*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Pada masa ini, pulau Lombok telah menjadi destinasi wisata yang sudah dikenal luas dan mendunia. Bagaimana suasana maraknya wisatawan dan para pegiat pariwisata di Lombok sudah diketahui apakah dengan membaca tulisan di berbagai media atau Youtube. Tempat-tempat destinasi wisata juga sudah diketahui misalnya di Senggidi, pulau Trawangan dan atau pantai eksotik di selatan Lombok di Kuta. Namun bagaimana wisatawan di Lombok pada tempo doeloe tentu saja tidak ada yang peduli dan tidak ada tulisan mengenai itu.
Pada masa ini, pulau Lombok telah menjadi destinasi wisata yang sudah dikenal luas dan mendunia. Bagaimana suasana maraknya wisatawan dan para pegiat pariwisata di Lombok sudah diketahui apakah dengan membaca tulisan di berbagai media atau Youtube. Tempat-tempat destinasi wisata juga sudah diketahui misalnya di Senggidi, pulau Trawangan dan atau pantai eksotik di selatan Lombok di Kuta. Namun bagaimana wisatawan di Lombok pada tempo doeloe tentu saja tidak ada yang peduli dan tidak ada tulisan mengenai itu.
Beberapa
daerah sudah ada yang memulai mengkreasi wisata sejarah. Destinasi wisata yang
dikembangkan selain pengembangan museum, juga tempat-tempat wisata yang
memiliki riwayat masa lampau diintegrasikan antara panorama dengan diorama.
Banyak sekarang bangunan-bangunan baru di dalam kota dengan yang mengusung tema
masa lampau untuk membangkitkan kenangan atau kisah masa lalu seperti patung,
tugu atau menghadirkan kembali benda-benda masa lalu. Lantas bagaimana dengan
kisah-kisah para wisatawan tempo doeloe? Tentu saja belum masuk dalam daftar tema.
Wisatawan dan tempat-tempat destinasi pariwisata
tempo doeloe tentu saja sudah berbeda dengan yang sekarang. Namun apa
pentingnya perihal tempo doeloe pada masa kini? Mungkin tidak relevan, tetapi juga masih dapat
dianggap berguna. Paling tidak dapat menjadi bahan bagi pegiat pariwisata
maupun para pemandu wisatawan. Bagi pemerintah daerah bisa menjadi stimuli
untuk mengkreasi pengembangan wisata lama dalam suasana baru di Lombok. Kalau
begitu seperti apa para wisatawan
dan tempat-tempat destinasi pariwisata tempo doeloe. Untuk menambah
pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis)
dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Wisatawan dan Destinasi Pariwisata di Lombok Tempo Doeloe
Tak kenal maka tak sayang, kalau kenal maka
sayang. Lalu siapa yang memperkenalkan tempat-tempat yang menjadi tujuan
wisatawan di Indonesia (baca: Hindia Belanda) dan siapa orang pertama yang
memperkenalkan Lombok sebagai destinasi wisata. Yang jelas bukan Heinrich
Zollinger (1847) karena dia tidak pernah menunjukkan kekaguman yang mengundang
minat orang lain datang sebagai wisatawan. Heinrich Zollinger hanyalah seorang
ilmuwan. Tulisan-tulisan Heinrich Zollinger tentu saja dijadikan para wisatawan
sebagai referensi. Itu berarti wisatawan ke Lombok setelah era Heinrich
Zollinger.
Ida Pfeiffer
adalah orang pertama yang memperkenalkan danau Toba di pedalaman Sumatra. Ida Pfeiffer
seorang gadis pelancong yang sudah berada di Batavia tahun 1852 sangat menarik
perhatiannya ketika membeli sebuah peta Tapanoeli yang baru terbit. Di dalam
peta itu diidentifikasi suatu danau besar di pegunungan. Peta itu dibuat
berdasarkan data tahun 1843-1847. Sebagaimana diketahui Pemerintah Hindia
Belanda membentuk cabang pemerintahan di afdeeling Mandailing en Angkola tahun
1840 yang kemudian pada tahun 1945 dibentuk Residentie Tapanoeli. Pada
tahun-tahun survei pemetaan ini (pembuatan peta) seorang ilmuwan Jerman Jung
Huhn sedang bekerja di afdeeeling Padang Lawas, Tapanoeli yang juga melakukan
survei geologi dan botani di seluruh Tanah Batak. Jung Huhn disebut orang Eropa
pertama yang melihat danau Toba. Ida Pfeiffer berlayar ke Padang dan kemudian
melanjutkan perjalanan dengan enunggang kuda ke Tanah Batak. Ketika tiba di
Padang Sidempoean, orang Eropa terjauh di pedalaman Tanah Batak bermaksud
melanjutkan perjalanan ke danau Toba. Controleur Hammer meberikan surat
rekomendasi kepada Ida Pfeiffer yang ditujukan kepada para pemimpin Batak
sepanjang jalan menuju danau Toba. Controleur Hammer juga sudah pernah ke danau
Toba. Akhirnya Ida Pfeiffer melihat danau Toba secara langsung. Sepulang dari
danau Toba di Tapanoeli, Ida Pfeiffer menulis artikel tentang kisah
perjalanannnya ke danau terbesar itu di surat kabar yang terbit di Batavia
bertanggal 12 Oktober 1852. Artikel ini kemudian dilansir surat kabar yang
terbit di Amsterdam, Algemeen Handelsblad, 09-05-1853. Sejak inilah danau Toba
terkenal sebagai destinasi wisata di Hindia Belanda maupun di Eropa. Oleh
karena itu, Ida Pfeiffer dapat dikatakan wisatawan pertama yang memperkenalkan
danau Toba.
Tulisan Heinrich Zollinger luput dari perhatian
wisatawan. Boleh jadi itu karena tulisan Heinrich Zollinger tidak mengandung
isi yang mengundang minat para wisatawan datang meski sesungguhnya Heinrich
Zollinger telah mendeskripsikan danau di gunung Rindjani. Keelokan gunung danau
Sagara di gunung Rindjani belum memicu perhatian dan minat para wisatawan.
Sebab lain, boleh jadi karena kerajaan Selaparang menutup diri dari orang luar,
kecuali Heinrich Zollinger yang diizinkan memasuki pedalaman Lombok karena alasan
tugas pemerintah Hindia Belanda. Baru sejak 1894 muncul tulisan-tulisan tentang
Lombok yang dihubungkan dengan nama-nama tempat di pedalaman. Tulisan-tulisan
tersebut terkait dengan ekspedisi militer Hindia Belanda di Lombok melawan
kerajaan Bali Selaparang (sejak 1894).
Pemerintah
Hindia Belanda melancarkan ekspedisi militer ke Boeleleng pada tahun 1846 untuk
mengatasi perlawanan pangeran Boeleleng. Dalam ekspedisi militer ini, kerajaan
Bali Selaparang di Lombok turut membantu Pemerintah Hindia Belanda. Akhirnya
pengeran Boeleleng yang dibantu kerajaan Karangasem berhasil ditaklukkan dan
kemudian Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan dengan nama
Residentie Bali en Lombok. Afdeeling yang dibentuk adalah Boeleleng dan
Djembranan dimana di dua afdeeeling ini Pemerintah Hindia Belanda terlibat
langsung. Sedangkan kerajaan-kerajaan lainnya di Bali dan Lombok yang turut
mendukung penaklukkan Boeleleng tidak secara langsung tetapi tetap di bawah
kepemimpinan radja-radjanya. Pemerintah Hindia Belanda membuat perjanjian damai
dengan radja Bali Selaparang di Lombok pada tahun 1846. Lalu pada tahun 1847 Heinrich
Zollinger dikirim peerintah Hindia Belanda untuk ekspedisi ilmiah ke Lombok.
Namun sejak itu tidak ada lagi orang Eropa-Belanda yang boleh jadi tidak
diizinkan kerajaan Bali Selaparang memasuki pedalaman Lombok. Dalam
perkembangan terakhir diketahui telah terjadi pemberontakan penduduk Sasak
terhadap kerajaan Bali Selaparang yang berujung pada kehadiran ekspedisi
militer Pemerintah Hindia Belanda tahun 1894 di Lombok. Kerajaan Bali
Selaparang akhirnya berhasil ditaklukkan pada November 1894 yang kemudian
dibentuk cabang pemerintahan di Lombok (Afdeeeling Lombok) yang (awalnya)
terdiri dari dua onderafdeeeling West Lombok (ibu kota Mataram) dan Oost Lombok
(ibu kota Sisik). Dalam perkebangan lebih lanjut ada ketidakpuasan oleh para
pemimpin lokal di Lombok bagian tengah (bagian dari onderfadeeling Oost Lombok)
yang lalu timbul pemberontakan tahun 1896 tetapi segera behasil dikendalikan
lalu dibentuk cabang pemerintahan di Praja (onderafdeeeling Midden Lombok).
Pada tahun 1897 ibu kota Onderafdeeling Oost Lombok dipindahkan dari Sisik ke
Selong.
Tulisan-tulisan tentang Lombok (berita surat
kabar, majalah dan buku) telah meningkatkan pengetahuan banyak orang situasi
dan kondisi di Lombok, baik di Hindia Belanda maupun di Eropa khususnya
Belanda. Seorang gadis remaja di Amsterdam telah menginspirasinya berminat
berkunjung ke Lombok namun itu tidak terwujud karena orang tuanya tidak begitu
tertarik untuk mengunjungi Lombok. Namun impiannya ke Lombok segera akan menjadi
terwujud ketika dia menikah dengan seorang pria yang akan bertugas ke Hindia
Belanda. Akan tetapi itu tidak juga segera terwujud dan baru terlaksana pada
tahun 1922. Pengalamannya (bersama keluarga) berwisata di Lombok ditulisnya dan
kemudian dimuat pada surat kabar De Indische courant edisi 08-11-1922 dengan
judul Een Vacantiereis Naar Lombok.
De Indische courant edisi 08-11-1922 |
Tulisan wanita muda Belanda (Stine Kilian van
Genderen) yang sangat panjang lebar tersebut sudah barang tentu menginspirasi yang
lain dan dapat saling mendukung dengan tulisan-tulisan lainnya tentang Lombok
agar meningkat lagi orang untuk berkunjung ke Lombok. Wanita ini dapat
dikatakan sebagai perempuan pertama yang memperkenalkan Lombok sebagai
destinasi wisata. Tentu saja sudah ada tulisan-tulisan lain tetapi tulisan
wanita ini membuat para wisatawan lebih tergoda lagi untuk berkunjung ke
Lombok.
Pada
tahun 1923 terbit buku yang mempromosikan tempat-tempat destinasi wisaya di
Hindia Belanda yang berjudul Met de camera door Nederlandsch-Indie. Sesuai
namanya buku ini berisi banyak foto-foto. Buku ini terdiri dari 20 bab yang
masing-masing bab mendeskripsi tempat-tempat wisata dan bagaimana rute
perjalanannya di 20 tempat di Sumatra dan Jawa plus di Bali, Lombok dan Flores.
Buku Buku ini ditulis oleh EW Viruly yang diterbitkan penerbit De Bussy.
Bahan-bahan dari buku ini boleh jadi dikumpulkan pada tahun sebelumnya pada
tahun dimana pasangan Stine Kilian-van Genderen berwisata ke Lombok.
Pesanggrahan Tempo Doeloe di Selong: Hotel Erina?
Pemerintah Hindia Belanda membangun sejumlah pesanggrahan
di berbagai tempat sebagai tempat penginapan baik untuk pejabat pemerintah yang
belum memiliki tenmpat tingga tetap juga pesanggrahan digunakan oleh para
pelancong ketika melakukan perjalanan. Tempat-tempat dimana pesanggrahan
dibangun berada di kota-kota dimana terdapat orang Eropa-Belanda atau
tempat-tempat antara dua kota tersebut karena dijadikan sebagai tempat
bermalam. Dalam hal ini pesanggrahan menjadi unsur penunjang kegiatan
pariwisata di suatu wilayah.
Pembangunan
pesanggrahan mulai dilakukan sejak era VOC. Beberapa pesanggrahan pertama di
bangun di hulu sungai Tjiliwong seperti di Tjimanggis dan Tjibinong. Ketika
Pemerintah VOC mulai mengembangkan kopi di wilayah Priangan, pemerintah VOC
membangun lagi sejumlah pesanggrahan di Tjisaroea dan Tjipanas (1712 era
Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck)). Lalu kemudian pesanggrahan dibangun
di Soekaradja (dekat Sukabumi yang sekarang) dan di Tjitjoeroek (1772 era
Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk). Pesanggrahan-pesanggrahan inilah
yang dapat dikatakan pesanggrahan pertama di Hindia Belanda. Jumlah
pesanggrahan semakin banyak dibangun pada awal Pemerintah Hindia Belanda
sebelum munculnya logement atau hotel yang dikelola swasta. Pesanggrahan
sifatnya sederhana hanya untuk tempat akomodasi singkat (dikelola pemerintah
dan dijaga oleh satu keluarga pribumi). Sedangkan logement (losmen) memiliki
fasilitas yang lebih lengkap dan umumnya memiliki istal (tempat garasi kereta
dan kandang kuda). Logement pertama ditemukan di Buitenzorg sekitar tahun 1816.
Sejak itu beberapa logement telah ditingkatkan menjadi hotel seiring dengan
munculnya pebangunan hotel oleh swasta.
Di pulau Lombok pesanggrahan pertama dibangun di
Mataram. Paling tidak pesanggrahan di Mataram sudah eksis pada tahun 1910. Lalu
kemudian pesanggrahan dibangun di Selong. Dalam perkembangannya antara dua kota
ini eks puri Narmada dijadikan peerintah sebagai pesanggrahan. Sehubungan
dengan semakin intensnya perjalanan para pejabat pemerintah di seputar Lombok
dibangun sejumlah pesanggrahan baru seperti di Praja, Sakra dan Sambelia (bagi
yang melanjutkan perjalanan ke gunung Rindjani). Pesanggrahan Narmada inilah
yang pernah disinggahi oleh Stine Kilian dan suaminya van Genderen pada tahun
1922 ketika melakukan liburan di Lombok.
Kota Mataram (Peta 1925) |
Pada saat kunjungan wisata pasangan Stine Kilian-van
Genderen pada tahun 1922 pesanggarahan tidak ada di Laboehan Hadji dan hanya berada di Selong. Letak pesanggrahan ini
berada di tengah kota, tidak jauh dari lapangan (race) pacuan kuda. Berdasarkan
foto udara tahun 1929, lapangan pacuan kuda berada di sisi utara jalan utama
dari Mataram ke Laboehan Hadji. Pada sisi timur terdapat garnisun militer dan
kemudian di sebelah timurnya lagi berada pesanggrahan.
Foto udara kota Selong (1929) |
Jika diperhatikan secara cermat, posisi
pesanggrahan ini dengan situasi dan kondisi pada masa ini, pesanggrahan tempo
doeloe tersebut tidak lain adalah Hotel Erina yang sekarang. Sementara garnisun
militer ini kini menjadi area gedung DPRD Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan
area pacuan kuda tersebut kini lebih dikenal sebagai Lapangan Tugu.
Foto satelit Hotel Erina di Selong (Now) |
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar