Jumat, 10 Juli 2020

Sejarah Lombok (34): Pemberontakan Praya 1896; Terbentuknya Cabang Pemerintahan Baru di Midden Lombok (Lombok Tengah)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
 

Segera Perang Lombok berakhir (1894) Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Lombok yang dibagi dua wilayah Oost Lombok dan West Lombok. Reklamasi penduduk Bali, pemulangan penduduk Sasak dari pengungsian dan pemberian bantuan ternak dan peralatan pertanian serta penataan pemerintahan lokal menjadi tugas-tugas awal Asisten Residen di Ampenan dan Controleur Oost Lombok di Sisik. Pada fase inilah muncul beberapa pemberontakan di bagian tengah Lombok.

Awal mula intervensi Pemerintah Hindia Belanda di Lombok adanya pemberontakan yang dilancarkan penduduk Sasak terhadap (pangeran-radja) Bali Selaparang yang ber ibu kota di Mataram. Penderitaan penduduk Sasak dan bahaya kelaparan dan perintaan para pemipin Sasak untuk intervensi Peerintah Hindia Belanda menyebabkan kerajaan Bali Selaparang dalam dilema. Populasi penduduk Sasak yang besar dan kehadiran Peerintah Hindia Belanda tidak begitu saja kerajaan Bali Selaparang menyerah. Akhirnya terjadilah ekspedisi militer Belanda yang kemudian pasukan kerajaan Bali Selaparang dapat ditaklukkan. Penduduk Sasak sedikit bernapas lega dan mulai membangun kembali.

Lantas seperti apa pemberontakan yang terjadi, khususnya di sekitar Praya? Kurang terinformasikan. Yang jelas Pemerintah Hindia Belanda baru membentuk cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok dan mempromosikan tingkat kesejahteraan penduduk apakah penduduk Sasak maupun penduduk Bali. Apa yang menyebabkan munculnya pemberontakan dan siapa-siapa yang memimpin pemeberontakan dan kejadiannya dimana saja? Semua itu dapat dijadikan satu judul saja: Pemberontakan di Praya. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Praya: Antara Mataram dan Sisik

Tempo doeloe, di Praya banyak tokoh penting, tetapi dua yang terkenal adalah Mamiq Sapian dan Goeroe Bangkol. Mereka sangat terkenal pada fase transisi kerajaan Bali Selaparang dan Pemerintah Hindia Belanda. Itu berarti mereka pernah mengalaminya pada dua rezim yang berbeda. Pada fase transisi inilah terjadi pemberontakan di Praya, Lombok bagian tengah. Saat itu di distrik Praya (onderafdeeling Oost Lombok) telah mengangkat pemimpin lokal dan untuk mendukung keamanan dan dan lancarnya pemerintahan yang baru, di Praya ditempatkan pasukan militer seperlunya.

Pemerintah Hindia Belanda mulai membentuk cabang pemerintahan di Bali dan Lombok sejatinya dimulai pasca Perang Bali (1846-1849) dengan membentuk Residentie Bali en Lombok dengan ibu kota Boeleleng. Di pulau Bali sudah dibentuk Afdeeling Boeleleng dan Afdeeling Djembrana dimana dibentuk cabang pemerintahan yang mana Pemerintah Hindia Belanda terlibat langsung. Sementara kerajaan-kerajaan di Bali, seperti Kloengkoeng, Gianjar dan Badoeng hanya sebatas perjanjian (pemerintahan tetap berada di bawah radja). Hal serupa juga dilakukan perjanjian (tahun 1843) di kerajaan Bali Selaparang yang beribukota di Mataram. Kerajaan Bali Selaparang adalah satu-satunya kerajaan yang tersisa di pulau Lombok.

Dalam perkembangannya di Lombok, mulai timbul benih-benih kebencian penduduk Sasak terhadap, terutama para pangeran dan kroni-kroninya, kerajaan Bali Selaparang. Sejumlah pemimpin Sasak mulai menggalang kekuatan dan melakukan pemberontakan terhadap kerajaan Bali Selaparang. Akibatnya hubungan orang Sasak dan orang Bali mulai retak dan perselisihan menjadi tidak berkesudahan. Dalam posisi tidak seimbang, kekuatan kerajaan Bali Selaparang semakin memperburuk situasi dan kondisi di wilayah penduduk Sasak, peperangan, pembunuhan, kemiskinan, kelaparan dan banyak kematian. Penduduk Sasak tidak akan punah karena populasi penduduk Sasak jauh lebih banyak dari populasi penduduk Bali. Pada fase inilah para pemimpin Sasak meminta Pemerintah Hindia Belanda untuk intervensi di Lombok. Pemerintah Hindia Belanda mengirim ekspedisi militer tahun 1894 dan akhirnya perlawanan kerajaan Bali Selaparang dapat dilumpuhkan. Pasca perang, Pemerintah mulai membentuk cabang pemerintahan di Lombnok sebagai satu afdeeeling dari Residentie Bali en Lombok. Afdeeling Lombok dipimpin oleh seorang Asisten Residen (berkedudukan di Ampenan, West Lombok) dan dibantu seorang Controleur yang berkedudukan di Sisik (onderafdeeling  Oost Lombok). Pada masing-mmasing onderafdeeling dibagi ke dalam beberapa district. Salah satu distrik yang dibentuk di Onderafdeeling Oost Lombok adalah Distrik Praya. Kepala distrik dipimpin oleh pribumi. Kepala Distrik Praya yang diangkat adalah Mamiq Sapian.

Pada awal bulan Juni 1896 ada rumor yang berkembang di Praya bahwa terdapat satu kelompok tertentu yang ingin membuat kekacauan dengan jalan perampokan. Lalu pada tanggal 3 dikirim satu detasemen militer ke Praya untuk membantu pos militer yang ada. Setelah melakukan eksplorasi pada tanggal 3 dan 4 tidak ditemukan hal yang membahayakan keamanan. Menurut laporan pemerintah kelompok tertentu tersebut dipimpin bukan orang Sasak biasa tetapi bukan pula pemimpin berpengaruh Mamiq Sapian dan juga bukan Goeroe Bangkol. Ada rumor Goeroe Bangkol telah tewas.

Lantas siapa? Memang Goeroe Bangkol pernah diasingkan Pemerintah Hindia Belanda selama sebulan ke Boeleleng. Namun menurut laporan pemerintah bahwa Goeroe Bangkol bersih dari itu. Disebutkan bahwa Praja adalah titik fokus Islamisme dan ditakuti oleh distrik-distrik Sasak lainnya, yang disebut memiliki pengaruh besar, terutama setelah jatuhnya Bali (Selaparang).

Namun Goeroe Bangkol ternyata masih hidup. Algemeen Handelsblad, 05-06-1896 memberitakan bahwa tuduhaan kematian Goeroe Bangkol, pemimpin Sasak tidak benar. Pemimpin spiritual penduduk Praja tersebut masih hidup dan terus memprovokasi penduduk Sasak bahwa Belanda disebutnya ‘boeaja darat’, yang mencaplok Lombok hanya karena keserakahan dan sekarang tidak memiliki keberanian untuk mengusir penjajah Bali dari kepemilikan tanah yang melanggar hukum di Lombok. Menurut Goeroe Bangkol hanya penduduk asli pulau yang bisa menegaskan haknya. Meskipun demikian, Goeroe Bangkol menerima pegawai negeri sipil dan staf kita. Goeroe Bangkol tidak muncul dalam kunjungan Djilantiek. Disini bahwa setidaknya delapan puluh pekerja paksa dan lima puluh tentara Amboina tidak diaganggu. Para perwira Belanda di Praya termasuk kaptennya telah meninggalkan Praya pada malam hari.

Lalu siapa yang membuat keonaran di Praja sehingga para perwira dan tentara Belanda harus menghindar dari Praya? Apakah Goeroe Bangkong terlibat? Tampaknya tidak. Hanya saja Goeroe Bangkong menyidir Pemerintah Hindia Belanda setelah kejadian dengan mengatakan sebagai buaya darat yang kehadiran Pemerintah Hindia Belanda tidak mengurangi tanah Bali dan mengembalikannya kepada penduduk Sasak. Sementara para pekerja paksa yang didatangkan dari Celebes dan para prajurut Amboina tidak diganggu. Dalam hal ini tidak ada indikasi Goeroe Bangkol melanggar hukum atau menentang otoritas pemerintah. Goeroe Bangkol menyuarakan hak penduduk Sasak terhadap tanah-tanah yang dikuasai orang Bali.

Situasi dan kondisi di Praya normal. Bataviaasch nieuwsblad, 17-06-1896 memberitakan Residen Bali en Lombok yang pergi ke Lombok kemarin, melaporkan dari sana bahwa tidak ada yang terjadi di Praja. Asisten Residen menemukan semuanya benar-benar tenang di Praya. Kedatangan Residen dan Asisten Residen  ke Lombok menunjukkan isunya penting untuk memastikan situasi dan kondisi di Lombok tetap kondusif.. Sebelumnya, desas-desus yang dikaitkan dengan Goeroe Bangkol dikatakan berasal dari pihak Bali untuk membuat Goeroe Bangkol dicurigai Pemerintah Hindia Belanda (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 19-06-1896).

Goeroe Bangkol bersih dalam soal kekacauan itu. Asisten Residen sudah bertemua dengan Goeroe Bangkol. Rumor disebutkan bersumber dari pihak Bali. Kembali ke pertanyaan, siapa yang membuat keonaran? Lalu mengapa pihak Bali membuat pernyataan ke pers bahwa Goeroe Bangkol telah memprovokasi Pemerintah Hindia Belanda dan menyebutkan para petani di Paraya telah memanen sawahnya sebelum waktunya untuk menyimpan persediaan padi karena khawatir akan segera muncul kerusuhan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Riwayat Guru Bangkol

Konon, serelah kerajaan Selaparang mekar, para pangeran membentuk sejumlah kerajaan baru. Seperti yang juga terjadi di Bali, diantara kerajaan-kerajaan di Lombok ini saling berselisih dan menyebabkan perang terbuka. Kerajaan yang berada di bagian tengah Lombok (katakanlah di sekitar Praja) semakin terdesak. Dalam posisi yang tidak menguntungkan, kerajaan ini kemudian meminta bantuan ke Bali (kerajaan Karangasem). Situasi dan kondisi ini diceritakan terjadi pada tahun 1740 dimana kerajaan Karangasem telah menginvasi Lombok. Invasi ini menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan Bali di Lombok. Dalam perkembangannya hanya satu kerajaan yang eksis yang disebut kerajaan Bali Selaparang.

Kerajaan di Praja ini aman dan mengambil keuntungan dari kehadiran pasukan kerajaan Karangasem Bali. Kerajaan-kerajaan lainnya yang menjadi lawan-lawan kerajaan Praja mulai terdesak. Bahkan kerajaan Soembawa di pulau Soembawa mulai membentengi diri dari ancaman pasukan kerajaan Karangasem. Akhirnya pasukan kerajaan Karangasem semakin menguat dan membentuk kerajaan Karangasem di Lombok. Namun dalam perkembangannya semakin kuatnya kerajaan Karangasem Lombok, kerajaan di Praja juga lambat laun menjadi tak kuasa dan menjadi subordnasi kerajaan Karangasem Lombok. Kerajaan

Karangasem Lombok ini kemudian menjadi mekar dan terbentuk tiga kerajaan baru yakni Mataram, Pegasangan dan Pagoetan namun dalam perkembangannya diantara kerajaan-kerajaan ini timbul gesekan atau ketidakpuasan. Pada akhirnya hanya dua kerajaan yang eksis (Karangasem dam Mataram).. Dalam situasi dan kondisi ini juga posisi kerajaan tetap terbenam di bawah sana. Pada tahun 1838 kerajaan Mataram dapat menaklukkan kerajaan Karangasem. Kerajaan Mataram menjadi penguasa tunggal di Lombok. Oleh karena penduduk Sasak jauh lebih banyak dari penduduk Bali, lalu judul kerajaan Mataram menjadi kerajaan Bali Selaparang. Akan tetapi nama Selaparang dalam nama kerajaan tetap tidak menguntungkan penduduk Sasak malahan penduduk Sasak semakin dieksploitasi. Kegiatan eksploitasi semakin menjadi-jadi ketika para pangeran Bali Selaparang mulai menikmati kemakmuran yang absolut.

Seperti dinyatakan Heinrich Zollinger (1847) dalam hubungan pemerintahan, orang-orang dari penduduk  Sassk dikenakan wajib militer, tidak hanya dalam hal serangan dari luar, tetapi juga ketika Raja sendiri ingin melakukan perang di suatu tempat di luar pulau. Sisanya hanya boleh melayani di pulau itu sendiri seperti pembangunan jalan dan pekerjaan umum di istana Raja, dll. Para Gusti (pemimpin di distrik tetapi bertempat tinggal di Mataram) dapat juga ada orang seperti itu di distrik mereka. Sementara itu seorang Sasak tidak pernah menjadi administrasi distrik, semua dilakukan orang Bali dan orang Sasak hanya sekadar  pambukkel (kapala kampong). Namun ada beberapa raden yang memiliki hak istimewa dan penghasilan tertentu serta memiliki bayangan kemerdekaan. Saya mengira bahwa banyak raden adalah keturunan dari kepala Sasak yang tanpa perjuangan telah tunduk kepada orang-orang Bali.

Pada fase kerajaan Bali Selaparang ini, penduduk Lombok yang mayoritas Sasak dieksploitasi seperti dijadikan pasukan pendukung dan tameng dalam memerangi kerajaan-kerajaan di Bali, pajak yang memberatkan, dijadikan sebagai pekerja paksa untuk membangun kemakmuran kerajaan Bali Selaparang dan kesenangan radja dan para pangeran, Banyak korban di pihak Sasak, kelaparan dan berbagai penyakit muncul dimana-mana di wilayah penduduk Sasak. Dalam situasi dan kondisi inilah para pemimpin penduduk Sasak mulai melakukan pemberontakan kepada kerajaan Bali Selaparang. Salah satu pemimpin penduduk Sasak dalam upaya pemberontakan di Lombok adalah Goeroe Bangkol (pemimpin penduduk Sasak di wilayah Praja). Pemberontakan ini berujung pada hadirnya Pemerintah Hindia Belanda di Lombok.

Pemberontakan yang dilakukan pemimpin dan penduduk Sasak terhadap kerajaan Bali Selaparang terus berlarut-larut. Dalam posisi yang tidak sebanding dan banyaknya kelaparan dan kematian yang terjadi diantara penduduk Sasak akhirnya para pemimpin penduduk Sasak meminta Pemerintah Hindia Belanda melakukan intervensi. Para pemimpin yang menulis surat kepada Residen Bali en Lombok di Boeleleng salah satu diantaranya adalah Goeroe Bangkol.

Akhirnya militer Hindia Belanda berhasil menaklukan pasukan kerajaan Bali Selaparang pada bulan Agustus 1894 yang kemudian disusul dengan rencana pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok. Dalam perundingan antara tiga belah pihak (Pemerintah Hindia Belanda, para pangeran-radja Bali Selaparang dan para pemimpin penduduk Sasak) tampaknya mengalami jalan buntu. Akhirnya terjadi tragedi di pihak militer dan pajabat sipil Hindia Belanda.

Dalam perundingan ini, awalnya para pemimpin Sasak enggan duduk bersama dengan pihak kerajaan Bali Selaparang namun pada akhirnya setelah dibujuk pejabat Belanda bersedia berunding. Beberapa poin dari Pemerintah Hindia Belanda adalah membentuk cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok, kesetaraan penduduk Bali dan penduduk Sasak, pemisahan administrasi pemerintahan lokal antara penduduk Bali dan penduduk Sasak termasuk pemisahan peradilan (rechten). Salah satu poin tambahan yang diajukan para pemimpin Sasak dalam perundingan tersebut adalah kehadiran Goesti Djelantik dan pasukannya di Lombok (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-08-1894). Disebutkan salah satu syarat yang ditetapkan oleh kepala Sasak (Goeroe Bangkol) adalah kembalinya Goesti Djelantik dengan 1.200 pengikutnya. Sebagaimana diketahui bahwa Goesti Djelantik yang berada di Karangasem Bali adalah pewaris dari kerajaan Karangasem Lombok yang telah dihancurkan oleh kerajaan Bali Selaparang tempo doeloe (1838). Tampaknya syarat dan ketentuan yang dirundingkan sangat berat bagi kerajaan Bali Selaparang. Itu sama dengan menghilangkan kemakmuran kerjaaan Bali Selaparang dan kesenangan para pangeran yang selama ini diperoleh secara absolut dari penduduk Sasak. Para pangeran Bali Selaparang tidak hanya gerah tetapi tidak melihat realitas dan kemudian amuk yang muncul. Pasukan kerajaan Bali Selaparang yang dipimpin para pangeran menyerang militer dan pejabat Pemerintah Hindia Belanda. Banyak yang tewas dan termasuk Generaal Majoor. Para pangeran boleh merasa senang sejenak atas kemenangan ini, tetapi itu adalah awal kehancuran kerajaan dan para pangeran Bali Selaparang. Kekuatan Pemerintah Hindia Belanda sangat tidak terbatas.

Pemerintah Hindia Belanda mengirim kembali pasukan militer ke Lombok untuk menghukum kerajaan Bali Selaparang. Tentu saja kekuatan kerajaan Bali Selaparang dapat ditaklukkan. Para pangeran tewas, radja diasingkan ke Batavia. Dalam posisi ini Pemerintah Hindia Belanda mulus membentuk cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok. Goeroe Bangkol lengser keprabon.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar