*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Segera Perang Lombok berakhir (1894) Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Lombok yang dibagi dua wilayah Oost Lombok dan West Lombok. Reklamasi penduduk Bali, pemulangan penduduk Sasak dari pengungsian dan pemberian bantuan ternak dan peralatan pertanian serta penataan pemerintahan lokal menjadi tugas-tugas awal Asisten Residen di Ampenan dan Controleur Oost Lombok di Sisik. Pada fase inilah muncul beberapa pemberontakan di bagian tengah Lombok.
Segera Perang Lombok berakhir (1894) Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Lombok yang dibagi dua wilayah Oost Lombok dan West Lombok. Reklamasi penduduk Bali, pemulangan penduduk Sasak dari pengungsian dan pemberian bantuan ternak dan peralatan pertanian serta penataan pemerintahan lokal menjadi tugas-tugas awal Asisten Residen di Ampenan dan Controleur Oost Lombok di Sisik. Pada fase inilah muncul beberapa pemberontakan di bagian tengah Lombok.
Awal
mula intervensi Pemerintah Hindia Belanda di Lombok adanya pemberontakan yang
dilancarkan penduduk Sasak terhadap (pangeran-radja) Bali Selaparang yang ber
ibu kota di Mataram. Penderitaan penduduk Sasak dan bahaya kelaparan dan
perintaan para pemipin Sasak untuk intervensi Peerintah Hindia Belanda
menyebabkan kerajaan Bali Selaparang dalam dilema. Populasi penduduk Sasak yang
besar dan kehadiran Peerintah Hindia Belanda tidak begitu saja kerajaan Bali
Selaparang menyerah. Akhirnya terjadilah ekspedisi militer Belanda yang
kemudian pasukan kerajaan Bali Selaparang dapat ditaklukkan. Penduduk Sasak
sedikit bernapas lega dan mulai membangun kembali.
Lantas seperti apa pemberontakan yang terjadi,
khususnya di sekitar Praya? Kurang terinformasikan. Yang jelas Pemerintah
Hindia Belanda baru membentuk cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok dan mempromosikan
tingkat kesejahteraan penduduk apakah penduduk Sasak maupun penduduk Bali. Apa
yang menyebabkan munculnya pemberontakan dan siapa-siapa yang memimpin
pemeberontakan dan kejadiannya dimana saja? Semua itu dapat dijadikan satu
judul saja: Pemberontakan di Praya. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Praya: Antara Mataram dan Sisik
Tempo doeloe, di Praya banyak tokoh penting,
tetapi dua yang terkenal adalah Mamiq Sapian dan Goeroe Bangkol. Mereka sangat
terkenal pada fase transisi kerajaan Bali Selaparang dan Pemerintah Hindia
Belanda. Itu berarti mereka pernah mengalaminya pada dua rezim yang berbeda.
Pada fase transisi inilah terjadi pemberontakan di Praya, Lombok bagian tengah.
Saat itu di distrik Praya (onderafdeeling Oost Lombok) telah mengangkat pemimpin
lokal dan untuk mendukung keamanan dan dan lancarnya pemerintahan yang baru, di
Praya ditempatkan pasukan militer seperlunya.
Pemerintah
Hindia Belanda mulai membentuk cabang pemerintahan di Bali dan Lombok sejatinya
dimulai pasca Perang Bali (1846-1849) dengan membentuk Residentie Bali en
Lombok dengan ibu kota Boeleleng. Di pulau Bali sudah dibentuk Afdeeling
Boeleleng dan Afdeeling Djembrana dimana dibentuk cabang pemerintahan yang mana
Pemerintah Hindia Belanda terlibat langsung. Sementara kerajaan-kerajaan di
Bali, seperti Kloengkoeng, Gianjar dan Badoeng hanya sebatas perjanjian (pemerintahan
tetap berada di bawah radja). Hal serupa juga dilakukan perjanjian (tahun 1843)
di kerajaan Bali Selaparang yang beribukota di Mataram. Kerajaan Bali
Selaparang adalah satu-satunya kerajaan yang tersisa di pulau Lombok.
Dalam
perkembangannya di Lombok, mulai timbul benih-benih kebencian penduduk Sasak
terhadap, terutama para pangeran dan kroni-kroninya, kerajaan Bali Selaparang.
Sejumlah pemimpin Sasak mulai menggalang kekuatan dan melakukan pemberontakan
terhadap kerajaan Bali Selaparang. Akibatnya hubungan orang Sasak dan orang
Bali mulai retak dan perselisihan menjadi tidak berkesudahan. Dalam posisi tidak
seimbang, kekuatan kerajaan Bali Selaparang semakin memperburuk situasi dan kondisi
di wilayah penduduk Sasak, peperangan, pembunuhan, kemiskinan, kelaparan dan banyak
kematian. Penduduk Sasak tidak akan punah karena populasi penduduk Sasak jauh
lebih banyak dari populasi penduduk Bali. Pada fase inilah para pemimpin Sasak
meminta Pemerintah Hindia Belanda untuk intervensi di Lombok. Pemerintah Hindia
Belanda mengirim ekspedisi militer tahun 1894 dan akhirnya perlawanan kerajaan
Bali Selaparang dapat dilumpuhkan. Pasca perang, Pemerintah mulai membentuk
cabang pemerintahan di Lombnok sebagai satu afdeeeling dari Residentie Bali en
Lombok. Afdeeling Lombok dipimpin oleh seorang Asisten Residen (berkedudukan di
Ampenan, West Lombok) dan dibantu seorang Controleur yang berkedudukan di Sisik
(onderafdeeling Oost Lombok). Pada
masing-mmasing onderafdeeling dibagi ke dalam beberapa district. Salah satu
distrik yang dibentuk di Onderafdeeling Oost Lombok adalah Distrik Praya. Kepala
distrik dipimpin oleh pribumi. Kepala Distrik Praya yang diangkat adalah Mamiq
Sapian.
Pada awal bulan Juni 1896 ada rumor yang
berkembang di Praya bahwa terdapat satu kelompok tertentu yang ingin membuat
kekacauan dengan jalan perampokan. Lalu pada tanggal 3 dikirim satu detasemen
militer ke Praya untuk membantu pos militer yang ada. Setelah melakukan
eksplorasi pada tanggal 3 dan 4 tidak ditemukan hal yang membahayakan keamanan.
Menurut laporan pemerintah kelompok tertentu tersebut dipimpin bukan orang
Sasak biasa tetapi bukan pula pemimpin berpengaruh Mamiq Sapian dan juga bukan
Goeroe Bangkol. Ada rumor Goeroe Bangkol telah tewas.
Lantas
siapa? Memang Goeroe Bangkol pernah diasingkan Pemerintah Hindia Belanda selama
sebulan ke Boeleleng. Namun menurut laporan pemerintah bahwa Goeroe Bangkol
bersih dari itu. Disebutkan bahwa Praja adalah titik fokus Islamisme dan ditakuti
oleh distrik-distrik Sasak lainnya, yang disebut memiliki pengaruh besar,
terutama setelah jatuhnya Bali (Selaparang).
Namun Goeroe Bangkol ternyata masih hidup. Algemeen Handelsblad, 05-06-1896 memberitakan
bahwa tuduhaan kematian Goeroe Bangkol, pemimpin Sasak tidak benar. Pemimpin
spiritual penduduk Praja tersebut masih hidup dan terus memprovokasi penduduk
Sasak bahwa Belanda disebutnya ‘boeaja darat’, yang mencaplok Lombok hanya
karena keserakahan dan sekarang tidak memiliki keberanian untuk mengusir penjajah
Bali dari kepemilikan tanah yang melanggar hukum di Lombok. Menurut Goeroe
Bangkol hanya penduduk asli pulau yang bisa menegaskan haknya. Meskipun
demikian, Goeroe Bangkol menerima pegawai negeri sipil dan staf kita. Goeroe
Bangkol tidak muncul dalam kunjungan Djilantiek. Disini bahwa setidaknya
delapan puluh pekerja paksa dan lima puluh tentara Amboina tidak diaganggu. Para
perwira Belanda di Praya termasuk kaptennya telah meninggalkan Praya pada malam
hari.
Lalu
siapa yang membuat keonaran di Praja sehingga para perwira dan tentara Belanda
harus menghindar dari Praya? Apakah Goeroe Bangkong terlibat? Tampaknya tidak.
Hanya saja Goeroe Bangkong menyidir Pemerintah Hindia Belanda setelah kejadian
dengan mengatakan sebagai buaya darat yang kehadiran Pemerintah Hindia Belanda
tidak mengurangi tanah Bali dan mengembalikannya kepada penduduk Sasak. Sementara
para pekerja paksa yang didatangkan dari Celebes dan para prajurut Amboina
tidak diganggu. Dalam hal ini tidak ada indikasi Goeroe Bangkol melanggar hukum
atau menentang otoritas pemerintah. Goeroe Bangkol menyuarakan hak penduduk
Sasak terhadap tanah-tanah yang dikuasai orang Bali.
Situasi dan kondisi di Praya normal. Bataviaasch
nieuwsblad, 17-06-1896 memberitakan Residen Bali en Lombok yang pergi ke Lombok
kemarin, melaporkan dari sana bahwa tidak ada yang terjadi di Praja. Asisten Residen
menemukan semuanya benar-benar tenang di Praya. Kedatangan Residen dan Asisten
Residen ke Lombok menunjukkan isunya
penting untuk memastikan situasi dan kondisi di Lombok tetap kondusif.. Sebelumnya,
desas-desus yang dikaitkan dengan Goeroe Bangkol dikatakan berasal dari pihak
Bali untuk membuat Goeroe Bangkol dicurigai Pemerintah Hindia Belanda (lihat De
locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 19-06-1896).
Goeroe
Bangkol bersih dalam soal kekacauan itu. Asisten Residen sudah bertemua dengan
Goeroe Bangkol. Rumor disebutkan bersumber dari pihak Bali. Kembali ke
pertanyaan, siapa yang membuat keonaran? Lalu mengapa pihak Bali membuat
pernyataan ke pers bahwa Goeroe Bangkol telah memprovokasi Pemerintah Hindia
Belanda dan menyebutkan para petani di Paraya telah memanen sawahnya sebelum
waktunya untuk menyimpan persediaan padi karena khawatir akan segera muncul
kerusuhan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Riwayat Guru Bangkol
Konon, serelah kerajaan Selaparang mekar, para pangeran membentuk sejumlah
kerajaan baru. Seperti yang juga terjadi di Bali, diantara kerajaan-kerajaan di
Lombok ini saling berselisih dan menyebabkan perang terbuka. Kerajaan yang
berada di bagian tengah Lombok (katakanlah di sekitar Praja) semakin terdesak.
Dalam posisi yang tidak menguntungkan, kerajaan ini kemudian meminta bantuan ke
Bali (kerajaan Karangasem). Situasi dan kondisi ini diceritakan terjadi pada
tahun 1740 dimana kerajaan Karangasem telah menginvasi Lombok. Invasi ini
menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan Bali di Lombok. Dalam perkembangannya
hanya satu kerajaan yang eksis yang disebut kerajaan Bali Selaparang.
Kerajaan di Praja ini aman dan mengambil
keuntungan dari kehadiran pasukan kerajaan Karangasem Bali. Kerajaan-kerajaan
lainnya yang menjadi lawan-lawan kerajaan Praja mulai terdesak. Bahkan kerajaan
Soembawa di pulau Soembawa mulai membentengi diri dari ancaman pasukan kerajaan
Karangasem. Akhirnya pasukan kerajaan Karangasem semakin menguat dan membentuk
kerajaan Karangasem di Lombok. Namun dalam perkembangannya semakin kuatnya
kerajaan Karangasem Lombok, kerajaan di Praja juga lambat laun menjadi tak
kuasa dan menjadi subordnasi kerajaan Karangasem Lombok. Kerajaan
Karangasem Lombok ini kemudian menjadi mekar dan
terbentuk tiga kerajaan baru yakni Mataram, Pegasangan dan Pagoetan namun dalam
perkembangannya diantara kerajaan-kerajaan ini timbul gesekan atau
ketidakpuasan. Pada akhirnya hanya dua kerajaan yang eksis (Karangasem dam
Mataram).. Dalam situasi dan kondisi ini juga posisi kerajaan tetap terbenam di
bawah sana. Pada tahun 1838 kerajaan Mataram dapat menaklukkan kerajaan
Karangasem. Kerajaan Mataram menjadi penguasa tunggal di Lombok. Oleh karena
penduduk Sasak jauh lebih banyak dari penduduk Bali, lalu judul kerajaan
Mataram menjadi kerajaan Bali Selaparang. Akan tetapi nama Selaparang dalam
nama kerajaan tetap tidak menguntungkan penduduk Sasak malahan penduduk Sasak
semakin dieksploitasi. Kegiatan eksploitasi semakin menjadi-jadi ketika para
pangeran Bali Selaparang mulai menikmati kemakmuran yang absolut.
Pada fase kerajaan Bali Selaparang ini, penduduk
Lombok yang mayoritas Sasak dieksploitasi seperti dijadikan pasukan pendukung
dan tameng dalam memerangi kerajaan-kerajaan di Bali, pajak yang memberatkan,
dijadikan sebagai pekerja paksa untuk membangun kemakmuran kerajaan Bali
Selaparang dan kesenangan radja dan para pangeran, Banyak korban di pihak
Sasak, kelaparan dan berbagai penyakit muncul dimana-mana di wilayah penduduk
Sasak. Dalam situasi dan kondisi inilah para pemimpin penduduk Sasak mulai
melakukan pemberontakan kepada kerajaan Bali Selaparang. Salah satu pemimpin
penduduk Sasak dalam upaya pemberontakan di Lombok adalah Goeroe Bangkol
(pemimpin penduduk Sasak di wilayah Praja). Pemberontakan ini berujung pada
hadirnya Pemerintah Hindia Belanda di Lombok.
Pemberontakan
yang dilakukan pemimpin dan penduduk Sasak terhadap kerajaan Bali Selaparang
terus berlarut-larut. Dalam posisi yang tidak sebanding dan banyaknya kelaparan
dan kematian yang terjadi diantara penduduk Sasak akhirnya para pemimpin
penduduk Sasak meminta Pemerintah Hindia Belanda melakukan intervensi. Para
pemimpin yang menulis surat kepada Residen Bali en Lombok di Boeleleng salah
satu diantaranya adalah Goeroe Bangkol.
Akhirnya militer Hindia Belanda berhasil
menaklukan pasukan kerajaan Bali Selaparang pada bulan Agustus 1894 yang
kemudian disusul dengan rencana pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di
Lombok. Dalam perundingan antara tiga belah pihak (Pemerintah Hindia Belanda,
para pangeran-radja Bali Selaparang dan para pemimpin penduduk Sasak) tampaknya
mengalami jalan buntu. Akhirnya terjadi tragedi di pihak militer dan pajabat
sipil Hindia Belanda.
Dalam
perundingan ini, awalnya para pemimpin Sasak enggan duduk bersama dengan pihak
kerajaan Bali Selaparang namun pada akhirnya setelah dibujuk pejabat Belanda
bersedia berunding. Beberapa poin dari Pemerintah Hindia Belanda adalah
membentuk cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok, kesetaraan penduduk Bali
dan penduduk Sasak, pemisahan administrasi pemerintahan lokal antara penduduk
Bali dan penduduk Sasak termasuk pemisahan peradilan (rechten). Salah satu poin
tambahan yang diajukan para pemimpin Sasak dalam perundingan tersebut adalah
kehadiran Goesti Djelantik dan pasukannya di Lombok (lihat Java-bode : nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-08-1894). Disebutkan salah
satu syarat yang ditetapkan oleh kepala Sasak (Goeroe Bangkol) adalah
kembalinya Goesti Djelantik dengan 1.200 pengikutnya. Sebagaimana diketahui
bahwa Goesti Djelantik yang berada di Karangasem Bali adalah pewaris dari
kerajaan Karangasem Lombok yang telah dihancurkan oleh kerajaan Bali Selaparang
tempo doeloe (1838). Tampaknya syarat dan ketentuan yang dirundingkan sangat
berat bagi kerajaan Bali Selaparang. Itu sama dengan menghilangkan kemakmuran
kerjaaan Bali Selaparang dan kesenangan para pangeran yang selama ini diperoleh
secara absolut dari penduduk Sasak. Para pangeran Bali Selaparang tidak hanya
gerah tetapi tidak melihat realitas dan kemudian amuk yang muncul. Pasukan
kerajaan Bali Selaparang yang dipimpin para pangeran menyerang militer dan
pejabat Pemerintah Hindia Belanda. Banyak yang tewas dan termasuk Generaal
Majoor. Para pangeran boleh merasa senang sejenak atas kemenangan ini, tetapi
itu adalah awal kehancuran kerajaan dan para pangeran Bali Selaparang. Kekuatan
Pemerintah Hindia Belanda sangat tidak terbatas.
Pemerintah Hindia Belanda mengirim kembali
pasukan militer ke Lombok untuk menghukum kerajaan Bali Selaparang. Tentu saja
kekuatan kerajaan Bali Selaparang dapat ditaklukkan. Para pangeran tewas, radja
diasingkan ke Batavia. Dalam posisi ini Pemerintah Hindia Belanda mulus
membentuk cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok. Goeroe Bangkol lengser
keprabon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar