Residentie Tapanoeli secara dejure baru terbentuk pada tahun 1840, segera setelah berakhirnya perang. Pembentukan Residentie Tapanoeli ini untuk mengefektifkan administrasi pemerintahan sipil dan mempercepat proses pembangunan di Tapanoeli. Pembangunan sipil terdiri dari dua bidang: pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan; dan pembangunan pertanian koffiekultuur (budidaya kopi). Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan terutama untuk mengintegrasikan dua sumber produksi di pedalaman di Afdeeling Mandailing dan Angkola dengan pelabuhan kuno di Natal (Mandailing) dan Loemoet (Angkola).
Sibogha, ibukota Residentie Tapanoeli, 1867 |
Secara historis
wilayah pantai barat Sumatra di bagian utara bukanlah wilayah kosong. Paling
tidak nama Baroes sudah dikenal sejak jaman kuno. Wilayah ini yang kemudian
dieknal sebagai Residentie Tapanoeli pada dasarnya penduduk terbagai ke dalam
dua wilayah pemukiman: penduduk di kota-kota sepanjang pantai (melting post);
dan penduduk di sisi bagian dalam pantai (penduduk Batak). Tidak pernah ada
konflik antara dua wilayah pemukiman, karena masing-masing saling memperkuat
dalam proses perdagangan sejak era komoditi kuno (benzoin dan kamper) hingga
era komoditi modern (lada). Dalam era perdagangan lada, penduduk yang tinggal
di pantai juga terlibat dalam produksi lada.
Kota-Kota di Pantai Barat Sumatra: Dari
Batahan (Natal) hingga Singkel (Baroes)
Sejak ekonomi
VOC memusat di Jawa (gula dan kopi), praktis pantai barat Sumatra terbilang
sepi. Ekonomi komoditi kuno (benzoin dan kemenyan) telah lama berlalu. Meski
demikian, ekonomi lada di pantai barat Sumatra masih memberi kontribusi yang
berarti (terutama di Natal). Keutamaan Natal sebagai pelabuhan penting di pantai
barat Sumatra karena keberadaan (posisi) benteng Inggris. Dulu, Natal yang
berada di bawah Baros, menjadi terbalik, Natal menjadi pusat perdagangan dan
Baros menjadi pelabuhan pendukung. Pos perdagangan Inggris di (pulau) Pontjang
di teluk Tapanoeli bahkan lebih penting jika dibandingkan dengan Baroes.
Menurut Tijdschrift voor Neerland's
Indiƫ jrg 2, 1839, Kota Singkel adalah wilayah Taroemon yang menjadi pelabuhan
tujuan penduduk Batak Alas. Setiap tahun pelabuhan ini mengekspor 8 pikul
kamfer, 4.000 pikul benzoin dan 500 pikul lada. Kota Tapoes, 20 mil dari
Singkel, suatu pemukiman orang-orang Atjeh yang berbatasan dengan pemukiman
Batak (di selatannya). Volume perdagangan di pelabuhan ini 1500 pikul benzoin
dan tiga pikul kamfer per tahun.
Peta Kota Baroes, 1905 |
Di arah selatan Sorkam, terdapat
Posthouder van Tapanoeli yang dihuni oleh penduduk Batak yang umumnya dari
(marga) Pasariboe. Volume perdagangan tiap tahun di pelabuhan ini 4.000 pikul
benzoin, lima pikul kamfer dan 20 ekor kuda. Di arah selatan Tapanoeli terdapat
Kolang yang dihuni oleh 200 jiwa penduduk Batak. Lalu di arah selatan terdapat
Samawang yang dihuni oleh 200 orang Melayu. Di teluk terdapat Pontjang, pulau
yang memiliki populasi 300 orang yang di bawah dua Datoes.
Sibogha berada
di teluk Tapanoeli yang dihuni oleh 300
orang penduduk Batak di bawah pimpinan seorang Radja. Lanskap Sibogha ini
berbatasan dengan Toekka, penduduk yang didominasi penduduk Batak sebanyak
3.000 jiwa; Si Boeloean dihuni oleh 1.000 orang Batak; Kalangan dengan 300
orang Melayu di bawah satu datoe; Papas yang dihuni oleh 3.000 jiwa penduduk
Batak dengan empat Radja; Badieire dengan total penduduk 600 jiwa yang meliputi
penduduk Batak dan Melayu; satu kampung berikutnya dihuni 2.000 orang Batak;
Pinangsorie dengan 2.000 jiwa; Batangtoroe tidak diketahui jumlah populasinya
(masuk wilayah yurisdiksi Inggris di Natal).
Singkowang terdiri dari penduduk
Mandailing, Melayu dan Batak yang total sebanyak 3.000 jiwa; Batoemoendam
dengan populasi 2.000 orang penduduk Mandailing; Taboejong sebagian besar
penduduk Batak; Koenkoen dengan populasi 600 orang di bawah otoritas seorang
Radja.
Peta Kota Natal, 1904 |
1.Soekoe Menangkabauw. Menangkabausche
stam.
2.Soekoe Barat, Westelijke stam.
3.Soekoe Padang, stam van Padang.
4.Soekoe Bandar Sepoeloe, stam uit de
plaatsen gelegen tusschen Padang en Benkoelen.
5.Soekoe Atje, stam van Atjin.
6.Soekoe Rauw, stam van Rauw.
Di wilayah atas
Natal terdapat Linggabajoe yang dihuni oleh sebanyak 3.000 jiwa penduduk
Mandailing. Linggabajoe dipimpin oleh seorang Radja dengan enam panglima. Di
selatan Natal adalah Batahan dengan penduduk Mandailing sebanyak 2.500 jiwa
yang dikepalai oleh seorang Radja. Wilayah Batahan ini termasuk pulau Tamang.
Selain kota-kota pantai barat Sumatra
tersebut, keterangan yang sudah berhasil dikumpulkan hingga tahun 1839 (setelah
berakhirnya Perang Bondjol dan Perang Pertibie) adalah wilayah-wilayah pedalaman
yang disebut: Mandailing, Loeboe, Angkola dan Padang Lawas. Di wilayah Mandailing
terdapat 38 kampung besar yang dipimpin oleh seorang Radja dengan enam
Penghoeloe dengan populasi sebanyak 40.000 jiwa yang mana semua dimasukkan
penduduk Batak tetapi telah bergama Islam. Wilayah Loeboe dengan 10 kampung
besar dengan empat Radja dengan 60 penghoeloe dengan populasi 10.000 yang
dibedakan dengan Batak. Wilayah Angkola dengan 10 kampung besar dengan seorang
Radja dengan 10 penghoeloe dengan populasi 10.000 jiwa. Wilayah Padang Lawas
dengan 10 kampung besar yang masing-masing memiliki Radja dengan 10 penghoeloe
dengan populasi 8.000 jiwa.
Introduksi Pendidikan Pertama di Tapanoeli: Mandailing dan
Angkola
Pada tahun 1846
di Padangsch Bovenlanden di Agam diintroduksi pendidikan bagi penduduk. Pada
tahun 1847 AP Godon, controleur di Singkel dipromosikan menjadi Asisten Residen
di Afd. Mandailing dan Angkola. AP Godon mendapat pesan dari Gubernur Jenderal
di Batavia agar menyertakan pemimpin lokal dalam pengambilan keputusan. Pesan
ini muncul diduga karena munculnya kasus pemberontakan di Afd. Mandailing dan
Angkola (1842-1843) yang menjadi korban Edward Douwes Dekker (sang Multatuli)
dan juga atas kunjungan utusan Radja Balanda Jenderal von Gagern bersama
Gubernur AV Michiels ke Padang Sidempoean tahun 1846.
Progam AP Godon yang utama adalah
meneruskan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan serta distribusi kopi
ke pelabuhan Natal dan Loemoet. Program baru AP Godon (dibanding Asisten
Residen sebelumnya) adalah introduksi pendidikan (sebagaimana tahun-tahun
sebelumnya sudah dimulai di Agam.
Program
introduksi pendidikan (aksara Latin) yang dilakukan oleh AP Godon sangat
diminati oleh penduduk Mandailing dan Angkola. Pada tahun 1854 lulusan dua
lulusan sekolah di Afdeeling Mandailing dan Angkola diterima di Docter Djawa
School. Kedua siswa tersebut adalah Si Asta dari onderafdeeling Mandailing dan
Si Angan dari onderafdeeling Angkola. Kedua siswa asal Mandailing dan Angkola
ini ternyata siswa-siswa yang pertama yang diterima di Docter Djawa School yang
berasal dari luar Djawa. Setelah lulus, Dr. Asta ditempatkan di Panjaboengan
(Mandailing) dan Dr. Angan di Padang Sidempoean (Angkola).
Pada tahun 1856 JAW van Ophuijsen,
Residen Agam (mantan Controleur Afd. Natal, 1845) merintis pembukaan sekolah
guru (Kweekschool) di Agam (Fort de Kock). Sekolah guru ini merupakan sekolah
guru kedua di Nederlandsch Indie (yang pertama di Soerakarta, 1851). JAW van
Ophuijsen kelak dikenal sebagai ayah dari Charles Adriaan van Ophuijsen.
Pada tahun 1857
Si Sati, lulusan sekolah di Panjaboengan (Mandailing) berangkat studi ke Belanda
untuk mendapatkan akte guru sekolah. Si Sati adalah pribumi pertama sekolah ke
Eropa. Pada tahun 1861 Si Sati yang telah mengubah nama lokal menjadi nama
internasional menjadi Willem Iskander selesai studi dan mendapat akta guru dan
pulang ke tanah air. Pada tahun 1862 Willem Iskander di Tanobatoe (Mandailing)
membuka sekolah guru (kweekschool). Sekolah guru ini merupakan sekolah guru
yang ketiga (setelah Soerakarta dan Fort de Kock).
Pada tahun 1865 Kweekschool Tanobato
dinobatkan sebagai sekolah guru terbaik di Nederlandsch Indie. Pada saat Willem
Iskander memulai sekolah guru hanya terdapat empat sekolah di Residentie
Tapanoeli yang semuanya di Afdeeling Mandailing dan Angkola. Lulusan
Kweekschool Tanobato ditempatkan di Afdeeling Mandailing dan Angkola. Pada
tahun 1870 jumlah sekolah di Res. Tapanoeli menjadi 12 buah, 10 buah di Afd,
Mandailing dan Angkola dan dua lagi di Sibolga dan Natal. Guru-guru lulusan
Kweekschool Tanobato kemudian ditempatkan di Baroes, Singkel dan Nias. Kweekschool
Tanobato ditutup tahun 1873, sehubungan dengan Willem Iskander berangkat ke
Belanda untuk membimbing tiga guru muda (Soerono dari Soerakarta, Sasmita dari
Madjalengka dan Barnas dari Tapanoeli) sementara Willem Iskander sendiri studi
lebih lanjut untuk mendapatkan akte kepala sekolah (guru lisensi Eropa). Willem
Iskander direncanakan akan menjadi Kepala Sekolah (Direktur) Kweekschool Padang
Sidempoean yang akan dibuka pada tahun 1879. Namun sangat disayangkan keempat
guru pribumi tersebut tidak kembali karena dilaporkan telah meninggal dunia di
Belanda pada waktu yang berbeda-beda karena sebab yang berbeda-beda,
Kweekschool
Padang Sidempoean akhirnya dibuka tahun 1879 dengan Direktur yang pertama LK
Harmsen. Tiga tahun kemudian, LK Harmsen digantikan oleh salah seorang guru
Kwekschool Padang Sidempoean bernama Charles Adrian van Ophuijsen (anak dari
JAW van Ophuijsen, pendiri Kweekschool Fort de Kock). Charles Adrian van
Ophuijsen menjadi guru di Kweekschool Padang Sidempoean selama delapan tahun,
lima tahun terakhir menjadi Direktur. Pada tahun 1892, Kweekschool Padang
Sidempoean ditutup (karena anggaran pemerintah defisit). Pada tahun ini jumlah
sekolah di Residentie Tapanoeli sebanyak 18 buah dimana 12 diantaranya berada
di Afdeeling Mandailing dan Angkola. Guru-guru alumni Kweekschool Padang
Sidempoean sebagian ditempatkan di Riaou, Oost van Sumatra, Djambie dan
Bengcoelen. Setelah berakhirnya Perang Atjeh 1904 guru-guru dari Afdeeling
Mandailing dan Angkola dikirim ke Atjeh (diantaranya: Mohammad Taib, ayah SM
Amin Nasution, Aden, ayah Zulkifli Lubis dan Madong Lubis).
Penerimaan introduksi pendidikan
(aksara Latin) oleh penduduk Atjeh ternyata cukup tinggi. Boleh jadi karena
guru-guru yang dikirim dari Tapanoeli ke Atjeh adalahj guru-guru terbaik (tentu
dengan gaji yang lebih tinggi).
Perang Atjeh: Perlawanan Willem
Iskander Menentang Belanda
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Artikel lebih lanjut:
Sejarah Barus,
Tapanuli (7): Kweekschool Padang Sidempuan; Upaya Pencerdasan Penduduk Atjeh
Melalui Media dan Sekolah
Sejarah Barus,
Tapanuli (8): Orang Barus dan Orang Atjeh ke Mekkah; Panduan Haji Kali Pertama
Ditulis oleh Dja Endar Moeda
Sejarah Barus,
Tapanuli (9): Volksraad dan Dapil Noord Sumatra (Tapanoeli en Atjeh); Dr.
Alimoesa dan Dr. Abdoel Rasjid
Sejarah Barus,
Tapanuli (10): SM Amin Nasution dan Gubernur Sumatera Utara; Tapanoeli dan
Atjeh Tetap Republiken
Sejarah Barus,
Tapanuli (11): Zainul Arifin Pohan dan Perang Atjeh; Gubernur Abdul Hakim
Harahap dan SM Amin Nasution
Sejarah Barus,
Tapanuli (12): Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, Harmoni Antar Umat Beragama
di Tanah Batak; Islam Pertama di Indonesia di Baros dan Kristen Terakhir di
Sipirok
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar