Minggu, 14 Januari 2018

Sejarah Barus, Tapanuli (6): Kweekschool Tanobato, Kraton dan Masjid Atjeh; Willem Iskander Berani Membela Kesultanan Atjeh

*Semua artikel Sejarah Barus, Tapanuli dalam blog ini Klik Disini


Residentie Tapanoeli secara dejure baru terbentuk pada tahun 1840, segera setelah berakhirnya perang. Pembentukan Residentie Tapanoeli ini untuk mengefektifkan administrasi pemerintahan sipil dan mempercepat proses pembangunan di Tapanoeli. Pembangunan sipil terdiri dari dua bidang: pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan; dan pembangunan pertanian koffiekultuur (budidaya kopi). Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan terutama untuk mengintegrasikan dua sumber produksi di pedalaman di Afdeeling Mandailing dan Angkola dengan pelabuhan kuno di Natal (Mandailing) dan Loemoet (Angkola).

Sibogha, ibukota Residentie Tapanoeli, 1867
Perang Bonjol (Tuanku Imam) berakhir pada tahun 1837 yang kemudian dilanjutkan dengan Perang Pertibie (Tuanku Tambusai) tahun 1838. Komandan Militer Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust) AV Michiels diangkat menjadi gubernur sehubungan dengan pembentukan Province Sumatra’s Westkust. Wilayah administrasi Residentie Tapanoeli mulai dari Natal hingga Singkel (belum termasuk Bataklanden). Pada tahun 1842 Residentie Tapanoeli dibentuk dengan ibukota di Sibolga. Pada tahun 1845, Majoor Alexander van der Hart, anak buah terbaik AV Michiels diangkat menjadi Residen Tapanoeli. Wilayah Residentie Tapanoeli pada tahun 1946 terdiri dari: Afd. Natal, Afd. Mandailing en Angkola, Afd. Baros, Afd. Singkel plus Eiland Nias. Wilayah Baros dan Singkel mengacu pada perjanjian Belanda/VOC di Baroes (1668) dan di Singkel (1672).

Secara historis wilayah pantai barat Sumatra di bagian utara bukanlah wilayah kosong. Paling tidak nama Baroes sudah dikenal sejak jaman kuno. Wilayah ini yang kemudian dieknal sebagai Residentie Tapanoeli pada dasarnya penduduk terbagai ke dalam dua wilayah pemukiman: penduduk di kota-kota sepanjang pantai (melting post); dan penduduk di sisi bagian dalam pantai (penduduk Batak). Tidak pernah ada konflik antara dua wilayah pemukiman, karena masing-masing saling memperkuat dalam proses perdagangan sejak era komoditi kuno (benzoin dan kamper) hingga era komoditi modern (lada). Dalam era perdagangan lada, penduduk yang tinggal di pantai juga terlibat dalam produksi lada.

Kota-Kota di Pantai Barat Sumatra: Dari Batahan (Natal) hingga Singkel (Baroes)

Sejak ekonomi VOC memusat di Jawa (gula dan kopi), praktis pantai barat Sumatra terbilang sepi. Ekonomi komoditi kuno (benzoin dan kemenyan) telah lama berlalu. Meski demikian, ekonomi lada di pantai barat Sumatra masih memberi kontribusi yang berarti (terutama di Natal). Keutamaan Natal sebagai pelabuhan penting di pantai barat Sumatra karena keberadaan (posisi) benteng Inggris. Dulu, Natal yang berada di bawah Baros, menjadi terbalik, Natal menjadi pusat perdagangan dan Baros menjadi pelabuhan pendukung. Pos perdagangan Inggris di (pulau) Pontjang di teluk Tapanoeli bahkan lebih penting jika dibandingkan dengan Baroes.

Menurut Tijdschrift voor Neerland's Indiƫ jrg 2, 1839, Kota Singkel adalah wilayah Taroemon yang menjadi pelabuhan tujuan penduduk Batak Alas. Setiap tahun pelabuhan ini mengekspor 8 pikul kamfer, 4.000 pikul benzoin dan 500 pikul lada. Kota Tapoes, 20 mil dari Singkel, suatu pemukiman orang-orang Atjeh yang berbatasan dengan pemukiman Batak (di selatannya). Volume perdagangan di pelabuhan ini 1500 pikul benzoin dan tiga pikul kamfer per tahun.

Peta Kota Baroes, 1905
Baros berada di selatan Tapoes. Pelabuhan ini di bawah pimpinan seorang Radja, bandara dan empat Datoe. Dulu di Baros tahun 1668 VOC memiliki pos dan Baros sendiri meliputi Natal. Pada masa ini (1839) di Baros terdapat 3.000 jiwa penduduk diantaranya terdapat 200 Atjeh. Di bagian hulu Baros terdapat seorang Radja (Batak) dan delapan Penghoeloe. Beberapa mil di selatan Baros terdapat Sorkam yang terdiri dari 1.000 jiwa yang dikepalai oleh seorang Radja dan dua Datoes.

Di arah selatan Sorkam, terdapat Posthouder van Tapanoeli yang dihuni oleh penduduk Batak yang umumnya dari (marga) Pasariboe. Volume perdagangan tiap tahun di pelabuhan ini 4.000 pikul benzoin, lima pikul kamfer dan 20 ekor kuda. Di arah selatan Tapanoeli terdapat Kolang yang dihuni oleh 200 jiwa penduduk Batak. Lalu di arah selatan terdapat Samawang yang dihuni oleh 200 orang Melayu. Di teluk terdapat Pontjang, pulau yang memiliki populasi 300 orang yang di bawah dua Datoes.

Sibogha berada di  teluk Tapanoeli yang dihuni oleh 300 orang penduduk Batak di bawah pimpinan seorang Radja. Lanskap Sibogha ini berbatasan dengan Toekka, penduduk yang didominasi penduduk Batak sebanyak 3.000 jiwa; Si Boeloean dihuni oleh 1.000 orang Batak; Kalangan dengan 300 orang Melayu di bawah satu datoe; Papas yang dihuni oleh 3.000 jiwa penduduk Batak dengan empat Radja; Badieire dengan total penduduk 600 jiwa yang meliputi penduduk Batak dan Melayu; satu kampung berikutnya dihuni 2.000 orang Batak; Pinangsorie dengan 2.000 jiwa; Batangtoroe tidak diketahui jumlah populasinya (masuk wilayah yurisdiksi Inggris di Natal).

Singkowang terdiri dari penduduk Mandailing, Melayu dan Batak yang total sebanyak 3.000 jiwa; Batoemoendam dengan populasi 2.000 orang penduduk Mandailing; Taboejong sebagian besar penduduk Batak; Koenkoen dengan populasi 600 orang di bawah otoritas seorang Radja.

Peta Kota Natal, 1904
Kota Natal menjadi bagian dari Baros pada tahun 1668. Inggris mengakuisisi kota ini antara tahun 1755 hingga 1760 dengan membangun sebuah benteng. Berdasarkan Tijdschrift voor Neerland's Indiƫ jrg 2, 1839, Kota Natal sendiri adalah penduduk melting pot dengan jumlah populasi 3.000 jiwa yang dipimpin oleh seorang Radja dengan enam Datoe. Umumnya penduduk adalah pendatang yang awalnya berdagang lalu menetap. Di Kota Natal terdapat enam suku:
1.Soekoe Menangkabauw. Menangkabausche stam.
2.Soekoe Barat, Westelijke stam.
3.Soekoe Padang, stam van Padang.
4.Soekoe Bandar Sepoeloe, stam uit de plaatsen gelegen tusschen Padang en Benkoelen.
5.Soekoe Atje, stam van Atjin.
6.Soekoe Rauw, stam van Rauw.

Di wilayah atas Natal terdapat Linggabajoe yang dihuni oleh sebanyak 3.000 jiwa penduduk Mandailing. Linggabajoe dipimpin oleh seorang Radja dengan enam panglima. Di selatan Natal adalah Batahan dengan penduduk Mandailing sebanyak 2.500 jiwa yang dikepalai oleh seorang Radja. Wilayah Batahan ini termasuk pulau Tamang.

Selain kota-kota pantai barat Sumatra tersebut, keterangan yang sudah berhasil dikumpulkan hingga tahun 1839 (setelah berakhirnya Perang Bondjol dan Perang Pertibie) adalah wilayah-wilayah pedalaman yang disebut: Mandailing, Loeboe, Angkola dan Padang Lawas. Di wilayah Mandailing terdapat 38 kampung besar yang dipimpin oleh seorang Radja dengan enam Penghoeloe dengan populasi sebanyak 40.000 jiwa yang mana semua dimasukkan penduduk Batak tetapi telah bergama Islam. Wilayah Loeboe dengan 10 kampung besar dengan empat Radja dengan 60 penghoeloe dengan populasi 10.000 yang dibedakan dengan Batak. Wilayah Angkola dengan 10 kampung besar dengan seorang Radja dengan 10 penghoeloe dengan populasi 10.000 jiwa. Wilayah Padang Lawas dengan 10 kampung besar yang masing-masing memiliki Radja dengan 10 penghoeloe dengan populasi 8.000 jiwa.

Introduksi Pendidikan Pertama di Tapanoeli: Mandailing dan Angkola

Pada tahun 1846 di Padangsch Bovenlanden di Agam diintroduksi pendidikan bagi penduduk. Pada tahun 1847 AP Godon, controleur di Singkel dipromosikan menjadi Asisten Residen di Afd. Mandailing dan Angkola. AP Godon mendapat pesan dari Gubernur Jenderal di Batavia agar menyertakan pemimpin lokal dalam pengambilan keputusan. Pesan ini muncul diduga karena munculnya kasus pemberontakan di Afd. Mandailing dan Angkola (1842-1843) yang menjadi korban Edward Douwes Dekker (sang Multatuli) dan juga atas kunjungan utusan Radja Balanda Jenderal von Gagern bersama Gubernur AV Michiels ke Padang Sidempoean tahun 1846.

Progam AP Godon yang utama adalah meneruskan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan serta distribusi kopi ke pelabuhan Natal dan Loemoet. Program baru AP Godon (dibanding Asisten Residen sebelumnya) adalah introduksi pendidikan (sebagaimana tahun-tahun sebelumnya sudah dimulai di Agam.

Program introduksi pendidikan (aksara Latin) yang dilakukan oleh AP Godon sangat diminati oleh penduduk Mandailing dan Angkola. Pada tahun 1854 lulusan dua lulusan sekolah di Afdeeling Mandailing dan Angkola diterima di Docter Djawa School. Kedua siswa tersebut adalah Si Asta dari onderafdeeling Mandailing dan Si Angan dari onderafdeeling Angkola. Kedua siswa asal Mandailing dan Angkola ini ternyata siswa-siswa yang pertama yang diterima di Docter Djawa School yang berasal dari luar Djawa. Setelah lulus, Dr. Asta ditempatkan di Panjaboengan (Mandailing) dan Dr. Angan di Padang Sidempoean (Angkola).

Pada tahun 1856 JAW van Ophuijsen, Residen Agam (mantan Controleur Afd. Natal, 1845) merintis pembukaan sekolah guru (Kweekschool) di Agam (Fort de Kock). Sekolah guru ini merupakan sekolah guru kedua di Nederlandsch Indie (yang pertama di Soerakarta, 1851). JAW van Ophuijsen kelak dikenal sebagai ayah dari Charles Adriaan van Ophuijsen.

Pada tahun 1857 Si Sati, lulusan sekolah di Panjaboengan (Mandailing) berangkat studi ke Belanda untuk mendapatkan akte guru sekolah. Si Sati adalah pribumi pertama sekolah ke Eropa. Pada tahun 1861 Si Sati yang telah mengubah nama lokal menjadi nama internasional menjadi Willem Iskander selesai studi dan mendapat akta guru dan pulang ke tanah air. Pada tahun 1862 Willem Iskander di Tanobatoe (Mandailing) membuka sekolah guru (kweekschool). Sekolah guru ini merupakan sekolah guru yang ketiga (setelah Soerakarta dan Fort de Kock).

Pada tahun 1865 Kweekschool Tanobato dinobatkan sebagai sekolah guru terbaik di Nederlandsch Indie. Pada saat Willem Iskander memulai sekolah guru hanya terdapat empat sekolah di Residentie Tapanoeli yang semuanya di Afdeeling Mandailing dan Angkola. Lulusan Kweekschool Tanobato ditempatkan di Afdeeling Mandailing dan Angkola. Pada tahun 1870 jumlah sekolah di Res. Tapanoeli menjadi 12 buah, 10 buah di Afd, Mandailing dan Angkola dan dua lagi di Sibolga dan Natal. Guru-guru lulusan Kweekschool Tanobato kemudian ditempatkan di Baroes, Singkel dan Nias. Kweekschool Tanobato ditutup tahun 1873, sehubungan dengan Willem Iskander berangkat ke Belanda untuk membimbing tiga guru muda (Soerono dari Soerakarta, Sasmita dari Madjalengka dan Barnas dari Tapanoeli) sementara Willem Iskander sendiri studi lebih lanjut untuk mendapatkan akte kepala sekolah (guru lisensi Eropa). Willem Iskander direncanakan akan menjadi Kepala Sekolah (Direktur) Kweekschool Padang Sidempoean yang akan dibuka pada tahun 1879. Namun sangat disayangkan keempat guru pribumi tersebut tidak kembali karena dilaporkan telah meninggal dunia di Belanda pada waktu yang berbeda-beda karena sebab yang berbeda-beda,

Kweekschool Padang Sidempoean akhirnya dibuka tahun 1879 dengan Direktur yang pertama LK Harmsen. Tiga tahun kemudian, LK Harmsen digantikan oleh salah seorang guru Kwekschool Padang Sidempoean bernama Charles Adrian van Ophuijsen (anak dari JAW van Ophuijsen, pendiri Kweekschool Fort de Kock). Charles Adrian van Ophuijsen menjadi guru di Kweekschool Padang Sidempoean selama delapan tahun, lima tahun terakhir menjadi Direktur. Pada tahun 1892, Kweekschool Padang Sidempoean ditutup (karena anggaran pemerintah defisit). Pada tahun ini jumlah sekolah di Residentie Tapanoeli sebanyak 18 buah dimana 12 diantaranya berada di Afdeeling Mandailing dan Angkola. Guru-guru alumni Kweekschool Padang Sidempoean sebagian ditempatkan di Riaou, Oost van Sumatra, Djambie dan Bengcoelen. Setelah berakhirnya Perang Atjeh 1904 guru-guru dari Afdeeling Mandailing dan Angkola dikirim ke Atjeh (diantaranya: Mohammad Taib, ayah SM Amin Nasution, Aden, ayah Zulkifli Lubis dan Madong Lubis).

Penerimaan introduksi pendidikan (aksara Latin) oleh penduduk Atjeh ternyata cukup tinggi. Boleh jadi karena guru-guru yang dikirim dari Tapanoeli ke Atjeh adalahj guru-guru terbaik (tentu dengan gaji yang lebih tinggi).

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 1930, angka literasi tertinggi di (pulau) Sumatra adalah di Residentie Tapanoeli sebesar 91.04. Artinya dari 100 orang penduduk usia sekolah (Leeftijdsgroep) terdapat sebanyak 91 orang bisa baca tulis. Angka literasi tidak terlalu bnruk di Government Atjeh en onderh. yakni sebesar 80.96 persen. Angka ini sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan Bangka en onderh. (82.35 persen) dan Residentie Werskut van Sumatra (86.57 persen). Di Government Oost van Sumatra sendiri hanya 69.45 persen. Angka literasi terendah terdapat di Residentie Lampongsch Districten sebesar 22.09 persen dan Resdientie Palembang (45.17 persen). Sementara rata-rata keseluruhan di (pulau) Sumatra angka literasi sebesar 68.83 persen.  

Perang Atjeh: Perlawanan Willem Iskander Menentang Belanda

Tunggu deskripsi lengkapnya

Artikel lebih lanjut:
Sejarah Barus, Tapanuli (7): Kweekschool Padang Sidempuan; Upaya Pencerdasan Penduduk Atjeh Melalui Media dan Sekolah
Sejarah Barus, Tapanuli (8): Orang Barus dan Orang Atjeh ke Mekkah; Panduan Haji Kali Pertama Ditulis oleh Dja Endar Moeda
Sejarah Barus, Tapanuli (9): Volksraad dan Dapil Noord Sumatra (Tapanoeli en Atjeh); Dr. Alimoesa dan Dr. Abdoel Rasjid
Sejarah Barus, Tapanuli (10): SM Amin Nasution dan Gubernur Sumatera Utara; Tapanoeli dan Atjeh Tetap Republiken
Sejarah Barus, Tapanuli (11): Zainul Arifin Pohan dan Perang Atjeh; Gubernur Abdul Hakim Harahap dan SM Amin Nasution
Sejarah Barus, Tapanuli (12): Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, Harmoni Antar Umat Beragama di Tanah Batak; Islam Pertama di Indonesia di Baros dan Kristen Terakhir di Sipirok


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar