Nama tempat Sunda Kelapa (Cunda Calapa/Belanda) atau Iacatra
(Jacatra/Portugis) tidak muncul lagi. Nama yang muncul ke permukaan sebagaimana
disebut dalam surat kabar dan peta adalah nama baru, yaitu Batavia. Yang menyisakan
pertanyaan kapan nama Batavia menggantikan Sunda Kelapa/Jacatra?
Berdasarkan buku sejarah,
VOC didirikan 20 Maret 1602. VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) adalah
perkumpulan dagang Belanda di Asia. VOC kemudian membangun pos yang awalnya di
Banten (1603) dan kemudian ke Jacatra/Jayakarta. Pada tahun 1619 Jan Pieterzoon
Coen mendirikan benteng Batavia.
Nama Batavia
Diketahui Berdasarkan Berita Kapal Sejak 1627
Courante uyt Italien, Duytslandt, &c, 31-07-1627 |
Informasi pertama tentang nama Batavia ditemukan dalam surat kabar Courante
uyt Italien, Duytslandt, &c edisi 31 Juli 1627. Nama Batavia dalam surat
kabar tersebut mengacu pada kutipan berita berikut: ‘Kapal kargo dari Batavia pada
bulan Desember 1626 telah tiba di Texel pada tanggal 24 Juli 1627’. Berita ini
mengindikasikan bahwa perjalanan kapal kargo ini sejak dikirim dari Batavia
hingga tiba di Texel membutuhkan waktu tujuh bulan. Suatu waktu yang sangat
lama, tapi begitulah pelayaran saat itu.
Sejak berita kapal kargo yang pertama dari Batavia, semakin kerap kapal
kargo dari Oost Indisch yang dilaporkan yakni dari Batavia dan Suratta
(Sumatra?). Kapal kargo yang dilaporkan surat kabar Courante uyt Italien,
Duytslandt, &c. edisi 16-07-1633 memberitakan sangat rinci. Kapal-kapal yang
tiba tersebut terdiri dari kapal Prins Willem, Hollandia, Zutphen, Amelia,
Rotterdam, Hoorn dan Amboina. Kapal-kapal ini di bawah komandan Jenderal Specx.
Courante uyt Italien, Duytslandt, &c, 16-07-1633 |
Muatan kapal-kapal tersebut
berisi 36 jenis komoditas yang dirinci menurut volume (seperti pon, pikul).
Komoditi tersebut antara lain lada, rotan, puli, getah dammar, gambir, indigo,
kelapa, pala, berlian dan permata. Secara keseluruhan komoditi tersebut
komoditas tahan lama. Selain itu juga terdapat kain (sutra dan katun) yang
kemungkinan diangkut dari pelabuhan-pelabuhan di India.
Dari tahun ke tahun frekuensi kapal kargo dari Batavia semakin tinggi.
Jumlah kapal juga semakin banyak, jenis komoditas semakin banyak dan volume
masing-masing komoditas semakin besar. Seperti dilaporkan surat kabar Ordinaris
dingsdaeghse courante, 11-08-1648 kapal-kapal tersebut dicarter oleh Nederlantfe
Geoctroyeerde Ooft-Indifche Compagnie (VOC?).
Kota Batavia
Dibentuk: Sungai Ciliwung dan Pakuan
Ordinaris dingsdaeghse courante, 11-08-1648 |
Keberadaan Sungai Ciliwung pertamakali diketahui di dalam laporan Tome
Pires (1513). Di Batavia tersiar kabar yang menyebutkan bahwa ada kerajaan
Sunda yang beribukota Pakuan terletak di daerah pegunungan dua hari perjalanan
dari Pelabuhan Kalapa di muara Ciliwung.
Lokasi ibukota kerajaan ini
tepat berada pada posisi jarak terdekat di antara dua sungai yang sejajar
(lihat gambar disamping). Dua sungai itu adalah Sungai Ciliwung (timur/kanan)
dan Sungai Cisadane (barat/kiri). Karena posisinya yang sejajar maka letak
ibukota Pakuan itu juga disebut sebagai Pajajaraan. Pada masa ini lokasinya
antara Batu Tulis dan Empang.
Laporan ini ada tidak lama setelah Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka
(1511) dan Portugis juga telah menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk
menandatangani perjanjian dagang terutama lada (1512).
Selanjutnya pada tahun 1522 di Pelabuhan Kalapa ini dilakukan perjanjian
persahabatan perdagangan antara Portugis dengan Kerajaaan Pajajaran. Adanya
perjanjian ini maka Portugis diperbolehkan membangun gudang dan bahkan benteng
di Pelabuhan Kalapa. Dalam perkembanganya, kerajaan Sunda, yang masih beragama
Hindu meminta bantuan Portugis untuk
menghadapi kemungkinan serangan oleh Demak yang beragama Islam. MoU kerjasama
ditandatangani dan sebuah ‘prasasti’ didirikan di Pelabuhan Sunda Kalapa. Namun
baru lima tahun (1527) perjanjian bilateral antara Portugis dan Pajajaran
tersebut dibuat, pelabuhan pusat perdagangan ‘internasional’ ini telah dikuasai
oleh pasukan yang dipimpin Fatahillah
yang yang telah lebih dahulu sukses mengusir pasukan Portugis dari
Pelabuhan Sunda Kelapa. Atas kemenangan ini, nama Sunda Kelapa diganti dengan
Jayakarta (Kota Kemenangan). Ini dengan sendirinya Cirebon yang dibantu Demak
lalu menyerahkan wilayah Sunda Kelapa yang dikuasai ke Banten. Dengan semakin
menguatnya Banten dan Pajajaran menjadi terkurung di pedalaman, maka Banten
mulai melkukan invasi besar-besar ke wilayah Pajajaran. Pada tahun 1579 Banten
berhasil menyerang dan menghacurkan Pajajaran. Pasca peran besar dengan
Pajajaran, Kesultanan Banten merebut sisa-sisa kerajaan Sunda tersebut dan
menjadikannya beragama Islam. Raja Sunda terakhir (Prabu Suryakancana)
tampaknya enggan memeluk Islam dan memilih meninggalkan ibukota Pakuan tetapi
meninggal dalam pelarian.
Dari Maluku keperkasaan
Belanda semakin menonjol dan kemudian merangsek ke barat hingga pada tahun 1619
Jan Pieterszoon Coen dapat menghancurkan Jayakarta. Kota Jayakarta diganti
Batavia. Para pedagang Belanda yang datang pertamakali ke Jayakarta (sebelumnya
Pelabuhan Sunda Kalapa) merasakan bahwa Sungai Ciliwung lebih dalam dibanding
Sungai Banten (Cisadane) sehingga akan dimungkinkan dapat dilayari lebih jauh
ke pedalaman.
Pada 4 Maret 1621 pemerintah kota (Stad Batavia) Kota Batavia dibentuk.
Selanjutnya dari kota pelabuhan inilah VOC mengendalikan perdagangan dan
kekuasaan militer dan politiknya ke seluruh penjuru wilayah Nusantara.
Benteng Batavia (Peta 1656) |
Sungai Ciliwung adalah
tempat dimana Belanda pertama kali membangun benteng. Letak benteng ini persis
berada di tepi timur muara Sungai Ciliwung, sedang di tepi barat muaranya
terdapat gedung Culemborg dan kantor pabean. Ini berarti Kota Batavia sendiri
sebenarnya terletak di selatan benteng yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok
tinggi yang dilengkapi beberapa lapis parit pertahanan.
Selanjutnya Belanda pun sibuk dengan berbagai peperangan yang beberapa
diantaranya terbilang alot. Dalam fase awal di Kota Batavia ini, selama delapan
tahun pertama Kota Batavia sudah meluas menjadi tiga kali lipat dan akhirnya
proses pembangunan Kota Batavia sendiri selesai pada tahun 1650.
Peta Batavia, 1656 |
Di dalam Kota Batavia
sendiri dinamika sosial berkembang pesat. Pada masa awal Kota Batavia perahu
-perahu berlayar lalu lalang disepanjang Ciliwung untuk mengangkut barang dari
gudang ke kapal yang berlabuh di laut. Tahun 1648 Beng Gan seorang Kapitein der
Chinezen (kepala warga Cina di Batavia) mendapat izin dari Belanda untuk
membuat kali (kini Gajah Mada/Hayam Wuruk) dan memungut tol dari sampan-sampan
yang lewat. Tahun 1654 tol kali ini diambil alih Belanda dengan harga 1.000
real (Bagian Kali Ciliwung yang lurus dari Harmoni ke utara). Kali ini oleh
orang Belanda dinamakan Molenvliet).
Sementara itu batas-batas kota juga mengalami perubahan. Setelah mencapai
persetujuan dengan Cirebon (1681), Belanda menandatangani persetujuan dengan
Banten (1684) yang mana dalam persetujuan itu ditetapkan Cisadane menjadi batas
kedua belah pihak. Selanjutnya dengan beberapa persetujuan bersama antara
Belanda dengan Banten dan Mataram maka daerah antara Cisadane dan Citarum
dianggap sebagai wilayah Belanda.
Pada awal abad ke-17
perbatasan antara wilayah kekuasaan Banten dan Batavia mula-mula berada di Kali
Angke dan kemudian bergeser menjadi Sungai Cisadane.
Ketika pusat perdagangan VOC tumbuh dan berkembang di Batavia, keadaan di
Nusantara (Oost Indisch) dapat digambarkan sebagaimana diceritakan oleh seorang
Tionghoa yang dicatat dalam Kastil Batavia pada tanggal 1 Maret 1701. Ia baru pulang dari Angkola (kini kota Padang Sidempuan) via Barus. Ia
berangkat dari Batavia 10 tahun lalu via Malaka, lalu ke Angkola. Ia di
pedalaman berdagang kamper dan bahan lilin yang dipertukarkan dengan kain dan
garam. Ia meneruskan barang-barang dagangannya ke Baros yang ditempuh 10 hari
perjalanan (dari Angkola). Sesudah lima tahun di Angkola ia menikah sesuai adat
setempat dengan gadis Angkola. Ia memiliki seorang anak perempuan berumur empat
tahun ketika mereka tiba di Batavia pada tanggal 27 bulan yang lalu, melewati
Padang, dan bergabung dengan orang-orang sebangsanya di Batavia dan dia mulai
bercocok tanam dan mengerjakan berbagai kegiatan lain.
De locomotief, 17-06-1897 |
Kisah pedagang Tionghoa yang berada di pedalaman Tanah Batak selama
sepuluh tahun (sekitar 1691) menggambarkan berbagai perspektif. Orang Tionghoa
sudah banyak di Batavia, perdagangan ke berbagai tempat sudah umum bahkan ke
pedalaman Tanah Batak. Kisah ini juga mengindikasikan bahwa orang Padang
Sidempuan sudah ada di Batavia sejak 1701.
Sungai Ciliwung, pintu masuk Batavia (1726) |
Kisah berikutnya terjadi
pada tahun 1771 seorang botanis Wales yang dikirim pemerintah Inggris di
Calcutta untuk melakukan ekspedisi ke Angkola. Ekspedisi ini dilakukan oleh
Charles Miller untuk membuka hubungan dagang kulit manis dengan penduduk
Angkola. Charles Miller di Angkola disambut dengan tembakan senjata ke udara,
memukul gong dan menyembelih seekor kerbau (lihat William Marsden dalam bukunya
The History of Sumatra, 1811).
Gambaran ini juga mengindikasikan bahwa selain Belanda (VOC) juga di
pantai barat Sumatra pihak Inggris melakukan perdagangan. Sebagaimana diketahui
dalam buku sejarah, Bengkulu dan Tapanuli termasuk teritori Inggris yang paling
strategis di Nusantara. Dalam perkembangan berikutnya Inggris membuka pos
pedagangan di Singapoera dan Penang, sementara Malaka sudah sejak lama berada
di bawah kekuasaan Belanda (mengalahkan Portugis).
Bersambung:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar