*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
Presiden Soekarno tidak hanya tanggal 31 Agustus 1952 ke Soekabumi, tetapi juga jauh sebelumnya. Tepatnya tanggal 1 Maret 1951. Kunjungan Ir. Soekarno tahun 1951 justru lebih penting dari kunjungannya yang lain. Pada tanggal 1 Maret 1951 Presiden Soekarno berpidato di Lapangan Merdeka sangat herois: ‘Sebelum tanggal 1 Januari 1952 Belanda harus mengembalikan Irian kepada Indonesia’ Demikian inti pidato Presiden Soekarno. Itulah pidato berapi-api Ir. Soekarno di tengah lautan massa di Lapangan Merdeka Soekaboemi tanggal 1 Maret 1951.
Presiden Soekarno tidak hanya tanggal 31 Agustus 1952 ke Soekabumi, tetapi juga jauh sebelumnya. Tepatnya tanggal 1 Maret 1951. Kunjungan Ir. Soekarno tahun 1951 justru lebih penting dari kunjungannya yang lain. Pada tanggal 1 Maret 1951 Presiden Soekarno berpidato di Lapangan Merdeka sangat herois: ‘Sebelum tanggal 1 Januari 1952 Belanda harus mengembalikan Irian kepada Indonesia’ Demikian inti pidato Presiden Soekarno. Itulah pidato berapi-api Ir. Soekarno di tengah lautan massa di Lapangan Merdeka Soekaboemi tanggal 1 Maret 1951.
Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 02-03-1951 |
Yang menjadi pertanyaan, apa yang menyebabkan Presiden Soekarno
berkunjung ke Soekaboemi pada tanggal 1 Maret 1951? Yang jelas hanya kunjungan
31 Agustus 1952 yang tercatat dalam sejarah Sukabumi. Lalu bagaimana dengan
tanggal 1 Maret 1951. Apa pentingnya Presiden Soekarno menyegerakan berkunjung
ke Sukabumi? Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Soekaboemi 1 Maret 1951
Setelah
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, pemegang
portofolio tertinggi di Soekaboemi adalah Mr. Raden Sjamsoedin. Namun umurnya
tidak panjang, Mr. Raden Sjamsoedin dikabarkan meninggal dunia pada tanggal 15
Oktober 1950 dalam usia yang masih muda 42 tahun. Para Republiken Soekaboemi
kehilangan tokoh sentral pejuang Indonesia asal Soekaboemi. Tentu saja Ir.
Soekarno kehilangan Mr. Sjamsoedin. Sayang tidak ada pengganti (suksesi) Mr.
Raden Sjamsoedin. Bagi Ir. Soekarno sosok Mr. Raden Sjamsoedin adalah menara
tunggal di Soekaboemi.
Ir.
Soekarno juga kehilangan kawan lama Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap, meninggal
tahun 1948. Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap adalah Perdana Menteri RI yang ketiga
(7 Juli 1947-29 Januari 1948). Pada periode ini Mr. Raden Sjamsoedin adalah
salah satu Wakil Perdana Menteri. Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap adalah teman
kuliah Mr. Raden Sjamsoedin ketika studi di Rechthooges School di Batavia.
Ketika Partai Nasional Indonesia (PNI) dibubarkan pemerintah Belanda tahun
1930, lalu dibentuk Partai Indonesia. Amir Sjarifoeddin Harahap dan Raden
Sjamsoedin yang sama-sama masih kuliah adalah pengurus teras Partai Indonesia. Raden
Sjamsoedin salah satu sekretaris Partai Indonesia sedangkan Amir Sjarifoeddin
Harahap adalah Ketua Cabang Batavia Partai Indonesia.
Pada
tanggal 22 Februari 1951 di Istana Merdeka diadakan perayaan Maulid Nabi. Dalam
pidatonya pada perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut, Presiden mengungkapkan
mulai berpikir tentang Irian (lihat Nieuwe courant, 02-01-1951). Tentu saja menurut Presiden masih ada satu masalah
yang tersisa tentang luar negeri sementara masih banyak persoalan dalam negeri
yang harus diatasi. Satu masalah luar negeri itu adalah soal Irian yang belum
diserahkan oleh Belanda (dan mungkin tidak akan diserahkan Belanda).
Pengajuan Belanda terhadap kedaultan Indonesia
berlaku sejak 27 Desember 1949 (hasil perjanjian KMB). Dalam perjanjian ini
disebutkan Irian akan diserahkan kemudian. Sudah barang tentu Presiden paham
niat bulus Belanda, karena pengakuan Belanda terhadap Indonesia melalui RIS
(bukan RI). Sebab RI Serikat, kenyataannya serikatnya lebih banyak dari RI-nya.
Serikat-serikat itu adalah negara-negara bentukan Belanda (negara boneka)
seperti Negara Sumatra Timur, Negara Jawa Timur dan Negara Pasundan. Lalu dalam
perkembangannya, Republik Indonesia di Jogjakarta (Wakil Perdana Menteri Abdul
Hakim Harahap) dan para Republiken di Negara Sumatra Timur (NST) yang dipimpin
Dr. Djabangoen Harahap tidak puas dengan RIS dan ingin kembali ke negara
kesatuan RI (NKRI). Lalu mulai digalang referendum di NST: NKRI atau NST.
Reaksi di NST ini menjadi efek domino untuk negara-negara bagian yang lain. Memahami
eskalasi politik yang terjadi Negara Pasoendan membubarkan diri sendiri dan
menyatakan kembali ke NKRI. Ketika pentolan-pentolan NST datang ke Djakarta
untuk menemui Perdana Menteri Mohamad Hatta (yang pro-RIS). Mereka meminta
Mohamad Hatta niat para Republiken itu di NST dihambat. Saat-saat inilah Negara
Pasoendan dan Negara Jawa Timur layu sebelum berkembang alias. Pertarungan
politik di NST akhirnya mencapai puncaknya dimana para Republiken menang dalam
referendum. Presiden Soekarno mulai tersenyum (sebaliknya Mohamad Hatta mulai
garuk-garuk kepala. Pasca referendum di NST ini semboyan Bubarkan RIS dan
Kembali ke NKRI semakin menggelinding kemana-mana. Akhirnya Presiden Soekarno
pada 17 Agustus 1950 mendukung NKRI dan pada tanggal 18 Agustus 1950
diproklamasikan NKRI. Tamat sudah RIS. Elemen-elemen Belanda di dalam
pemerintahan RIS secara perlahan-lahan pulang kembali termasuk para ahli/penasehat
dan pasukan KNIL. Para elit RIS yang mendukung habis Belanda sejak dibentuknya
negara-negara bagian mati langkah. Saat inilah para Republiken dan para TNI
termasuk di Soekaboemi berdiri tegak. Melihat situasi dan kondisi inilah
Presiden Soekarno pada saat perayaan Maulid Nabi di Istana Merdeka mulai
berpikir tentang Irian (karena urusan RIS sudah selesai). Ibarat dalam
permainan catur, Soekarno mulai Skak! Sebaliknya mudah ditebak, Belanda
kebakaran jenggot (Belanda hanya mengakui RIS dan tidak pernah mengakui RI).
Upaya ‘merebut’
Irian yang dicanangkan Presiden Soekarno menjadi bola panas yang membuat gerah
Belanda dan negara-negara lain yang memihak Belanda. Pada saat inilah Amerika
Serikat menunggu di tikungan ketika ‘perang opini’ antara Belanda dan (Republik)
Indonesia di dalam balapan. Dalam permainan catur politik internasional ini
Presiden Soekarno mengagendakan kunjungan ke Manila (Filipina). Suatu kunjungan
strategis. Akhirnya Presiden Soekarno berangkat ke Manila tanggal 29 Januaru
1951. Menjelang keberangkatan Presiden Soekarno ke Manila datang misi dari Burma.
Indonesia, Filipina dan Burma adalah
negara-negara Asia Tenggara yang secara defacto telah berhasil mengusir
penjajah. Indonesia mengusir Belanda dengan membubarkan RIS; Filipina telah
mengusir Amerika Serikat; dan Burma telah mengusir Inggris. Malaya, Singapoera
belum merdeka (masih di bawah kekuasaan Inggris), sementara Muang Thai dalam
posisi wait en see.
Di
dalam negeri, beberapa hari sebelumnya Sultan Djogja melakukan kunjungan ke
Djawa Timoer. Kunjungan Sultan Djogja ke Djawa Timoer adalah suatu strategi
dalam negeri untuk memperkuat persatuan (NKRI) setelah Negara Djawa Timoer
dibubarkan.
Sultan Djogja tentu saja tidak perlu mengunjungi
Sumatra Timur, sebab beberapa waktu sebelumnya wilayah (Residentie) Tapanoeli,
Atjeh dan Sumatra Timur telah disatukan menjadi satu provinsi: Provinsi Sumatra
Utara. Gubernur pertama dilantik pada tanggal 25 Januari 1951. Siapa yang
menjadi Gubernur Sumatra Utara mudah ditebak yakni seorang Republiken yang
memiliki portofolio tertinggi yakni Abdul Hakim Harahap (mantan Wakil Perdana
Menteri RI di Djogjakarta). Sudah barang tentu keberadaan Abdul Hakim Harahap
di Sumatra Utara sudah cukup. De vrije pers: ochtendbulletin, 05-02-1951
Di Manila, Presiden Soekarno berpidato berap-api. Tentu saja disambut
antusias dan tepuk tangan untuk Presiden Soekarno. Presiden Soekarno
menginisiasi perlunya konferensi Asia (timur vs barat). Tidak hanya itu,
Presiden Soekarno di Manila juga diakui dan mendapat gelar Doktor Honoris Causa
dari dunia pendidikan (University of Manila) dan medali tertinggi dari
pemerintah Filipina. Dari Manila Presiden Filipina akan segera ke Indonesia
untuk kunjungan balasan. Sepulang dari Filipina, Presiden Soekarno beristirahat
di Istana Tjipanas (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 07-02-1951). Setelah
cukup istirahat, Presiden Soekarno mulai melirik eks Negara Pasoendan. Catatan:
Hanya tiga negara federal yang memiliki pengaruh besar dalam negara RIS yakni
Negara Sumatra Timur, Negara Djawa Timoer dan Negara Pasoendan.
Ide NKRI: Jogjakarta, Medan, Djakarta, Manila, Soekaboemi |
Lantas mengapa yang dipilih Soekaboemi? Mengapa tidak mendahulukan ke
Bandoeng, Tjiandjoer, Soemedang, Limbangan/Garoet? Apakah karena semata-mata
ingin menghormati Mr. Raden Sjamsoedin, asli Soekaboemi yang belum lama ini
telah mendahului, menghadap Allah SWT? Tentu saja tidak hanya itu, juga ingin bertemu
langsung para Republiken Soekaboemi dan TNI (termasuk Polri) dan banyak faktor
lainnya.
De locomotief, 12-10-1949 |
Rencana Presiden Soekarno ke Soekaboemi kemudian
sedikit mengalami perubahan (lihat Sukabumi Algemeen
Indisch dagblad : de Preangerbode, 24-02-1951).
Disebutkan Presiden Soekarno tidak melakukan kunjungan resmi ke Sukabumi pada
26 Februari, tetapi pada 1 Maret. Untuk tujuan ini, Presiden akan berangkat
dari Djakarta ke Tjipanas pada tanggal 28 Februari, dari mana Presiden akan melakukan perjalanan ke Soekabumi dengan mobil pada hari
berikutnya. Program perjalanan ke Soekaboemi dan Pelaboean Ratoe di
Wijnkoopsbaai tetap tidak berubah. Dalam perjalanan kembali, Presiden Sukarno
akan mengunjungi Tjiandjoer dimana Presiden akan, antara lain, memberikan
pidato.
Pada hari Rabu, 28 Februari 1951 berangkat dari
Istana Merdeka Djakarta (lihat De nieuwsgier, 01-03-1951). Disebutkan Presiden
Soekarno meninggalkan Istana Merdeka pada hari Rabu sore pukul 2 untuk kunjungan
resmi ke berbagai tempat di Djawa Barat. Hari pertama dalam tiga hari kunjungan
ini rombongan ke tempat kediaman kepresidenan di Tjipanas. Residen Bogor mengunjungi
setibanya di resor pegunungan. Di malam hari, tarian rakyat ditampilkan di
galeri depan kediaman. Presiden Soekarno memberikan pidato singkat dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Sunda, Pada Kamis pagi ini, rombongan berangkat ke Soekabumi,
dimana Presiden akan berpidato pada pertemuan massa.
Dalam
kunjungan Presiden Soekarno ke Soekaboemi tanggal 26 Februari 1951 didampingi
oleh Kepala Angkatan Perang RI Jenderal TB Simatoepang dan Kepala Staf Majoor
Jenderal Abdul Haris Nasution.
Sebagaimana diketahui Jenderal Soedirman telah
tiada, meninggal pada tanggal 29 Januari 1950. Juga diketahui Mr. Raden
Sjamsoedin dikabarkan meninggal dunia pada tanggal 15 Oktober 1950.
Pada
pukul 6.30 Presiden Soekarno dan rombongan berangkat dari istana Tjipanas
menuju Soekaboemi (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 02-03-1951).
Sepanjang perjalanan penduduk berdiri berbaris di sepanjang jalan mengelu-elukan
Presiden Soekarno dan rombongan dengan membawa bendera merah putih di tangan
dan banyak gerbang kehormatan telah didirikan (di setiap tempat yang dilewati).
Sesampai di Kota Soekaboemi di sekitar Lapangan Merdeka massa sangat membludak
dari sudut ke sudut. Diantara massa ada yang membawa berbagai spanduk, beberapa
di antaranya terkait dengan klaim ke Irian Barat. Di panggung, sebelum Presiden
Soekarno berpidato, didahului oleh pidato regent
(Bupati) van Soekaboemi Widjajasoerja dan pidato Kepala Dinas Penerangan Djawa
Tengah R Sutarjo. Lalu Presiden Soekarno berpidato yang disampaikan dalam
bahasa Sunda.
Dalam pidato Presiden Soekarno secara garis besar
sebagai berikut: ‘..Cita-cita politik dan sosial kita belum tercapai... bahwa Irian akan kembali ke Indonesia sebelum 1 Januari 1952 jika rakyat
benar-benar satu, tidak hanya dalam keinginan untuk melakukannya, tetapi juga
dan terutama dalam kesatuan dalam perbuatan... Kita
lebih beruntung daripada India, yang harus dibantu dengan 2 juta ton
biji-bijian dari Amerika Serikat. Meskipun kita harus mengencangkan perut lebih
ketat, tidak ada masalah kelaparan dengan kita... perlunya memberi substansi pada kemerdekaan yang dicapai melalui kerja
yang mantap dan bersama. Setiap orang harus berkontribusi pada perkembangan
negara...Saya sadar ada perbedaan pendapat di Sukabumi tentang kegunaan
perjanjian KMB. Saya meminta Anda untuk tidak melupakan persatuan. Tidak
seorang pun dari Anda akan sepenuhnya setuju dengan perjanjian KMB, tetapi
harus dilihat sebagai jalan yang mengarah ke tujuan akhir kita. Jalan itu
ditunjukkan oleh rute baru yang mengarah dari Banka (KMB) melalui kembalinya ke
Jogja (RI) dan dari KMB ke pemindahan kemerdekaan (NKRI)...Tidak ada
independensi (dalam perjanjian KMB) sehingga tidak diikuti...kebebasan berarti
tanggung jawab dan bahwa tidak ada orang selain orang Indonesia itu sendiri.
bertanggung jawab jika kemerdekaan belum sempurna...kita tidak layak
kemerdekaan jika kita tidak berani memikul tanggung jawab...Kepada mereka yang
menentang perjanjian KMB, saya ingin bertanya: Apakah kemerdekaan telah
tercapai jika rute baru ini tidak diikuti? Akankah tentara Belanda sekarang
benar-benar menghilang dari Indonesia? Mereka kemudian berkata: Mari kita
lanjutkan perjuangan. Maka jawaban saya adalah bahwa ekonomi perjuangan harus
diperhitungkan, dan itu diturunkan dengan kata-kata pendek (yakni) mencapai
tujuan dalam waktu sesingkat mungkin dengan hasil sebesar mungkin. Apa yang
telah kita capai sejauh ini harus digunakan sebagai modal untuk melanjutkan
perjuangan kita...Saya selalu mengatakan kepada Anda bahwa Indonesia harus
menjadi negara yang berperang (menyindir masih adanya orang-orang yang
memanggul senjata). Saya tidak pernah mengatakan bahwa perjuangan kami telah
berakhir. Baik cita-cita politik kita tidak lengkap maupun cita-cita sosial
kita. Yang terakhir hanya bisa dicapai melalui upaya bersama... di Jepang ada Kinro-hoshi (kerja bersama), mengapa kita tidak harus
mengikuti contoh ini walaupun itu adalah bahasa Jepang?... bahwa tidak adanya
kapitalisme belum berarti adanya keadilan sosial...Di masa lalu tidak ada
kapitalisme dan belum ada keadilan sosial...bahwa produksi adalah kondisi yang
diperlukan untuk keadilan sosial. Harus ada sarana yang cukup untuk membuat
hidup menyenangkan. Itulah sebabnya produktivitas tenaga kerja kita harus
ditingkatkan dan upaya kita untuk melakukannya harus serius, sejauh ini belum
melampaui 40% dari tingkat sebelum perang dan jika negara kita ingin tumbuh
dewasa, regenerasi moral harus dilakukan...(kepada pemuda) bahwa suatu bangsa tanpa cita-cita akan lenyap. Terutama kaum muda,
harapan bangsa, tidak hanya cita-cita yang menggantungkan cita-cita seringgi bintang-bintang
tetapi juga harus bekerja untuk meraih itu. Biarkan cita-cita kita menjadi
Indonesia yang besar dan makmur. Setiap pekerjaan yang dilakukan dengan
cita-cita ini dalam pikiran adalah terhormat. Jika perlu, jadilah pekerja
jalanan dan bukan parasit. Terserah Anda, anak muda, untuk membuat bendera
Indonesia dikenal di seluruh dunia...
Pada
sore hari, rombongan kepresidenan mengunjungi tenda (pameran) produk industri
dan pertanian. Pada Kamis malam diadakan sebuah resepsi yang dihadiri oleh perwakilan
partai politik, pejabat dan otoritas militer dan perwakilan perdagangan dan
perusahaan. Het nieuwsblad voor Sumatra, 02-03-1951 mencatat bahwa hari ini (Jumat)
Presiden Soekarno akan melakukan kunjungan ke pembangkit listrik tenaga air Ubrug.
Perjalanan Presiden Soekarno ke Sukabumi bagian selatan yang pertama ke Ubrug
(Warung Kiara) lalu makan siang di pesanggrahan Karang Awu. Selama di selatan
Sukabumi ini Presiden menyampaikan pidato di Ubrug, Pelabuhan Ratu, Karang Awu
dan Tjibadak.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 05-03-1951 |
..
Dalam
perjalanan pulang dari selatan Soekaboemi ini ke Soekaboemi kadang-kadang Presiden
Soekarno duduk di atas kap jip yang melewati penduduk desa utama yang telah
mendirikan semua jenis hiasan bunga dan gerbang kehormatan. Selanjutnya
Presiden melanjutkan perjalanan ke Tjiandjoer dan tiba pada sore hari di
Tjiandjur yang sepanjang jalan sorakan yel-yel merdeka.
Soekarno, Inggit dan Ratna (H courant, 20-01-1932) |
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar