*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini
Salah satu tokoh terpenting dari Medan di Indonesia adalah Amir Sjarifoeddin Harahap. Lantas mengapa namanya enggan disebut di Medan padahal Amir Sjarifoeddin adalah ‘anak Medan’, lahir dan besar di Kota Medan. Amir Sjarifoeddin tipikal ‘anak Medan’, cerdas pembelajar, berani dan sangat terbuka. Karakter ‘anak Medan’ ini juga dijumpai dalam diri Chairil Anwar.
Salah satu tokoh terpenting dari Medan di Indonesia adalah Amir Sjarifoeddin Harahap. Lantas mengapa namanya enggan disebut di Medan padahal Amir Sjarifoeddin adalah ‘anak Medan’, lahir dan besar di Kota Medan. Amir Sjarifoeddin tipikal ‘anak Medan’, cerdas pembelajar, berani dan sangat terbuka. Karakter ‘anak Medan’ ini juga dijumpai dalam diri Chairil Anwar.
Amir Sjarifoeddin, semasih remaja di Belanda |
Amir Sjarifoeddin pemilik
banyak peran yang kerap salah dipersepsikan dan salah penempatannya. Anehnya,
dalam sejarah masa kini, peran Amir Sjarifoeddin jika tidak dihilangkan kerap
dikerdilkan. Boleh jadi hal ini dikarenakan Amir Sjarifoeddin selalu
dibenturkan antara dua hal yang dianggap bertentangan: Anti Jepang vs Anti
Belanda, Beragama vs Atheis, Islam vs Kristen, Komunis vs Nasionalis dan lain
sebagainya. Yang jelas Amir Sjarifoeddin adalah tokoh penting Kongres Pemuda, sarjana
hukum (Mr), pendiri Partai Politik (Gerindo), berjuang untuk kemerdekaan
Indonesia dari dalam penjara, Menteri Informasi, Menteri Keamanan Rakyat,
Menteri Pertahanan dan Perdana Menteri RI (kedua). Bahkan portofolio Amir Sjarifoeddin jauh lebih
tinggi jika dibandingkan dengan Soetan Sjahrir (yang juga anak Medan).
Lantas mengapa Amir Sjarifoeddin disebut tokoh
kontroversi? Nanti dulu, sebelum kita gali habis riwayatnya sejak awal hingga
kematiannya. Siapa sejatinya Amir Sajarifoeddin? Pertanyaan inilah yang akan
kita telusuri hingga ke awal dan selengkap-lengkapnya. Dengan cara begini,
setiap pembaca baru dapat menyimpulkannya sendiri. Mari kita lacak.
Artikel ini dibuat panjang lebar
secara kontekstual supaya memudahkan mendapatkan uraian yang komprehensif
bagaimana Amir Sjarifoeddin mengawali kiprahnya dan bagaimana akhir
perjalanannya di dalam empat era yang berbeda: era kolonial Belanda, era
pendudukan Jepang, era proklamasi kemerdekaan RI dan era perang kemerdekaan.
Dengan pendekatan kontekstual dimungkinkan untuk melihat relasi Amir Sjarifoeddin
dengan pendahulu dan penerusnya yang memiliki visi nasional. Untuk studi
sejarah nasional, pengujian terhadap relasi itu lebih penting dari hanya
sekadar mendeskripsikan event atau figur yang terpisah-pisah. Dengan pendekatan
analisis kontekstual (relasi) dengan sendirinya setiap event atau figur menjadi
dapat dipahami (terjelaskan). Dalam hubungan ini, sebagai bagian dari upaya
pejuangan nasional (persatuan dan kemerdekaan), sosok Amir Sjarifoeddin akan sendirinya
tampak menjadi bagian tidak terpisahkan dari barisan tokoh-tokoh nasional yang
terdapat di berbagai tempat di Indonesia. Seperti kata pepatah: Semua tidak
lahir secara tiba-tiba, tidak ada yang hadir sendiri. Sebagaimana artikel-artikel lainnya
di dalam blog ini, sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman. Sumber buku dan majalah hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena buku dan majalah pada dasarnya juga merupakan
hasil kompilasi (analisis) dari ‘sumber primer’. Adakalanya informasi yang terdapat
dalam buku dan majalah sudah ‘masuk angin’. Dalam hal ini tidak semua sumber primer
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel yang lain dalam blog ini. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja. Artikel ini akan
mendeskripsi sejarah Amir Sjarifoeddin dan sejarah Indonesia apa adanya
sehingga para pembaca dapat membandingkan apa yang selama ini telah ditulis
oleh para sejarawan.
Sekolah Menengah di Leiden dan Haarlem
Sangat jarang siswa pribumi yang
masih belia melanjutkan sekolah menengah ke Belanda. Umumnya, siswa pribumi
melanjutkan studi ke Belanda untuk perguruan tinggi, umur sudah cukup dewasa. Amir
Sjarifoeddin, salah satu diantara yang sangat jarang itu. Amir Sjarifoeddin
setelah lulus ELS di Medan berangkat tahun 1921 pada usia 14 tahun.
Siswa remaja lainnya yang melanjutkan sekolah menengah ke Belanda adalah
Egon Hakim dari Padang. Egon Hakim adalah anak seorang anggota dewan kota
(gemeenteraad) Padang, Abdoel Hakim Nasution. Egon Hakim berangkat ke Belanda tahun
1924 (De Gooi- en Eemlander: nieuws- en advertentieblad, 05-07-1924). Egon
Hakim menyusul saudara sepupunya Ida Loemongga yang setahun sebelumnya (1923)
berangkat studi kedokteran di Belanda. Lantas mengapa Amir Sjarifoeddin yang
masih belia harus melanjutkan studi menengah jauh ke negeri Belanda. Ini diduga
terkait dengan peran sepupunya Mr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenong Moelia.
Ini bermula pada tahun 1905 Soetan Casajangan sudah berada di Belanda dan lulus
studi tahun 1911. Lalu menyusul Soetan Goenoeng Moelia berangkat studi ke
Belanda tahun 1911. Pada tahun 1913 Soetan Casajangan pulang ke tanah air dan
tidak lama kemudian Sorip Tagor di tahun yang sama (1913) berangkat studi ke
Belanda. Soetan Casajangan, Soetan Goenoeng Moelia dan Sorip Tagor adalah
kelahiran Padang Sidempoean. Pada tahun 1919 Soetan Goenong Moelia lulus
sarjana hukum (Mr) dan kembali ke tanah air. Pada tahun 1920 Soetan Goenoeng
Moelia diangkat menjadi direktur sekolah HIS yang baru dibuka di Kotanopan (lihat
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1921). Dalam
perkembangannya, untuk mengisi kekosongan 'kursi' dewan yang ditinggalkan,
untuk sidang di Volksraad, terhitung 17 Mei 1921 Soetan Goenoeng Moelia juga
akan menjadi Volksraad di Batavia (lihat juga Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
02-05-1921). Pada saat situasi dan kondisi inilah Amir Sjarifoeddin yang baru
lulus ELS di Medan melanjutkan studi menengah ke Belanda. Saat itu sudah cukup
banyak ‘anak Padang Sidempoean’ yang studi di Belanda seperti Alinoedin Siregar
gelar Radja Enda Boemi.
Amir Sjarifoeddin memasuki sekolah menengah di Leiden dan dilanjutkan di
Haarlem (lihat Limburgsch dagblad, 04-07-1947).
Amir Sjarifoeddin lulus di Haarlem, Gem. Gymnasium tahun 1927 (Algemeen
Handelsblad, 10-07-1927).
Gymnasium Haarlem adalah
sekolah swasta yang terbilang tua di Belanda. Di sekolah ini tahun 1857-1861
Sati Nasution alias Willem Iskander menyelesaikan studinya untuk mendapatkan
akte guru. Setelah Amir Sjarifoeddin lulus, di sekolah elit ini menyusul Soeltan
Hamengkoeboewono IX dari Djogja.
Segera setelah lulus di Gymnasium Haarlem, Amir Sjarifoeddin pulang
kampong karena alasan terkait dengan masalah yang dihadapi oleh ayahnya, Djamin
Harahap gelar Baginda Soripada. Djamin Baginda Soripada diberhentikan dari
layanan negara sebagai Djaksa dalam Rapat di Sibolga yang berlaku efektif 30
April 1927 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-04-1927).
Pada tanggal 10 Desember 1925 Djamin gelar Baginda Soripada yang status
sebagai kepala jaksa di Sibolga ditangkap atas permintaan hakim dan lalu
diamankan ke Padang. Djamin masuk bui selama menunggu persidangan. Djamin
dituduh karena menangkap luitenant China
bernama Loei Tjoen Tjoea dan dianggap menyalahi procedural. Dalam persidangan
Mei 1926, Djamin Baginda Soripada membantah, bahwa penangkapan yang dilakukan
justru berdasarkan instruksi lisan dari hakim. Total saksi yang dihadirkan
dalam persidangan sebanyak 17 orang. Djamin lahir di Sipirok tahun 1885.
Ayahnya Sjarif Anwar gelar Soetan Goenoeng Toea, djaksa di Sipirok dipindahkan
ke Medan 1887 (djaksa pertama di Medan). Setelah menyelesaikan Europeesche
Lagere School (ELS) di Medan tahun 1893 dan lulus 1900, Djamin Harahap kemudian
magang di kantor pemerintah di Medan. Setelah beberapa tahun sebagai calon
pegawai, akhirnya Djamin gelar Baginda Soripada diangkat sebagai pegawai di
kantor Residentie di Medan (De Sumatra post, 27-02-1911). Di lingkungan
residenti ini, kemudian Djamin diangkat menjadi mantri polisi. Pada bulan Mei
1914, Djamin diangkat sebagai Adj-hoofddjaksa di Tanjoeng Poera (Bataviaasch
nieuwsblad, 12-05-1914). Lalu kemudian pada tahun 1915 Djamin Baginda Soripada
dipindahkan ke Sibolga sebagai Hoofddjaksa.
Permasalahan yang dihadapi ayahnya diduga kuat yang menyebabkan Amir
Sjarifoeddin meninggalkan studinya di Belanda dan pulang kampung di Sibolga.
Namun dalam perkembangan meski nasi sudah jadi bubur (terlanjut dipecat),
Djamin Baginda Soripada ternyata tidak terbukti bersalah. Amir Sjarifoeddin
tidak kembali ke Belanda, tetapi masih pada tahun yang sama (1927) Amir
Sjarifoeddin mendaftar di Rechts Hoogeschool di Batavia. Pada bulan Juli 1928
Amir Sjarifoeddin naik ke tingkat dua, het candidaats examen eerste (Het nieuws
van den dag voor Nederlandsch-Indie, 10-07-1928).
Atas kesalahan tuduhan dan tidak terbukti salah di pengadilan, nama Djamin
kemudian direhabilitasi. Koran Bataviaasch nieuwsblad, 30-05-1929 melaporkan
bahwa Djamin Baginda Soripada mantan djaksa di Sibolga diangkat menjadi komisi
di kantor Binnenlandsch Bestuur Tapanoeli di Sibolga. Satu dasawarsa kemudian Djamin
Baginda Soripada diangkat menjadi komisi-3 di Kantor Pelayanan Pegawai Negeri
Sipil Luar Jawa (Buitengewesten), yang mana yang bersangkutan sekarang
sementara berugas sebagai komisi kelas-3 di kantor tersebut (Bataviaasch
nieuwsblad, 24-05-1939).
Lantas mengapa Amir Sjarifoeddin memilih dan memasuki Rechts Hoogeschool
Batavia. Boleh jadi karena latar belakang keluarga yang bekerja di bidang hukum
apalagi baru-baru ini ayahnya Djamin Soripada difitnah orang dan harus ditahan
dan prosesnya di pengadilan masih berlangsung. Tentu saja, Amir Sjarifoeddin
ingin mengikuti langkah sepupunya Mr. Soetan Goenoeng Moelia.
Todoeng Harahap gelar Soetan
Goenoeng Moelia diangkat menjadi guru. Soetan Goenoeng Moelia mungkin tidak
keberatan karena ayahnya Hamonangan Harahap di Padang Sidempoean adalah seorang
guru. Padahal sesungguhnya Soetan Goenoeng Moelia adalah seorang sarjana hukum
lulusan di Belanda (1919). Soetan Goenoeng Moelia adalah sarjana hukum pertama orang
Batak, tetapi pers Belanda lebih mengakui Alinoedin Siregar sebagai ahli hukum
pertama orang Batak. Mungkin alasannya karena Todoeng sendiri tidak intensif
berkiprah di lapangan hukum walau bergelar sarjana hukum. Todoeng lebih banyak
menggeluti bidang pendidikan (pengajaran). Alinoedin Siregar gelar Radja Enda
Boemi kelahiran Batangtoru, Padang Sidempuan meraih gelar doktor (PhD) bidang
hukum di Universiteit Leiden tahun 1925. Sebelum melanjutkan studi ke Belanda,
Alinoedin Siregar adalah lulusan Rechtschool Batavia tahun 1918. Soetan
Goenoeng Moelia pada tahun 1927 diangkat (kembali) anggota dewan Volksraad dari
golongan pendidikan (Bataviaasch nieuwsblad, 15-03-1927). Masih pada tahun 1927,
Soetan Goenoeng Moelia diangkat sebagai pejabat sementara Direktur Normaal
School di Meester Cornelis, Batavia (Bataviaasch nieuwsblad, 26-07-1927). Hal
ini karena Soetan Casajangan yang telah lama menjabat Direktur di sekolah
tersebut telah meninggal dunia pada bulan April 1927. Pada bulan Mei 1929
Soetan Goenoeng Moelia resmi diangkat menjadi Direktur Normaal School di
Meester Cornelis (lihat Soerabaijasch handelsblad, 29-05-1929).
Pada tahun 1928 diadakan dua
kongres: Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemoeda (junior). Ketua Panitia
Kongres PPPKI adalah Dr. Soetomo. Sedangkan panitia Kongres Pemoeda adalah
sebagai berikut: Ketua, Soegondo; Sekretaris, Mohammad Jamin; dan Bendahara,
Amir Sjarifoeddin (lihat De Indische courant, 08-09-1928). Pengasas dua kongres
ini adalah Parada Harahap.
Pada tahun 1927 Parada
Harahap berinisiatif untuk mengumpulkan semua organisasi kebangsaan. Pertemuan
dilakukan di rumah Husein Djajadiningrat yang juga dihadiri Soetan Casajangan, Dr.
Abdoel Rivai dan Mangaradja Soeangkoepon (Bataviaasch nieuwsblad, 26-09-1927). Pertemuan ini
menghasilkan persatuan organisasi kebangsaan yang disebut Permoefakatan
Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI. Ketua
didaulat MH Thamrin dan sekretaris adalah Parada Harahap. Radjieon Harahap
gelar Soetan Casajangan, Dr. Abdoel Rivai dan Husein Djajadiningrat adalah tiga
pendiri inti perhimpunan Indonesia di Belanda, Indisch Vereeniging tahun 1908.
Ketika Kongres PPPKI akan diadakan pada bulan September 1928, juga diparalelkan
dengan penyelenggaraan Kongres Pemuda (bulan Oktober). MH Thamrin dan Parada
Harahap adalah pengusaha. Parada Harahap dengan Percetakan Bintang Hindia
(bersama Dr. Abdoel Rivai) dan editor surat kabar beroplah paling tinggi di
Batavia adalah ketua pengusaha pribumi Batavia (semacam Kadin pada masa ini).
Pembiayaan dua kongres ini bersumber dari pengusaha pribumi. Inilah alasan
mengapa Parada Harahap menempatkan Amir Sjarifoeddin sebagai bendahara panitia
kongres pemuda. Soetan Casajangan saat itu adalah direktur Normaal School di
Meester Cornelis sedangkan Husein Djajadiningrat adalah guru besar Rechts Hoogeschool,
tempat dimana Soegondo, Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin kuliah hukum. Mangaradja
Soeangkoepon adalah anggota Indisch Vereeniging di Belanda (1910-1915) dan kini
menjadi anggota Volksraad dari dapil Province Oostkust Sumatra. Parada Harahap
sebelum hijrah ke Batavia adalah editor surat kabar Poestaha di Padang
Sidempoean yang didirikan oleh Soetan Casajangan tahun 1915. Di Padang
Sidempoean, Parada Harahap tahun 1919 juga mendirikan surat kabar baru, Sinar
Merdeka. Parada Harahap adalah ketua Sumatranen Bond wilayah Tapanoeli yang
berpusat di Sibolga (1919-1922). Pada tahun-tahun inilah Parada Harahap
mengenal baik Djamin Harahap, djaksa di Sibolga, ayah Amir Sjarifoeddin. Pada
saat pendirian PPPKI di Batavia, Parada Harahap adalah sekretaris Sumatranen
Bond dan juga anggota Bataksch Bond. Bataksch
Bond didirikan tahun 1919 oleh Dr. Abdoel Rasjid Siregar (adik Mengaradja
Soeangkoepon). Dalam kepengurusan panitia Kongres Pemoeda, meski ketiganya
berada di kampus yang sama, tetapi organisasinya berbeda: Soegondo dari PPI;
Mohammad Jamin dari Jong Sumatranen Bond; dan Amir Sjarifoeddin dari Jong
Bataksch.
Hasil Kongres Pemoeda 1928 yang terpenting adalah Poetoesan Kongres yakni
satoe noesa, satoe bangsa dan satoe bahasa, Indonesia. Putusan kongres ini
dibacakan pada kongres hari ketiga yang diadakan di gedung PPPKI di Gang
Kenari. Dalam kongres pemuda ini tidak hanya
menghasilkan keputusan juga diperdengarkan lagu Indonesia Raya karya Wage
Rudolf Supratman. Kelak, lagu Indonesia Raya ini menjadi lagu kebangsaan
Indonesia.
Wage Rudolf Supratman adalah ‘anak buah’ Parada Harahap.
Pada tahun 1925, Parada Harahap mengajak WR Supratman dari Bandoeng untuk
membantunya dalam rangka pendirian kantor berita pribumi (pertama), Alpena. WR
Supratman menjadi editor sekaligus merangkap wartawan Alpena.
Kepala kantor/gedung Permoefakatan di Gang Kenari adalah Parada Harahap.
Di dalam kantor PPPKI hanya tiga foto yang dipajang Parada Harahap di dinding,
yakni: Diponegoro. Soekarno dan Mohammad Hatta.
Parada Harahap sudah lama
mengenal Soekarno dan Mohammad Hatta. Parada Harahap (wakil Sumatranen Bond
Tapanoeli) dua kali bertemu dengan Mohammad Hatta (Jong Sumatranen Bond) di
kongres Sumatranen Bond di Padang tahun 1919 dan tahun 1921. Ketua Panitia/Pembinan
kongres Sumatranen Bond di Padang adalah Dr. Abdoel Hakim Nasution, anggota dewan
kota (gemeenteraad) Padang. Dr. Abdoel Hakim adalah ketua Indisch Partij wilayah
West Sumatra dan Dr. Abdoel Karim adalah ketua Indisch Partij wilayah
Tapanoeli. Indisch Partij didirikan oleh Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dkk di
Bandoeng. Dr. Abdoel Hakim dan Dr. Abdoel Karim yang sama-sama lulusan ELS
Padang Sidempoean adalah teman sekelas Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo di Docter
Djawa School (cikal bakal STOVIA). Setelah Indisch Partij dilarang, di Bandoeng
pada tahun 1926 (setelah Soekarno lulus THS) muncul Algemeene Studieclub yang
diketuai oleh Ir. Soekarno. Pertemuan publik pertama diadakan pada tanggal 7
November 1926 di Bandoeng. Saat-saat inilah Ir. Soekarno kerap mengirim tulisan
ke surat kabar Bintang Timoer (milik Parada Harahap). Parada Harahap kemudian
meminta Soekarno mendirikan organisasi kebangsaan yang disebut Perhimpoenan
Nasional Indonesia (PNI), dimana salah satu anggotanya Dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo (lihat Algemeen
Handelsblad, 24-06-1927). Dalam pembentukan PPPKI
sejumlah organisasi hadir, selain Sumatranen Bond, Batakch Bond, Kaoem Betawi
dan Pasoendan juga hadir PNI. Sebelumnya Boedi Oetomo enggan bergabung, tetapi
(karena organisasi besar?), Parada Harahap meminta Dr. Radjamin Nasution agar Dr.
Soetomo ikut bergabung dan ‘mewakili’ Boedi Oetomo’. Dr. Radjamin Nasution
adalah alumni ELS Padang Sidempoean, teman sekelas Soetomo ketika kuliah di
STOVIA. Dalam Kongres PPPKI, Parada Harahap meminta Ir. Soekarno dan Mohammad
Hatta berbicara. Ir. Soekarno bersedia tetapi Mohammad Hatta tidak bisa hadir.
Mohammad Hatta, ketua Perhimpoenan Indonesia di Belanda (suksesi Indisch
Vereeniging) mengutus Ali Sastroamidjojo. Perhimpoenan Indonesia (PI) meski
tergolong organisasi pemuda/peladjar, tetapi Parada Harahap tidak
memposisikannya di Kongres Pemoeda melainkan di Kongres PPPKI. Inilah cara
Parada Harahap ‘mengangkat’ posisi Mohammad Hatta di level senior (Kongres PPPKI),
bukan di level junior (Kongres Pemoeda).
Parada Harahap adalah simpul antara senior dan junior, simpul organisasi
senior PPPKI yang menyelenggarakan Kongres PPPKI dan organisasi junior PPPI
yang menyelengarakan Kongres Pemoeda. Para senior dalam hal ini antara lain Dr.
Abdoel Rivai, Soetan Casajangan, Husein Djajadiningrat, Mangaradja
Soeangkoepon, MH Thamrin dan Dr. Soetomo. Sedangkan para junior, dan yang
terpenting, sebagaimana kita lihat nanti adalah Ir. Soekarno, Mohammad Hatta,
Mohamamd Jamin dan Amir Sjarifoeddin.
De Indische courant,
01-09-1928: ‘Pertemuan publik pertama PPPKI (Permoefakatan
Perhimpoenan-perhimpoenan Politiek Kebangsaan Indonesia) utuk melakukan kongres
di Batavia. Berbagai delegasi sudah hadir dalam pertemuan ini. Tjokroaminoto
dari PSI sudah hadir. Delegasi dari Sumatera Bond, Mr. Parada Harahap, managing
editor Bintang Timoer, di sini hari sebelum kemarin tiba dengan mobilnya.
Kongres dibuka jam delapan di tempat terbuka yang dihadiri lebih dari 2.000
orang. Di antara mereka yang hadir kami melihat Tuan Gobee dan Van der Plas
dari Kantor Urusan Pribumi. Perwakilan dari asosiasi dan istri kongres
perempuan berlangsung di aula tengah bangunan situs. Untuk membuka sekitar pukul
9:00 Dr. Soetomo atas nama panitia menerima peserta kongres. Soetamo mengatakan
bahwa ini hasil dari diskusi pada konferensi berlangsung di Bandung pada
tanggal 17 Desember 1927, ketika PPPKI disahkan. Pada konferensi bahwa
rancangan undang-undang (semacam AD/ART) diadopsi dan disepakati PSI, PN1, BO,
Pasoendan, Sumatranen Bond, Studi Indonesia, Kaoem Betawi dan Sarekat Madura
sebagai anggota. Organisasi dalam pembentukan PPPKI berdasarkan nasionalis.
Dengan seru: ‘Hidoeplah Persatoean Indonesia’ pembicara dalam sambutannya. Kesempatan untuk
PPPKI. untuk mengucapkan selamat kongres pertamanya. Ir. Soekarno, yang
berbicara atas nama PNI (Perserikatan Nasional Indonesia) bersukacita dalam
realisasi PPPKI karena pemisahan antara sana dan sini akan ditentukan lebih
tajam. Delegasi dari Sumatranen Bond, Mr. Parada Harahap, menyesalkan sikap
pasifnya Minahassiscbe dan Amboineesche sebagai sebangsa..’.
Pada bulan September, sebelum PPPKI diirikan,
di Djogjakarta diadakan
pertemuan PNI (De Indische courant, 13-09-1927). Dalam pertemuan ini Soekarno menjadi salah satu
pembicara. Apa yang menjadi tujuan PNI mulai terbuka. Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 26-09-1927 melaporkan bahwa Mr. Iskaq telah secara
luas menjjelaskan bahwa tujuan dari PNI adalah untuk memperoleh Kebebasan
Hindia (Vryheid van Indie te verkrijgen). Parada Harahap mulai tersenyum.
Parada Harahap sudah sejak lama merindukan suara-suara kemerdekaan ini,
sebagaimana pada tahun 1919 Parada Harahap dengan sadar mendirikan surat kabar
yang diberi nama Sinar Merdeka. Saat Soekarno dan PNI telah mencoba ‘membuka
belenggu penjajah’ kebebasan Hindia (baca: kemerdekaan Indonesia), Parada
Harahap terus berpolemik di media melawan pers Belanda. Inti dari pelemik
Parada Harahap tersebut adalah Hindia bukan milik nenek moyang Belanda.
Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indië, 08-11-1927 (Wat Gisteren in de Krant stond!...):
‘Diskusi tentang mayoritas Indonesia, bahwa Indonesia adalah warisan nenek
moyang, sebagai protes keras Parada Harahap dari Bintang Timur. ‘Jika Indonesia
warisan nenek moyang, KW cs menganggap sebagai pemberontakan.. Jadi saya
memahami komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah, bermain aman! Dan Anda?
K.W’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië,
03-01-1928 (Wat Gisteren in de Krant stond!...):
‘Artikel utama pada Benih Timoer di Medan
pada tanggal 15 Desember membahas lebih lanjut usulan tentang mayoritas
penduduk pribumi, yaitu pertanyaan, apa yang harus terjadi jika tidak diterima
oleh Staten General. Menurut editorial tersebut, Indonesia tidak duduk diam,
tapi protes, dimana Regeering (PPPKI) di belakang mereka. Dan sebagai wakil dari opini publik memberikan opini editor itu lagi, bahwa
Pemerintah di sini dan Belanda akan memahami karena suara rakyat adalah suara
Tuhan. ‘Sekarang, yang terjadi adalah non-cooperative! Tapi sepertinya yang satu jari tidak diberikan
sekali dan untuk semua satu menangkap seluruh tangan. Benih Timoer ingin di
semua dewan kota, mayoritas Indonesia.
Pewarta Dcli edisi 12 Desember mengatakan.
‘Ketika editor menyatakan setelah kekuasaan di tangannya, mereka dengan
Indonesia mengatakan mereka sudah matang, dan Belanda harus menjadi menonton. Editor menyebut
[Abdullah] Lubis, [Mohammad] Samin, Soekirman; Tjokroaminoto, [Agoes] Salim,
Ibrahim Lubis, Mohamad Joenoes di daerah dan Parada Harahap di pusat’ KW’. De Indische courant,
06-02-1928: ‘Di gedung Indonesische
Studieclub diadakan pertemuan propaganda Perserikatan Nasional Indonesia yang
dihadiri sekitar 600 orang. Sejumlah pembicara tampil ke podium. Ir. Soekarno
berbicara menjelaskan gagasan Indonesia tentang persatuan dan dalam hubungan
ini merujuk pada PPPKI yang baru dibentuk. Dalam berita ini disebut PPPKI
adalah Permoefakatan Partai Politiek Kebangsaan Indonesia dimana berbagai
partai politik bergabung, termasuk PNI. Ir. Soekarno memulai pembicaraan yang
dimulai dengan memberikan gambaran tentang perkembangan politik di Indonesia,
dari pendirian Boedi Oetomo pada tahun 1908 hingga termasuk pembentukan serikat
baru ini [PNI] dimana PNI memohon [kepada Boedi Oetomo] untuk bekerja sendiri.
untuk melayani eksistensi Indonesia.
Dalam situasi yang semakin memanas inilah Amir Sjarifoeddin mulai
memainkan peran penting di dalam barisan para revolusioner nasional. Soekarno
tidak (lagi) mewakili Boedi Oetomo (kedaerahan) tetapi telah mewakili PNI
sendiri (yang bersifat nasionalis). Jalan inilah yang menyebabkan kemudian
antara Parada Harahap di satu pihak, Soekarno dan Mohammad Hatta di pihak lain
yang memiliki visi sama yang berada di barisan paling depan. Parada Harahap
sebagai sekretaris PPPKI, Soekarno sebagai Ketua Perserikatan Nasional
Indonesia dan Mohammaad Hatta sebagai Ketua Perhimpoenan Indonesia (di
Belanda). Dan tentu saja: Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin di dalam
organisasi pemoeda/peladjar yang baru PPPI.
De Indische courant, 08-09-1928: ‘Organisasi
pemuda. Surat kabar Bintang Timoer melaporkan bahwa PPP1, federasi organisasi
pemuda, terdiri dari Jong lslamieten Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Batak dan Pemoeda Kaoem Betawi, dalam
pertemuan di Weltevreden, memutuskan pada bulan Oktober untuk mengadakan
kongres pemuda di sana [Batavia] untuk membahas tentang isu-isu mengenai
organisasi pemuda’.
Pada saat Mohammad Hatta, Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin masih
terus kuliah dan semakin kritis di dalam organisasi masing-masing, Ir. Soekarno
atas desakan Parada Harahap mengubah organisasi kebangsaan Perhimpoenan
Nasional Indonesia menjadi partai yang diberi nama sama: Partai Nasional Indonesia.
Hasil kongres PNI di Soerabaja telah memutuskan
bahwa Perserikatan Nasional Indonesia (organisasi kebangsaan) menjadi Partai
Nasional Indonesia sebuah partai politik (De Indische courant,
20-06-1928). Sementara, Parada
Harahap setelah Kongres PPPKI memperluas jangkauan medianya.
De Indische courant, 13-09-1928: ‘De Indische
courant, 13-09-1928: ‘Koran Melayu. Oleh NV Percetakan Bintang Hindia, Mr
Parada Harahap direktur dan pemimpin redaksi dari Batavia mengeluarkan surat
kabar Melayu Bintang Timoe, untuk Jawa Tengah di Semarang dan Jawa Timur di
Surabaya sebagai edisi daerah. Mr Parada Harahap telah melakukan pertemuan
lokal dalam rangka tujuan konferensi PPPKI. Selama perjalanan dan tinggal
dengan tokoh terkemuka di daerah sangat antusias. Bintang Timoer sudah datang di
sebuah iklan untuk kebutuhan yang staf diminta untuk kedua edisi tersebut’.
Partai Indonesia
Sementara
Sukarno semakin kencang suaranya, Parada Harahap sebaliknya sangat sibuk
mengadministrasikan semangat pergerakan. Parada Harahap ke dalam (semacam
kemendagri), MH Tamrin ke luar (kemenlu). MH Tamrin sebagai ketua PPPKI juga
duduk sebagai ketua Dewan Dana Nasional dan ketua Dewan Pers. Sukarno, yang
jago berpidato terus berpidato kemana-mana. Dalam pertemuan PPPKI di Djogja,
tema utama adalah Poenale Sanctie. Sebagaimana diketahui masalah poenale
sanctie kali pertama dibongkar oleh Parada Harahap di Deli tahun 1918. Dalam
beberapa kesempatan perttemuan PPPKI, Parada Harahap masih menyoroti masalah
ini karena ia masih terhubung dengan rekan-rekannya di Medan.
Soerabaijasch handelsblad, 02-09-1929: ‘Pertemuan
PPPKI. Di Djokja malam Minggu ada pertemuan PPPKI yang dihadiri oleh 1500
orang. Ketua adalah Mr. Sujoedi, yang juga pembicara pertama. Dia berbicara
tentang kontak antara PPPKI, Perhimpoenan Indonesia dan Liga
(oragansiasi-organiasi kebangasaan) melawan tekanan dibawah imperialisme dan kolonial.
Pembicara kedua, Ali memberikan pendapat hukum tentang poenale sanctie dan
menyimpulkan bahwa ini adalah sisa perbudakan. Pembicara, Dr. Soekiman memberi pendapat
politik tentang poenale sanctie. Sosro Soegondo mengajukan pertanyaan sugestif
tentang imperialisme dan penindasan oleh pemerintah, yang mendorong polisi
untuk turun’.
Pidato
terakhir Sukarno sebelum ditangkap untuk kali pertama adalah pada Kongres PPPKI
kedua di Solo tanggal 25-27 Desember 1929 (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 02-01-1930).
Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-01-1930: ‘Kongres PPPKI. Seperti yang kita
baca di Java Bode, pada malam kedua dari Kongres Permoefakatan Perhimpoenan2
Politiek Kebangsaan Indonesia di Solo - pertemuan publik kedua – publik bahkan
lebih besar dari hari pertama dan meskipun hujan. Penonton berkumpul di depan aula
klub... Dr. Soetomo, Soekarno, Mr. Sartóno
dan Ki Hadjar Dewantoro berjalan ke bagian depan aula... Soekarno, sekali lagi dengan suara keras, suara yang
memekakkan telinga datang untuk menyapa Indonesia, yang dimulai dengan terima
kasih kepada para wanita untuk urunan yang hasilnya tidak dari sumbangan dari
kapitalis, tetapi dari sumbangan dari orang Indonesia yang miskin, yang menurut
perhitungannya hanya hidup menderita dengan 8 sen per hari...’. Delftsche
courant, 02-01-1930: ‘Tindakan otoritas.Sehubungan dengan pencarian, diambil di
seluruh Hindia, dengan pemimpin Partai Nasional Indonesia, dengan segerobak
penuh kertas disita dan menangkap banyak pemimpin, beberapa lembar apa yang
mungkin telah terbukti sejauh ini sejak penangkapan Mr. Kusoema Soemantri... Bataviaasch Nieuwsblad menulis bahwa pemerintah tampaknya
berhasil meyakinkan bahwa propaganda ekstremis sekarang secara kualitatif dan
kuantitatif sudah mengancam...Tindakan pemerintah telah benar-benar mengejutkan
para agitator. Di tempat-tempat utama di Java dan di Deli, penggerebekan dilakukan
dan penangkapan dilakukan..
Pesan-pesan yang
diterima oleh polisi menyebutkan beberapa tanggal di mana gerakan perlawanan
akan digunakan secara merata di tempat yang berbeda...(pesan itu adalah) bahwa
pemberontakan akan dimulai pada malam hari Sabtu 28 pada hari Minggu 29
Desember atau di malam Tahun Baru. Polisi di Jawa Timur menerima laporan
tentang tanggal yang dicurigai..'..
Pada
tanggal 29 Desember 1929 Soekarno dikabarkan ditangkap di Djogjakarta. Penangkapan ini hanya berselang dua hari
setelah usai Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 27 Desember 1929. Ir. Soekarno kemudian ditahan di
Bandoeng.
Atas penangkapam Soekarno, anggota
Volksraad bereaksi dengan membentuk fraksi nasional di Volksraad pada tanggal
27 Januari 1930. Fraksi nasional ini diketuai oleh MH Thamrin. Para anggota fraksi
ini sebanyak 10 orang saja, tiga dari Sumatra yakni: Mangaradja Soeangkoepoen
dari dapil Oostkust Sumatra; Dr. Abdoel Rasjid dari dapil Tapanoeli; Mochtar
dari dapil Zuid Sumatra. Catatan: Abdoel Firman gelar Mangaradja Soeangkoepon
dan Dr. Abdoel Rasjid adalah abang-adik
Saat ini Sukarno masih di penjara, isu-isu
baru agak tenggelam. Parada Harahap juga tidak banyak mendapat amunisi baru
dalam surat kabarnya. Sukarno yang masih di penjara terus mengolah pikirannya
di balik jeruji di penjara Sukamiskin. Parada Harahap beralih ke isu yang mana
para wakil rakyat di parlemen (Volksraad) sangat penakut dan kurang greget. Saat
ini Sukarno masih di penjara, isu-isu baru agak tenggelam. Parada Harahap juga
tidak banyak mendapat amunisi baru dalam surat kabarnya. Sukarno yang masih di
penjara terus mengolah pikirannya di balik jeruji di penjara Sukamiskin. Parada
Harahap beralih ke isu yang mana para wakil rakyat di parlemen (Volksraad)
sangat penakut dan kurang greget.
Sejak
penangkapan Soekarno pasca Kongres PPPKI di Solo. Kegiatan politik sedikit
kendor. Semua pihak perhatiannya diarahkan terhadap sidang-sidang Soekarno di
pengadilan. Kantor PPPKI di gang Kenari juga sedikit merana karena kegiatan
yang selama ini ramai menjadi fokus kepada Soekarno.
Dalam ketidakhadirannya PNI telah hancur.
Partai ini secara resmi dibubarkan (pada saat Kongres kedua PNI 25 April 1931).
Sebagai gantinya didirikan Partai Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Sartono. Parada
Harahap sebagai kepala kantor PPPKI tentu sangat menyesalkan tindakan Sartono sementara
Soekarno berada di penjara. Parada Harahap lalu mengajak Mohammad Jamin dan
Amir Sjarifoeddin membicarakan soal nasib PNI. Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1931 melaporkan PPPI melakukan
pertemuan publik di Gedoeng Permoefakatan (PPPKI) di gang Kenari dengan tema
‘beschouwingen betreffende het PNI vonnis (Pertimbangan Mengenai Keputusan
PNI). Salah satu pembicara adalah Parada Harahap.
Saat
ada pemberitaan bahwa hukuman Soekarno dikurangi, Parada Harahap seakan ingin
mempersiapkan ruangan bagi Soekarno di gang Kenari. Namun apa yang terjadi,
Parada Harahap kaget melihat kantor PPPKI (yang sudah lama terabaikan).
De Indische courant, 27-11-1931 (De
nationalist Hatta):’Di antara pemimpin cemerlang, Hatta, seorang Sumatra,
dianggap oleh banyak kalangan, setelah Ir Soekarno sebagai yang paling sesuai
sebagai pemimpin Inlandsch baik saat ini maupun masa datang. Di dalam gedung
pertemuan permufakatan di gang Kenari, potret Ir. Soekarno dan Diponegoro telah
dipajang bertahun-tahun, diambil dari dinding dan disembunyikan di bawah.
Tindakan ini telah membawa banyak keributan di antara penduduk pribumi, bahkan
wartawan Parada Harahap di majalahnya menulis dalam ‘Surat Terbuka’ telah
menginformasikan bahwa, saat melihat tempat pajangan telah kosong, air mata
menangis dan pelaku diduga telah
melakukan tindakan kejahatan keji ini dan akan dicari di kalangan partai. Mr.
Sartono menyangkal semua itu tindakan partainya dan menolak untuk menaruh
sendiri potret itu (kembali) ke tempat asalnya. Dan sekarang bahkan potret
Hatta telah berdebu di bawah meja’.
Dalam
berita ini terkesan bahwa Sartono tidak menginginkan kembali Ir. Soekarno
maupun Mohammad Hatta. Namun kenyataannya tidak semua eks anggota PNI setuju
pembubaran PNI (Soekarno) dan juga tidak mengikuti partai baru (Sartono).
Mereka ini menyebut diri sebagai ‘golongan merdeka’. Golongan ini kemudian yang diinisiasi oleh
Sjahrir dan kawan-kawan menjadi partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI). Ini
terjadi pada tanggal 25-27 Desember 1931 dalam sebuah konferensi yang diadakan
di Jogjakarta dengan Soekemi sebagai ketuanya.
Nama Soetan Sjahrir tidaklah terlalu dikenal.
Nama Sjahri baru muncul pada tahun 1930 di Belanda dalam pengurus baru
Perhimpoenan Indonesia sebagai wakil ketua. Seementara yang menjadi ketua
adalah Roesbandi (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-04-1930).
Kepengurusan baru ini menggantikan kepengurusan sebelumnya yang dipimpin oleh
Mohammad Hatta (1926-1930). Nama Amir Sjarifoeddin sudah jauh lebih dikenal
sebagai mahasiswa rechthoogeschool di Belanda (1926-1927) dan transfer menjadi
mahasiswa Rechthoogeschool di Batavia)1927). Pada tahun 1928, Amir Sjarifoeddin
sebagai anggota PPPI yang kemudian duduk sebagai bendahara panitia Kongres
Pemuda 1928. Pada tahun 1928, Sjahrir masih duduk di sekolah menengah (AMS) di
Bandoeng. Lalu nama Sjahrir muncul di Bandoeng pada tahun 1931 (Het volk: dagblad
voor de arbeiderspartij, 18-02-1931).
Sjahrir ikut dalam gerakn protes terhadap pemerintah Hindia Belanda yang
mengkampanyekan buruh untuk melawan pemerintah dan menyampaikan rasa simpatik
kepada eks pemimpin PNI yang telah menyuarakan melawan imperialis dan berjuang
untuk kemerdekaan Indonesia.
Hukuman
Soekarno benar-benar dikurangi dan Soekarno dibebaskan pada 31 Desember 1931. Parada
Harahap sumringah, karena tidak hanya Soekarno yang dibebaskan, tetapi Mohammad
Hatta juga dikabarkan akan pulang ke tanah air, Parada Harahap adalah orang
yang merasa pertama kehilangan Soekarno selama di penjara. Parada Harahap
merasa tidak cukup dengan hanya Mohammad Hatta. Parada Harahap masih konsisten
membutuhkan Soekarno. Sejak penangkapan Soekarno pasca Kongres PPPKI di Solo.
Kegiatan politik sedikit kendor. Semua pihak perhatiannya diarahkan terhadap
sidang-sidang Soekarno di pengadilan. Kantor PPPKI di gang Kenari juga sedikit
merana karena kegiatan yang selama ini ramai menjadi fokus kepada Soekarno.
Dalam ketidakhadirannya PNI telah hancur.
Partai ini secara resmi dibubarkan (pada saat Kongres kedua PNI 25 April 1931).
Sebagai gantinya didirikan Partai Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Sartono. Parada
Harahap sebagai kepala kantor PPPKI tentu sangat menyesalkan tindakan Sartono sementara
Soekarno berada di penjara. Parada Harahap lalu mengajak Mohammad Jamin dan
Amir Sjarifoeddin membicarakan soal nasib PNI. Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1931 melaporkan PPPI melakukan
pertemuan publik di Gedoeng Permoefakatan (PPPKI) di gang Kenari dengan tema
‘beschouwingen betreffende het PNI vonnis (Pertimbangan Mengenai Keputusan
PNI). Salah satu pembicara adalah Parada Harahap.
Saat
ada pemberitaan bahwa hukuman Soekarno dikurangi, Parada Harahap seakan ingin
mempersiapkan ruangan bagi Soekarno di gang Kenari. Namun apa yang terjadi,
Parada Harahap kaget melihat kantor PPPKI (yang sudah lama terabaikan).
De Indische courant, 27-11-1931 (De
nationalist Hatta):’Di antara pemimpin cemerlang, Hatta, seorang Sumatra,
dianggap oleh banyak kalangan, setelah Ir Soekarno sebagai yang paling sesuai
sebagai pemimpin Inlandsch baik saat ini maupun masa datang. Di dalam gedung
pertemuan permufakatan di gang Kenari, potret Ir. Soekarno dan Diponegoro telah
dipajang bertahun-tahun, diambil dari dinding dan disembunyikan di bawah.
Tindakan ini telah membawa banyak keributan di antara penduduk pribumi, bahkan
wartawan Parada Harahap di majalahnya menulis dalam ‘Surat Terbuka’ telah
menginformasikan bahwa, saat melihat tempat pajangan telah kosong, air mata
menangis dan pelaku diduga telah
melakukan tindakan kejahatan keji ini dan akan dicari di kalangan partai. Mr.
Sartono menyangkal semua itu tindakan partainya dan menolak untuk menaruh
sendiri potret itu (kembali) ke tempat asalnya. Dan sekarang bahkan potret
Hatta telah berdebu di bawah meja’.
Dalam
berita ini terkesan bahwa Sartono tidak menginginkan kembali Ir. Soekarno
maupun Mohammad Hatta. Namun kenyataannya tidak semua eks anggota PNI setuju
pembubaran PNI (Soekarno) dan juga tidak mengikuti partai baru (Sartono).
Mereka ini menyebut diri sebagai ‘golongan merdeka’. Golongan ini kemudian yang diinisiasi oleh
Sjahrir dan kawan-kawan menjadi partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI). Ini
terjadi pada tanggal 25-27 Desember 1931 dalam sebuah konferensi yang diadakan
di Jogjakarta dengan Soekemi sebagai ketuanya.
Nama Soetan Sjahrir tidaklah terlalu dikenal.
Nama Sjahri baru muncul pada tahun 1930 di Belanda dalam pengurus baru
Perhimpoenan Indonesia sebagai wakil ketua. Seementara yang menjadi ketua
adalah Roesbandi (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-04-1930).
Kepengurusan baru ini menggantikan kepengurusan sebelumnya yang dipimpin oleh
Mohammad Hatta (1926-1930). Nama Amir Sjarifoeddin sudah jauh lebih dikenal
sebagai mahasiswa rechthoogeschool di Belanda (1926-1927) dan transfer menjadi
mahasiswa Rechthoogeschool di Batavia)1927). Pada tahun 1928, Amir Sjarifoeddin
sebagai anggota PPPI yang kemudian duduk sebagai bendahara panitia Kongres
Pemuda 1928. Pada tahun 1928, Sjahrir masih duduk di sekolah menengah (AMS) di
Bandoeng. Lalu nama Sjahrir muncul di Bandoeng pada tahun 1931 (Het volk: dagblad
voor de arbeiderspartij, 18-02-1931).
Sjahrir ikut dalam gerakn protes terhadap pemerintah Hindia Belanda yang
mengkampanyekan buruh untuk melawan pemerintah dan menyampaikan rasa simpatik
kepada eks pemimpin PNI yang telah menyuarakan melawan imperialis dan berjuang
untuk kemerdekaan Indonesia.
Dalam
ketidakhadirannya PNI telah hancur. Partai ini secara resmi dibubarkan (pada
saat Kongres kedua PNI 25 April 1931). Sebagai gantinya didirikan Partai
Indonesia yang dipimpin oleh Mr. Sartono. Parada Harahap sebagai kepala kantor
PPPKI tentu sangat menyesalkan tindakan Sartono sementara Soekarno berada di
penjara. Parada Harahap lalu mengajak Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin
membicarakan soal nasib PNI.
Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1931 melaporkan
PPPI melakukan pertemuan publik di Gedoeng Permoefakatan (PPPKI) di gang Kenari
dengan tema ‘beschouwingen betreffende het PNI vonnis (Pertimbangan Mengenai
Keputusan PNI). Salah satu pembicara adalah Parada Harahap.
Hukuman Soekarno benar-benar dikurangi dan Soekarno
dibebaskan pada 31 Desember 1931. Parada Harahap sumringah, karena tidak hanya Soekarno
yang dibebaskan, tetapi Mohammad Hatta juga dikabarkan akan pulang ke tanah
air, Parada Harahap adalah orang yang merasa pertama kehilangan Soekarno selama
di penjara. Parada Harahap merasa tidak cukup dengan hanya Mohammad Hatta.
Parada Harahap masih konsisten membutuhkan Soekarno. Setelah keluar dari penjara, sempat tidak terdengar nama
Soekarno. Parada Harahap lalu kemudian ‘memanggil’ kembali Ir. Soekarno. Inilah
‘panggilan’ kedua Parada Harahap kepada Soekarno, Panggilan pertama adalah
ketika Soekarno di Algemeene Studieclub untuk membentuk organisasi kebangsaan:
Perserikatan Nasional Indonesia.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 02-04-1932 (Ir.
Soekarno en zijn Wederoptreden): ‘Tunggu tindakan saya’. Ini pernyataan
mahasiswa pribumi Ir. Soekarno yang telah secara khusus meminta untuk
meluangkan waktu belajar tentang partai yang nantinya apakah akan memilih atau
apakah harus tetap di belakang layar, sebagaimana dikonfirmasinya di Bintang
Timoer. Ir. Soekarno telah menulis surat kepada editor Bintang Timoer yang
diterbitkan kemarin, yang menunjukkan bahwa Soekarno bahwa mereka (siswa)
tengah mempelajari ‘teori gerakan rakyat’. Saya perlu untuk belajar teori,
karena saya ingin mengambil tindakan. Selanjutnya Soekarno menulis:
"Ketika saya lagi kemauan politik yang aktif? Aku tahu itu saja. Aku hanya
pada jawaban rakyat. Segera itu akan terlihat bahwa orang itu sendiri, yang
sekarang aku ekspor. Saya tidak ingin bermain. Dengan nasib rakyat, politik
bagi saya adalah bukan olahraga tapi masalah serius, yang membuat saya hidup. Soekarno meminta kepada Mr Parada Harahap,
editor Bintang Timoer komentar, ‘Ir. Soekarno bukan seseorang yang berasal
untuk Rakyat?’.
Rupanya
Soekarno tengah belajar dan memikirkan apakah berikutnya terlibat langsung
dengan partai atau hanya berada di belakang layar. Dalam tulisan Soekarno dan
komentar Parada Harahap yang dimuat di Bintang Timoer tampak bahwa Soekarno
masih berpolitik dan Parada Harahap terus mendorongnya tetap aktif.
Soekarno lalu menetapkan tanggal 1 Juli untuk
batas penentuan baginya untuk memilih partai, yakni Partai Indonesia atau
Pendidikan Nasional Indonesia (De Indische courant, 20-06-1932). Ini adalah
hari yang ditentukan oleh Ir Soekarno untuk memutuskan masuknya ke dalam
beberapa organisasi politik pribumi. Beberapa media memprediksi Soekarno akan
memilih PI, bukan PNI. Jika Soekarno memilih PI, diharapkan bahwa PNI akan
hancur berantakan, karena kemudian para pendukung Ir. Soekarno akan meluap ke
Partai Indonesia. Ini juga menunjukkan bahwa ada sedikit peluang bagi Muhammad
Hatta yang dikabarkan dalam waktu dekat akan kembali ke Indonesia.
Kolaborasi Soekarno,
Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin
Amir Sjarifoeddin kuliahnya belum selesai, sedangkan Mohammad Jamin sudah
lulus di Rechts Hoogeschool pada tahun 1932. Parada Harahap sudah mengetahui
bahwa Mohammad Hatta dan Soetan Sjahrir berkolaborasi di dalam partai
Pendidikan Nasional Indonesia, lalu Parada Harahap mengarahkan dan mengharapkan
munculnya kolaborasi antara Soekarno dengan Mohammad Jamin dan Amir
Sjarifoeddin. Soekarno akhirnya memilih Partindo (Partai
Indonesia), yang didirikan oleh Mr. Sartono. Soekarno lalu mulai membangun kolaborasi dengan
Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin. Mereka ini mendirikan organ Partai
Indonesia.
Bataviaasch nieuwsblad, 19-10-1932:
‘Di Batavia, atas prakarsa para pemimpin gerakan politik pribumi, sebuah
perusahaan baru (sebuah kantor percetakan) akan dibentuk, yang akan disebut ‘Oesaha
Kita’. Ini adalah niat dari para organisator untuk mencetak dan menerbitkan
surat kabar harian nasionalis radikal mereka sendiri. Nama yang akan diberikan adalah
‘Indonesia Berdjoeang’...Redaksi adalah Ir. Soekarno, Abdul Manaf dan Mohammad
Jamin....dan para pendukung adalah Amir Sjaifoeddin, Dr. Samsi, Mr, Ali
Sastroamidjojo dan lainnya’.
Nama Ir. Soekarno mulai mengemuka kembali setelah masuk Partai Indonesia.
Juga nama Amir Sjarifoeddin mulai menonjol dalam bidang politik. Het nieuws van
den dag voor Nederlandsch-Indië, 27-12-1932: ‘Pertemuan publik Partai Indonesia.
Melawan Wilde-Scholen-Ordonnantie, kenaikan harga garam, dll. Minggu pagi, 25
di Gedong Permoefakatan, Gang Kenari, ada rapat umum Partindo untuk memprotes
berbagai langkah Pemerintah. Pertemuan dibuka oleh ketua Partindo Batavia, D.
Winoto, yang lalu para peserta menyanyikan lagu Indonesia Raja...dari pertemuan
ini oleh Dewan Pusat Partindo untuk mengirim delegasi ke Buitenbezitten untuk
melakukan protes. Delegasi yang telah ditunjuk adalah Ir. Sukarno dan Amir
Sjarifoedin. Dalam pertemuan ini Amir Sjarifoeddin yang mendapat giliran
setelah istirahat berbicara (yang intinya) sebagai berikut (Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indië, 27-12-1932):
‘Amir Sjarifuddin memprotes
pajak lahan (landrente) yang tinggi. Dia mulai mengurai tentang sejarah
kepentingan tanah di Hindia, di mana dia membahas masalah hak milik tanah.
Tidak hanya di Djokja dan Solo, menurut Amir ‘tanah bukan milik raja, tetapi oleh
desa; di seluruh Indonesia itu terjadi...bahwa bunga tanah tidak harus
dikurangi dengan 20 persen, seperti yang telah diusulkan, tetapi setidaknya 40
persen...penduduk menderita semakin banyak dan berbagai jenis pajak langsung
dan tidak langsung. Hal ini tidak dapat diselesaikan dengan memenangkan kursi
di majelis tinggi atau majelis rendah, dan oleh karena itu menurut Amir mendesak
diperjuangan oleh rakyat dan untuk rakyat..’.
Soekarno dan Amir
Sjarifoeddin Harahap kembali berbicara dan bergetar tetapi di sisi lain menjadi
perhatian serius intel/polisi Belanda. Menurut surat kabar Bintang Timoer bahwa
Soekarno telah menjadi target dan dalam daftar tunggu menyusul nama Amir
Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin. Parada Harahap mengisyaratkan wait and see.
De Sumatra post, 24-02-1933 memberitakan
bahwa di Tjilentah [Bandoeng] Ir. Soekarno ikut berbicara di dalam suatu
pertemuan publik Partai Indonesia yang dihadiri 3.000 orang. Dalam pembukaan
pertemuan itu lebih dahulu dinyanyikan lagu Indonesia Raja. Setelah dibuka oleh
ketua PI dilanjutkan dengan orasi para pembicara. Pembicara kedua tampil Amir
Sjarifoeddin (ketua PI Batavia) Menurut Amir imperialisme adalah bahan bakar
dari gerakan nasional. Tentu saja kebijakan Nasionalisme dan imperialisme tidak
bisa bekerja bersama, jadi non-cooperative juga harus menjadi pondasi
perjuangan. Non-cooperative, bagaimanapun, tidak berarti duduk kosong, karena
PI berusaha untuk membangkitkan kesadaran nasional. Kebebasan hanya dapat
diperoleh oleh orang-orang, itulah sebabnya aksi massa diperlukan. Pembicara
terakhir adalah Ir. Soekarno. Menurut Soekarno imperialisme dan kapitalisme
adalah lagu lama. Kebebasan adalah jembatan mencapai kesejahteraan. PI
mengedepankan demokrasi dalam politik dan ekonomi. Gerakan nasional adalah
bersumber dari perut orang-orang yang berderak-derak. Mengenai aksi massa,
bahwa PI akan dapat menghadirkan 60 juta orang ke Indonesia Merdika. Pertemuaan
berakhir pada pukul 12 sesuai batasan polisi.
Amir Sjarifoeddin sebelum bergabung ke Partai Indonesia adalah anggota
Indonesia Moeda. Organisasi pemuda ini merupakan gabungan dari pemuda-pemuda
yang tergabung dalam Jong Java, Jong Sumatra, Jong Batak, Pemoeda Indonesia dan
lainnya yang didirikan pada tahun 1930. Salah satu anggota Pemoeda Indonesia
adalah Soetan Sjahrir (yang saat itu sudah di Belanda dan menjadi pengurus PI).
Saat Sjahrir sudah di Belanda, Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin adalah dua
diantara pemuda yang mendirikan organisasi trans nasional Indonesia Moeda
(mirip proses pendiria PPPKI). Kini, Amir Sjarifoeddin, meski masih tergolong
mahasiswa tetapi bukan lagi anggota Indonesia Moeda, Amir Sjarifoeddin sudah
menjadi anggota Partai Indonesia.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 27-03-1933: ‘Politie Sluit Vergadering van ‘Indonesia Moeda’.
Derde Jaars-herdenking- De Politie treedt Streng op. Pada hari Minggu, tanggal
26, di Gedong Permoefakatan di GangKenari, sebuah pertemuan publik diadakan
untuk memperingati ulang tahun ketiga dari kelompok pemuda ‘Indonesia Moeda’.
Pertemuan ini dihadiri oleh 1000 orang remaja laki-laki dan perempuan, yang
mana manajemen berada di tangan ketua dewan setempat, Abdoe1 Wahab. Dalam
pidato pembukaannya, ketua menyatakan bahwa peringatan tiga tahun keberadaan
serikat berlangsung tanpa perayaan atau hiburan, karena ada ribuan warga negara
yang sakit di luar sana. Pembicara sekali lagi percaya untuk dapat menetapkan
bahwa IM adalah persatuan murid dari setiap jenis sekolah, dari tinggi ke
rendah, yang karenanya menahan diri dari politik. Namun, ini tidak boleh
dipahami dengan mengatakan bahwa IM tidak tertarik pada isu-isu politik. Ini
adalah tulang punggung dari gerakan rakyat pada umumnya, dan anggotanya adalah
penerus yang terdekat dari para pemimpin saat ini. Namun, pertanyaan-pertanyaan
politik akan ditelaah dari sudut pandang ilmiah, sehingga para anggota dapat,
di masa depan, diperlengkapi secara memadai, dalam gerakan politik. (Polisi
melarang pembicara berbicara tentang politik)...(setelah mahasiswa Mokoginta
dan mahasiswa S Roekmi berbicara) Amir Sarifoeddin berbicara, salah satu mantan
pendiri IM, sekarang anggota HB van (pengurus) Partai Indonesia, mahasiswa
dalam bidang hukum Amir Sjarifoeddin memulai pembicaraan bahwa dalam pertemuan
publik ini, untuk memperingati ulang tahun serikat yang berumur tiga tahun, dia
ingin memberikan laporan yang lebih rinci dan rinci tentang ‘Nasionalisme dan
Demokrasi’ Pembicaraan oleh pembicara diselingi dengan politik, dari awal
hingga akhir. Dia berbicara tentang ‘Badai di Atas Asia’yang juga telah
menyulitkan Hindia Belanda, dan mengatakan bahwa Nasionalisme hanya dapat
diekspresikan jika seluruh bangsa menunjukkan satu kehendak, dan ensemble
vouloir d'être harus bersifat umum, karena itu mengarah pada praktik praktis nasionalisme
dan pembentukan kewarganegaraan. IM telah menyebar, menyebar dan dengan
hati-hati menumbuhkan kehendak ini, dan pembicara sangat senang dengan itu.
Nasionalisme akan membuat orang-orang dari negara yang diserang merengkuh
senjata sebagai satu orang....(Di sini pembicara harus memutuskan pidatonya,
karena polisi berpikir sudah waktunya untuk memisahkan diri dari perkumpulan
komunitas murid ini, ini bukan untuk lagi pembelajaran politik, tetapi telah
mengganggu untuk berbicara tentang perampasan senjata).Pertemuan itu hanya
berlangsung satu jam karena telah dibatasi’.
Isi pidato Soekarno dan
Amir Sjarifoeddin Harahap makin hari makin bergetar. Sementara intel/polisi
Belanda terus memperhatikan gerak-gerik para revolusioner. Menurut Parada
Harahap dari surat kabar Bintang Timoer bahwa Soekarno telah menjadi target dan
dalam daftar tunggu menyusul nama Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin. Parada
Harahap mengisyaratkan wait and see.
Seperti yang dikhawatirkan surat
kabar Bintang Timoer, akhirnya tak terelakkan dan Soekarno pada bulan Agustus
ditangkap kembali yang dianggap pemerintah sebagai tokoh yang berbahsya di
Partai Indonesia. Dalam kasus kedua Soekarno ini pemerintah langsung membuat
resolusi untuk kemudian mengasingkan Soekarno (ke Ende, Flores).
Parada Harahap tidak berdaya untuk menghalangi/meringankan hukuman
Soekarno. Parada Harahap akhirnya kehilangan Soekarno (karena akan dibuang ke
Flores). Namun demikian, Parada Harahap tidak mau kehilangan lebih banyak. Amir
Sjarifoeddin yang masuk dalam daftar tunggu harus diselamatkan. Parada Harahap
berteriak kembali.
De Gooi- en Eemlander : nieuws-
en advertentieblad, 18-08-1933: ‘Het optreden tegen de PI. ‘Djangan boeangl’.
Surat kabar ‘Bintang Timoer’ berisi editorial dengan judul ‘Djangan boeang!’ (‘Jangan
diasingkan!’), Dimana permohonan dibuat untuk kepentingan Mr. Mohammad Jamin
dan Amir Sjarifoeddin mengikuti berita bahwa pengasingan juga dianggap bagi dua
pemimpin PI ini. Setelah mengetahui majalah itu, tentang pengasingan Ir.
Soekarno hampir tidak diragukan lagi bahwa dia 99% yakin dan dilakukan setelah
penyelidikan, yang sekarang dilakukan oleh Mr. PHC Jongmans. Mr. Mohamad Jamin
baru-baru ini selesai dalam studinya [di Rechts Hoogeschool]. Mahasiswa Amir Sjarifoeddin
hanya menyelesaikan bagian kedua dari program gelar doktornya dan akan
mendapatkan gelar master (Mr) bulan ini. Yang terakhir berasal dari keluarga
pegawai negeri sipil di Tapanoeli. Amir juga sepupu Mr. ]Soetan] Goenoeng
Moelia, mantan anggota Volksraad. Surat
kabar ‘Bintang Timoer ’ memberi argumen bahwa dua pemuda dari pemimpin PI, berbeda
dengan pembuangan yang dimaksud untuk Ir. Soekarno dan surat kabar ini juga mengacu
pada pendapat almarhum Prof. Mr. Treub, yang mengatakan bahwa mereka ini masih
muda belum agak merah dan mereka ini baru di kemudian hari menjadi pemimpin akan datang
ke kedepan. Surat kabar kemudian menyoroti pengasingan akan sulit bagi dua
orang muda seperti Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin yang hidup sebenarnya harus
dipotong bahkan sebelum mereka memasuki kehidupan nyata’.
Parada Harahap sangat
piawai dalam soal argumentasi. Itu karena Parada Harahap sudah berpengalaman
banyak berurusan dengan intel/polisi dan pemerintahan Belanda. Dari ratusan
kali dimejahijaukan kerap lolos dan jika tidak lolos berani bayar denda dan
kemudian bertarung lagi dengan intel/polisi. Parada Harahap sudah seakan ahli
hukum, bagaikan jaksa, yang kerap membantu pihak lain dalam argumen hukum. Namun
dalam soal Ir. Soekarno, Parada Harahap melihat pemerintah sudah melampaui
batas sehubungan dengan pengasingan Ir. Soekarno. Parada Harahap lalu membuat
rencana akan ke Jepang.
De Sumatra post, 16-10-1933: ‘Pada
16 Oct. (Aneta). Pemimpin Bintang Timoer, Mr. Parada Harahap berangkat 7
November disertai sejumlah guru pribumi dan pengusaha ke Jepang. Rombonga akan
kembali melalui Manila’.[Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933: ‘Jumlah yang
wisata ke Jepang sebanyak tujuh orang. Tiga wartawan, satu orang guru, satu
orang kartunis, dua pengusaha (Batavia
da Solo). Tiga orang diantaranya dari pulau-pulau luar (Jawa)]
Dalam situasi ini Parada
Harahap semakin geram. Parada Harahap berpikir sudah waktunya untuk mencari
negara lain untuk berkolaborasi. Kunjungan Parada Harahap ke Jepang adalah
semacam perlawan bentuk lain kepada pemerintahan Belanda. Parada Harahap akan
memimpin tujuh revolusioner Indonesia ke Jepang. Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 17-11-1933 melaporkan: ‘..Inlanders naar Japan telah
meninggalkan Priok dengan kapal Jepang, Nagoya Maru yang dipimpin Mr. Parada
Harahap, editor dari Bintang Timoer’.
Jepang berutang kepada Parada
Harahap. Pada tahun 1918 Parada Harahap membongkar ksus prostitusi wanita
Jepang di hotel kelas-kelas mewah di Medan yang dilakukan para germo di
Singapoera. Wanita-wanita Jepang ini menjadi penghibur para pejabat Belanda dan
para planter. Keberanian Parada Harahap ini diapresiasi oleh konsulat Jepang di
Medan. Sejak itu, Parada Harahap di Batavia boleh dikatakan sangat dekat dengan
konsulat Jepang. Siapa yang akan diajak Parada Harahap ke Jepang adalah para
revolusioner, yakni: Abdoellah Lubis, pemimpin surat kabar Pewarta Deli di
Medan. Editor Pewarta Deli adalah Adinegoro, abang dari Mr. Mohammad Jamin
(sebelum ke Pewarta Deli, Adinegoro adalah editor surat kabar Bintang Timoer di
Batavia, milik Parada Harahap; Drs. Mohammad Hatta yang baru selesai studi di
Belanda dan telah kembali ke tanah air (yang kini menjadi pengurus partai
Pendidikan Nasional Indonesia); Dr. Samsi Sastrawidagda, guru di Bandoeng,
pendiri Partai Nasional Indonesia sebelum dibubarkan oleh Mr. Sartono saat Ir.
Soekarno dipenjarakan di Bandoeng;
Sementara Parada Harahap
ke Jepang, Ir. Soekarno sebelum berangkat ke pengasingan telah meminta di PI
diadakan reorganisasi. Amir Sjarifoeddin diangkat menjadi wakil ketua PI. Keberangkatan
Parada Harahap dan kawan-kawan revolusioner ke Jepang dan keberangkatan Ir.
Soekarno ke tempat pengasingan serta perubahan pengurus di PI dimana Amir Sjarifoeddin
sebagai Wakil Ketua bukanlah berjalan sendiri-sendiri, melainkan strategi
perlawanan terhadap Belanda yang dilakukan secara kolektif. Parada Harahap
dalam ini menjadi semacam sutradara aktif.
Bataviaasch nieuwsblad, 21-11-1933: ‘Soekarno
pergi! Berputar kembali pada politik. Manajemen pusat Partai Indonesia mengumumkan
bahwa telah menerima surat dari Ir. Soekarno yang menyatakan bahwa Soekarno menarik
diri dari gerakan politik. Sehubungan dengan hal tersebut, dan pengunduran diri
Gatot sebagai anggota dewan (dia tetap anggota partai), struktur pengurus PI diubah
sebagai berikut: Ketua, Mr. Sartono, Wakil Ketua I, Amir Sjarifoeddin, Wakil Ketua
II merangkap bendahara, Soewirjo, Sekretaris I, Njonoprawoto, Sekretaris II,
Soleman, Komisaris: Sidik, Djojosoekarto, Djauhari, Salim dan Toembel.
Parada Harahap dan rombongan tiba di Kobe tanggal 4
Desember (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 05-12-1933).
Sementara itu, Amir Sjarifoeddin di Batavia tengah berada di pengadilan.
Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 07-12-1933: ‘Kasus terhadap Amir Sjarifoeddin. Melawan
kejahatan ‘Banteng’. Ratusan orang yang tertarik, kata Aneta, memadati
hari-pagi untuk pintu masuk aula kecil di gedung negara di Molenvliet
sehubungan dengan sidang editor ‘Banteng’, organ dari Partai Indonesia, Amir
Sjarifoeddan bin Baginda Soripada, yang dituduh telah memberikan pernyataan
publik atas perasaan permusuhan terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Presiden
pengadilan, Mr. Dutry van Haeften sangat cemas karena banyaknya pengunjung yang
hadir meski polisi lekaukan pengawalan yang ketat di sekitar gedung pengadilan.
Ratusan orang berada di luar menunggu, dan sebagai di dalam mengikuti
persidangan. Terdakwa dibela oleh Mr. Soerjadi. Presiden bertanya dalam bahasa
Melayu menurut nama dan profesi. Panitera membacakan tindakan tuduhan, dimana
bagian-bagian dari sebuah artikel di ‘Banteng’ yang menyebabkan penuntutan
disertakan. Menguraikan perlunya aksi massa dan berpendapat perlu dicatat bahwa
imperialis masih dalam mobil bagus, duduk di rumah-rumah besar dan itu hanya
mungkin untuk mengakhiri dengan membawa massa bergerak. Dalam generasi ke aksi
massa juga ditentukan, yang di bawah ‘musuh’ harus dipahami. Pembela: ‘Apakah
terdakwa, sebagaimana telah dinyatakan, menyuarakan permusuhan publik
sebagaimana dalam Banteng 30 Maret tahun ini’. Presiden: Lihat isi dakwaan Pembela:
Mengerti, tapi menganggap dirinya bersalah dengan cara apapun. Presiden: Harus
dilihat semua selama tiga bulan sebagai pemimpin redaksi ‘Banteng’. Majalah ini
merupakan publikasi komite pers ‘Partindo’. Orang bisa membelinya karena dijual
dalam jumlah besar. Sirkulasi sebanyak 3000 eksemplar. Pembela: Selalu semua
hasilnya diperiksa oleh panitia pers, baru mengirim dokumen ke percetakan,
kemudian semuanya kembali ke panitia pers sebelum didistribusikan. Presiden:
Apakah Anda, dengan demikian, memiliki hak untuk mencari tahu dokumen yang
memenuhi syarat untuk penempatan?’. ‘Ya’. Presiden: ‘Kamu sendiri?’. Pembela: ‘Tidak,
bahkan anggota komite pers kadang-kadang menulis’. Presiden: ‘Tapi pengeditan
terakhir, penyusunan dokumen dan tata letak adalah yang dipegang oleh terdakwa?
Kemudian beberapa salinan ‘Banteng’ diperlihatkan kepada terdakwa. Artikel ‘Aksi
Massa’ diterima dari luar. Presiden: Apakah Anda membacanya dulu? Pembala: Ya,
saya membacanya dulu. Menurut saya, itu cocok karena tidak ada apa pun di
dalamnya yang bertentangan dengan kepentingan umum. Presiden: Siapakah
penulisnya? Pembela: Saya tidak ingin memanggilnya. Presiden: Keberatan apa
yang ada melawan? Pembela: Penulis tidak ingin namanya terungkap. Itu sebabnya
artikel itu hanya ditandatangani dengan beberapa huruf saja. Presiden: Apakah
penulis mungkin sudah merasa bahwa dia bisa dianiaya? Pembela: Tidak, dia tidak
memiliki kecurigaan itu. Presiden: Sebagian besar waktu, penulis masih ingin
menyebutkan nama mereka. Pembela: Tersenyum. Setelah ini, artikel dianggap
secara keseluruhan dalam bahasa Melayu. Ini menunjukkan bahwa pembaca sangat
antusias tentang hal itu untuk mencapai ‘titik didih politik’. Selama ini tidak
tercapai, lokomotif dapat gerakan tidak berlanjut, dan selama penjajah akan
memiliki perasaan yang nyaman untuk duduk di sebuah sedan, dll. Kemudian,
terjemahan untuk saksi diadakan. Jadi kata ‘kaki belaka’ diterjemahkan ‘untuk
ditarik’. Menurut lukisan, ini harus diterjemahkan ‘menaklukkan’. Dengan
demikian, kalimat: ‘Kebebasan Indonesia harus dibaca: ‘kebebasan Indonesia
harus ditaklukkan’. Presiden percaya bahwa ‘mereboet’ diterjemahkan baik memang.
Terdakwa berpendapat bahwa ‘model belaka’ atau dengan benda-benda sebagai ‘merebut’
bisa menerjemahkan, tapi tidak dalam hubungan digunakan hadir. Selanjutnya,
terdakwa masih keberatan dengan terjemahan dari kata ‘segenap’ (benar-benar),
yang kata ‘setiap’ digunakan memiliki tanda kutip juga pergi. beberapa hal tidak
makna dasar. Terdakwa juga keberatan dengan terjemahan dari kata ‘moesoeh’ oleh
musuh. Artinya: lawan politik. Presiden ‘Tapi Terdakwa mengakui bahwa itu terjemahan
normal’.
Persidangan Amir Sjarifoeddin belum berakhir, pengadilan
belum menemukan bukti bersalah. Selama proses penyidikan Amir Sjarifoeddin
tetap mengikuti kuliah. De Indische courant, 08-12-1933 memberitakan bahwa Amir
Sjarifoeddin lulus untuk bagian kedua dari ujian doktor (geslaag is voor het
doctoraal examen tweede gedeelte). Amir Sjarifoeddin sambil kuliah juga adalah
pendiri dan guru di sekolah Pergoeroean Ra’jat yang beralamat di Gedong
Permoefakatan di Gang Kenari No.15 (Haagsche courant, 18-12-1933).
Apa yang membuat Amir
Sjarifoeddin mengalami hal tersebut? Parada Harahap melalui surat kabar Bintang
Timoer terus menerus mempengaruhi pemerintah. Boleh jadi Parada Harahap telah
meminta Prof. Husein Djajadingrat di Rechts Hoogeschool agar Amir Sjarifoeddin
mendapat dispensasi. Tentu saja Parada Harahap meminta para anggota Volksraad,
seperti Dr. Abdoel Rasjid Siregar (dari dapil Tapanoeli), Mr. Mangaradja
Soeangkoepon (dari dapil Oostkust Sumatra) dan MH Thamrin dari dari dapil
Batavia. Belum selesai kasus yang satu lalu muncul lagi tuduhan intel/polisi
kepada Amir Sjarifoeddin dan kawan-kawan tentang artikel-artikel di majalah
Indonesia Raja yang diterbitkan sebanyak 350 eksemplar (Algemeen Handelsblad, 02-01-1934).
Sementara itu, Parada Harahap kembali dari Jepang dan
tiba di tanah air. Rombongan tidak langsung ke Tandjong Priok, Batavia tetapi
turun di Tandjong Perak, Soerabaja. Diduga karena khawatir ditangkap
intel/polisi Belanda, Pilihan turun di Tandjong Perak, Soerabaja karena ada dua
tokoh revolusioner yakni Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution (pendiri Partai
Bangsa Indonesia/PBI). Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution sudah kenal sejak
lama, satu kelas di STOVIA. Saat ini, Radjamin Nasution selain anggota dewan
kota (gemeenteraad) Soerabaja adalah pimpinan sarikat buruh pelabuhan Tandjong
Perak. Cukup aman sambil menunggu perkembangan di Batavia. Sebab di Batavia
dalam situasi panas jelang pengasingan Ir. Soekarno. Parada Harahap dan
kawan-kawan telah menjadi target intel/polisi Belanda.
Soerabaijasch
handelsblad, 11-01-1934 (De Javasche Perskoning. Keert terug.): ‘Dengan kapal
‘Panama Maru, yang hari Sabtu kapal diharapkan merapat di Tandjong Perak, akan
kembali Mr. Parada Harahap, Editori Chief dari Bintang Timoer, yang selama
tinggal di Jepang memiliki kesan menjadi poster sebagai tokoh jurnalieme Hindia Belanda. Kapal
meninggalkan hari berikutnya ke Batavia, belum diketahui apakah di sini The
King of Java Press akan pergi ke darat dengan Panama Matu akan terus berlanjut
ke Batavia’. De Indische courant,
13-01-1934 (Parada Harahap. Kembali dari Jepang. Wawancara): ‘Wartawan pribumi Mr. Parada Harahap telah tiba disini
pagi ini dengan Panama Maru dari Osaka Shosen Khaisa. Dia tinggal di sini
selama beberapa hari, dan kemudian ke Batavia...’.
Di Batavia, Ir. Soekarno diberangkatkan ke tempat
pengasingan di Flores pada tanggal 14 Januari 1934. Tidak diketahui secara
jelas mengapa Soekarno diberangkatkan sehari setelah dipastikan Parada Harahap
dan rombongan telah mendarat di Soerabaja. Apakah dimaksudkan untuk segera
menyelesaikan Soekarno dan segera membuka tuntutan baru terhadap Parada Harahap
dan kawan-kawan?
Tidak lama setelah di
Batavia Parada Harahap dan kawan-kawan ditangkap. Parada Harahap berhasil lolos
karena tidak terbukti tuduhan setelah Konsulat Jepang memberikan kesaksian.
Sementara Mohammad Hatta tidak bisa lolos karena intel/polisi melancarkan
tuduhan lain (soal politik). Mohammad Hatta ditangkap pada bulan Februari1934.
Pada tanggal 16 November 1934 ditetapkan resolusi untuk diasingkan (ke Digoel).
Pada akhir Januari 1935 Mohammad Hatta diberangkatkan ke Digoel.
Soekarno, Mohammad Hatta dan Sjahrir telah diasingkan.
Parada Harahap merasa khawatir juga akan menyusul target polisi/intel Belanda
kepada Mohammad Jamin dan Amir Sjarifoeddin. Masalah penuntutan kepada Amir
Sjarifoeddin masih belum selesai di pengadilan.
Parada Harahap meski aktivis di
dalam berbagai organisasi, tetapi tidak pernah terlibat dalam partai politik.
Parada Harahap yang non-cooperative dengan Belanda bertindak dengan caranya
sendiri. Parada Harahap berpolitik melalui jalur media dengan pena-pena yang
tajam (berita investigasi dan kolom editorial yang radikal). Parada Harahap dan
MH Thamrin adalah pengusaha. Parada Harahap berbeda dengan Soekarno yang
arsitek dan guru, Mohammmad Hatta, Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin yang akademisi
(suka membaca). Parada Harahap juga berbeda dengan Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin
Nasution yang juga masih bekerja untuk pemerintah. Karena itu Soetomo dan
Radjamin Nasution lebih mengambil jalan tengah: untuk satu hal coopearative dan
untuk hal lain non-cooperatif. Meski demikian, tujuan mereka semua sama:
kemerdekaan Indonesia.
Parada Harahap Marah, Memimpin Tujuh Revolusioner
Indonesia Pertama ke Jepang
Amir Sjarifoeddin dan
Mohammad Jamin Mendirikan Partai
Amir Sjarifoeddin Non-cooperative dengam Belanda; Mengapa Amir Sjarifoeddin
Juga Non-Cooperative dengan Jepang?
Amir
Sjarifoeddin Lahir Islam; Apakah Amir Sjarifoeddin Berganti Agama?
Amir
Sjarifoeddin Nasionalis Sejati; Apakah Amir Sjarifoeddin Berhaluan Komunis?
Amir
Sjarifoeddin Ditangkap; Mengapa Harus Ditembak Mati?
Sejarah
Besar Amir Sjarifoeddin Dikerdilkan Secara Ramai-Ramai
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap
berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada
‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku
hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar