Kamis, 23 November 2017

Sejarah Semarang (10): Sejarah Pelabuhan Semarang; dari Sungai Pindah ke Muara Baru Havenkanaal, Cikal Tanjung Emas

Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini


Sejarah Pelabuhan Semarang adalah pelabuhan yang sudah cukup lama eksis (bahkan sejak era Cheng Ho yang kemudian diteruskan pada era VOC dan Pemerintah Hindia Belanda). Keutamaan Pelabuhan Semarang sejak dari doeloe kerap diposisikan sebagai Port Java karena gate bagi ekonomi di pedalaman Jawa yang berpusat di Mataram (Djojacarta dan Cartasoera). Pelabuhan Semarang juga menjadi homebase penaklukan Mataram dalam Perang Jawa (Pangeran Diponegoro).

Peta kota Semarang, 1875
Riwayat pelabuhan Tanjung Emas Semarang memiliki riwayat sendiri namun mirip dengan riwayat pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Pelabuhan di dua kota ini sama-sama bermula di sungai: Pelabuhan Batavia (baca: Jakarta) di sungai Tjiliwong Pelabuhan Semarang di sungai Semarang. Ketika kapasitasnya tidak memadai lagi karena perkembangan jaman (pendangkalan sungai dan peningkatan tonase kapal-kapal), dua pelabuhan mengalami relokasi. Pelabuhan Batavia relokasi ke sebuah tanjung di sebelah timur yang airnya dalam (kemudian disebut Tanjong Priok), sedangkan Pelabuhan Semarang relokasi ke sebuah muara di sebelah timur yang airnya dalam (kemudian disebut Moeara Baroe).

Pada masa ini kita hanya mengenal Pelabuhan Semarang dengan posisi GPS sebagai Pelabuhan Tanjung Emas. Namun di masa lampau, pelabuhan Semarang sesungguhnya bermula di sungai Semarang. Bagaimana Pelabuhan Semarang bertransformasi menjadi Pelabuhan ‘Tanjung Emas’ Semarang tentu saja menarik untuk diperhatikan. Mari kita telusuri.

Banjir dan Navigasi

Sebagai pengganti pelabuhan yang berada di muara sungai Semarang diketahui sudah berada di satu titik yang disebut ‘Moeara Baroe’ Havenkanaal (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-02-1869). Ini menunjukkan bahwa havenkanaal sudah ada, namun tidak diketahui sejak kapan dibangun. Moeara Baroe ini adalah suatu ujung kanal dari kanal yang dibangun dari pusat kota dengan menyodet air sungai Semarang. Kanal ini dibangun untuk berbagai tujuan: mengendalikan banjir di hilir sungai Semarang, fungsi drainase di timur kota, dan jalur pelayaran alternatif (perahu/kapal kecil) dari laut menuju pusat kota (sekitar Kampong Melajoe).

Moera Baroe Haven Kanaal Semarang (1915)
Moeara Baroe ini terletak di ‘teluk’ sehingga terlindung dari lautan. Hal ini diduga yang menyebabkan dibangun menara mercu suar besar (yang disebut Willem III, saat itu Radja Belanda adalah Willem III) di sisi barat muara. Sebagaimana diketahui, mercu suar biasanya dibangun di sebuah tanjung, sementara pembangunan mercu suar di Moera Baroe ditujukan untuk penanda navigasi dari kapal-kapal di perairan laut Jawa untuk mengidenifikasi adanya pelabuhan (Moera Baroe di Semarang).

Kapal-kapal yang berlabuh di Moeara Baroe adakalanya kandas lalu ditarik dengan kapal tunda yang dilakukan oleh perusahaan Dammler & Co. Dilaporkan bahwa dua tahun lalu (1867) sudah dipesan dua kapal keruk dari Belanda dan kini (1869) sudah berada di Moeara Baroe dan akan melakukan pekerjaannya. Pengerukan pelabuhan Moera Baroe ini disambut gembira oleh pelaku usaha di Semarang. Sebab tidak lama lagi akan rampung jalur kereta api menuju Vorstenlanden [Tanggoeng-Kedoengdjati-Ambarawa]. Disamping itu juga bendungan irigasi Grobogan juga akan rampung sehingga akan mengalihkan banjir ke Semarang (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-02-1869).

Bersamaan dengan upaya pengerukan kanal (havenkanaal dari Moera Baroe hingga pusat kota) telah dilakukan perbaikan kanal sehingga kanal yang sebelumnya hanya disebut hevenkanaal telah diberi nama baru Nieuw Havenkanaal. Pembangunan havenkanaal baru ini menelan biaya sebesar f3.800.000 (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 06-11-1872). Pelabuhan Haven Kanaal Moera Baroe juga sudah terlihat diintegrasikan dengan jaringan rel kereta api dari stasion Kemidjen di Tambaksari dan pusat kota (lihat Peta Semarang 1875).

Havenkanaal Semarang, 1880
Namun dalam perkembangannya, kanal Havenkanaal yang dibangun bersamaan dengan kanal barat lambat laun tidak bisa mengimbangi debit air yang datang dari hulu yang mengakibatkan banjir dalam kota. Banjir dalam kota juga dianggap dapat menjadi ancaman bagi Nieuw Havenkanaal akan terjadi pendangkalan. Lalu kemudian banjir kanal barat diperbarui dengan membuat bendungan di Simongan yang selesai tahun 1879. Pelabuhan Moeara Baroe Havenkanaal sangat rentan dari darat (banjir) dan juga dari arah laut. Tidak hanya rob (air pasang) tetapi juga oleh ombak besar yang datang dari lautan yang menyebabkan pengaruh besar di kanal yang mana banyak kapal-kapal tidak stabil dan saling tabrakan (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 02-01-1877).

Pelabuhan Tandjong Priok, Batavia, 1895
Persoalan yang sama juga terjadi di pelabuhan Batavia (Tandjong Prion), kapal-kapal yang merapat baik kecil maupun besar kerap diterjang angin moonson yang membawa risiko besar (kapal saling tabrakan) atau kesulitan melakukan turun naik penumpang dan bongkar muat barang. Terdapat sebanyak 70 sampai 80 kapal besar dan kapal kecil yang berlabuh (dimana 14 kapal mesin uap). Untuk mengatasinya, pelabuhan mulai diperbaiki dengan membangun kanal-kanal yang pengerjaannya dimulai tahun 1879 (lihat Algemeen Handelsblad, 20-03-1880). Dalam perkembangan lebih lanjut pelabuhan Tandjong Priok dan pelabuhan Soerabaja juga akan dilakukan perbaikan lebih lanjut dengan pembangunan dermaga yang lebih stabil (Soerabaijasch handelsblad, 18-05-1882).

Dalam perkembangan berikutnya, Bandjir Kanal Barat juga menjadi tidak memadai ketika karena banjir dalam kota juga terus terjadi. Kebutuhan lahan-lahan pemukiman dan bangunan usaha di dalam kota yang mengambil di daratan yang lebih rendah kerap terjadi banjir baik karena banjir kiriman maupun akibat naiknya permukaan air laut (rob). Muncul gagasan untuk membangun Bandji Kanal Timur. Kanal baru ini mulai dikerjakan pada tahun 1897.

Pengembangan Pelabuhan Havenkanaal Moeara Baroe

Bandjir Kanal Timur telah mulai dioperasikan. Ini menandai Kota Semarang akan dikawal oleh dua bandji kanal yang besar. Bandjir Kanal Barat yang dilengkapi dengan bendungan Simongan dibangun tahun 1879 menjadi faktor penting pengembangan havenkanaal lama menjadi Nieuw Havenkanaal. Dengan selesainya Bandjir Kanal Timur, di satu sisi dapat menekan banjir dalam kota tetapi di sisi lain juga menjadi faktor penting penurunan ketinggian permukaan air di daratan. Rawa-rawa yang luas di masa lampau sebagian telah menjadi darat atau permukaan tanah yang dapat diurug. Akhirnya topografi pantai Semarang semakin terlihat stabil tanpa diganggu oleh banjir. Yang tersisa hanya pengaruh air pasang saja (rob) saja

Peta Kota Semarang 1938
Dalam perkembangan lebh lanjut pengembangan kawasan pelabuhan semakin terbuka untuk dirancang sedemikian rupa sehingga dimungkinkan pembangunan pelabuhan yang mampu menampung kapal-kapal uap yang besar. Pelabuhan ‘Moera Baroe’ mulai digantikan dengan membangun  pelabuhan baru yang lebih luas dan kedalaman yang lebih sesuai untuk kapal-kapal bertonase besar. Pelabuhan baru ini mengambil posisi di timur pelabuhan Moeara Baroe dengan membangun dermaga yang lebih kuat dan stabil. Bentuk desain pelabuhan baru ini dibuat menyerupai tanjung mengikuti kesesuain permukaan tanah dan planologi kota Semarang. Bentuk tanjung di pelabuhan baru Semarang ini menjadi nama baru pelabuhan dari pelabuhan lama Moera Baroe menjadi pelabuhan baru Tandjong Emas. Meski demikian, havenkanaal masih difungsikan. Pelabuhan baru Tnadjong Emas juga diintegrasikan dengan jaringan kereta api. Sejak adanya pelabuhan baru ini stasion baru ditingkatkan di Tambaksari untuk menggantikan posisi stasion Kemidjen. 

Kawasan Tanjung Emas Semarang

Kawasan Tanjung Emas Semarang Masa Kini (igooglemap)
Kawasan Tanjung Emas yang sekarang pada dasarnya area rawa-rawa yang sangat luas. Pembangunan kanal-kanal telah mengubah kawasan yang selama ini selalu banjir (dari darat) dan air pasang atau (dari laut) menjadi lahan-lahan potensial untuk ditinggikan (diurug) agar dapat dijadikan sebagai lahan bangunan. Lahan-lahan tersebut kini menjadi bagian dari area perluasan kota (Semarang Bawah). Tentu saja yang paling monjol dalam penggunaan lahan baru tersebut adalah pengembangan kawasan pelabuhan Tanjung Emas. Pada masa ini, pelabuhan telah berpindah dari Tanjung Emas yang lama ke Tanjung Emas yang baru. Dengan demikian di kawasan tersebut telah terjadi perpindahan pelabuhan yakni yang pertama pelabuhan Moera Baraoe (havenkanaal), kemudian dipindahkan ke Tanjung Emas. Lalu dipindahkan lagi dari Tanjung Emas yang lama ke Tanjung Emas yang baru.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar