Sejarah Pelabuhan Semarang adalah pelabuhan yang sudah cukup lama eksis (bahkan sejak era Cheng Ho yang kemudian diteruskan pada era VOC dan Pemerintah Hindia Belanda). Keutamaan Pelabuhan Semarang sejak dari doeloe kerap diposisikan sebagai Port Java karena gate bagi ekonomi di pedalaman Jawa yang berpusat di Mataram (Djojacarta dan Cartasoera). Pelabuhan Semarang juga menjadi homebase penaklukan Mataram dalam Perang Jawa (Pangeran Diponegoro).
Peta kota Semarang, 1875 |
Pada masa ini kita hanya mengenal Pelabuhan Semarang dengan
posisi GPS sebagai Pelabuhan Tanjung Emas. Namun di masa lampau, pelabuhan
Semarang sesungguhnya bermula di sungai Semarang. Bagaimana Pelabuhan Semarang
bertransformasi menjadi Pelabuhan ‘Tanjung Emas’ Semarang tentu saja menarik
untuk diperhatikan. Mari kita telusuri.
Banjir dan Navigasi
Sebagai pengganti pelabuhan yang berada di muara sungai Semarang
diketahui sudah berada di satu titik yang disebut ‘Moeara Baroe’ Havenkanaal
(lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-02-1869).
Ini menunjukkan bahwa havenkanaal sudah ada, namun tidak diketahui sejak kapan
dibangun. Moeara Baroe ini adalah suatu ujung kanal dari kanal yang dibangun
dari pusat kota dengan menyodet air sungai Semarang. Kanal ini dibangun untuk
berbagai tujuan: mengendalikan banjir di hilir sungai Semarang, fungsi drainase
di timur kota, dan jalur pelayaran alternatif (perahu/kapal kecil) dari laut
menuju pusat kota (sekitar Kampong Melajoe).
Moera Baroe Haven Kanaal Semarang (1915) |
Kapal-kapal yang berlabuh di Moeara Baroe adakalanya
kandas lalu ditarik dengan kapal tunda yang dilakukan oleh perusahaan Dammler
& Co. Dilaporkan bahwa dua tahun lalu (1867) sudah dipesan dua kapal keruk
dari Belanda dan kini (1869) sudah berada di Moeara Baroe dan akan melakukan
pekerjaannya. Pengerukan pelabuhan Moera Baroe ini disambut gembira oleh pelaku
usaha di Semarang. Sebab tidak lama lagi akan rampung jalur kereta api menuju Vorstenlanden
[Tanggoeng-Kedoengdjati-Ambarawa]. Disamping itu juga bendungan irigasi
Grobogan juga akan rampung sehingga akan mengalihkan banjir ke Semarang (lihat De
locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-02-1869).
Bersamaan dengan upaya pengerukan kanal (havenkanaal dari
Moera Baroe hingga pusat kota) telah dilakukan perbaikan kanal sehingga kanal
yang sebelumnya hanya disebut hevenkanaal telah diberi nama baru Nieuw
Havenkanaal. Pembangunan havenkanaal baru ini menelan biaya sebesar f3.800.000
(De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 06-11-1872). Pelabuhan
Haven Kanaal Moera Baroe juga sudah terlihat diintegrasikan dengan jaringan rel
kereta api dari stasion Kemidjen di Tambaksari dan pusat kota (lihat Peta Semarang 1875).
Havenkanaal Semarang, 1880 |
Pelabuhan Tandjong Priok, Batavia, 1895 |
Dalam perkembangan
berikutnya, Bandjir Kanal Barat juga menjadi tidak memadai ketika karena banjir
dalam kota juga terus terjadi. Kebutuhan lahan-lahan pemukiman dan bangunan
usaha di dalam kota yang mengambil di daratan yang lebih rendah kerap terjadi
banjir baik karena banjir kiriman maupun akibat naiknya permukaan air laut
(rob). Muncul gagasan untuk membangun Bandji Kanal Timur. Kanal baru ini mulai
dikerjakan pada tahun 1897.
Pengembangan Pelabuhan Havenkanaal Moeara Baroe
Bandjir Kanal Timur telah mulai dioperasikan. Ini
menandai Kota Semarang akan dikawal oleh dua bandji kanal yang besar. Bandjir
Kanal Barat yang dilengkapi dengan bendungan Simongan dibangun tahun 1879
menjadi faktor penting pengembangan havenkanaal lama menjadi Nieuw Havenkanaal.
Dengan selesainya Bandjir Kanal Timur, di satu sisi dapat menekan banjir dalam
kota tetapi di sisi lain juga menjadi faktor penting penurunan ketinggian permukaan
air di daratan. Rawa-rawa yang luas di masa lampau sebagian telah menjadi darat
atau permukaan tanah yang dapat diurug. Akhirnya topografi pantai Semarang
semakin terlihat stabil tanpa diganggu oleh banjir. Yang tersisa hanya pengaruh
air pasang saja (rob) saja
Peta Kota Semarang 1938 |
Kawasan Tanjung Emas Semarang
Kawasan Tanjung Emas Semarang Masa Kini (igooglemap) |
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar