seko (Toraja-Luwu). Dalam hal ini situs Watu Marando di Bungku Utara. Sedangkan prasasti di Nusa Tenggara ditemukan di situs Bima (prasasti Watu Tunti), di situs bagian timur Flores (Tanjung Bunga) dan di situs bagian barat Flores (Manggarai Barat). Sampai ssejauh ini belum ada dilaporkan penemuan situs tua di (kepulauan) Maluku dan Papua. Sebagai tambahan: prasasti juga ditemukan di situs Vietnam (prasasti Vo Cahn abad ke-3), Thailand (prasasti Ligor 775 M) dan Filipina (prasasti Laguna 900 M).

Lantas bagaimana sejarah suku Wana dan keberadaan prasasti Watu Marando? Pada artikel sebelumnya sudah ditulis sejarah suku Wana sebagai penutur bahasa Tau Ta’a. Namun dalam hal ini sejarah suku Wana dikaitkan dengan keberadaan prasasti Watu Marando. Seperti yang ditanyakan di atas lalu apakah prasasti Watu Marando terkait dengan suku Wana? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.