Sabtu, 11 Juli 2020

Sejarah Lombok (35): Wisatawan Tempo Doeloe di Pulau Lombok; Rute Perjalanan, Pesanggrahan dan Tujuan Tempat Wisata


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini, pulau Lombok telah menjadi destinasi wisata yang sudah dikenal luas dan mendunia. Bagaimana suasana maraknya wisatawan dan para pegiat pariwisata di Lombok sudah diketahui apakah dengan membaca tulisan di berbagai media atau Youtube. Tempat-tempat destinasi wisata juga sudah diketahui misalnya di Senggidi, pulau Trawangan dan atau pantai eksotik di selatan Lombok di Kuta. Namun bagaimana wisatawan di Lombok pada tempo doeloe tentu saja tidak ada yang peduli dan tidak ada tulisan mengenai itu.

Beberapa daerah sudah ada yang memulai mengkreasi wisata sejarah. Destinasi wisata yang dikembangkan selain pengembangan museum, juga tempat-tempat wisata yang memiliki riwayat masa lampau diintegrasikan antara panorama dengan diorama. Banyak sekarang bangunan-bangunan baru di dalam kota dengan yang mengusung tema masa lampau untuk membangkitkan kenangan atau kisah masa lalu seperti patung, tugu atau menghadirkan kembali benda-benda masa lalu. Lantas bagaimana dengan kisah-kisah para wisatawan tempo doeloe? Tentu saja belum masuk dalam daftar tema.

Wisatawan dan tempat-tempat destinasi pariwisata tempo doeloe tentu saja sudah berbeda dengan yang sekarang. Namun apa pentingnya perihal tempo doeloe pada masa kini? Mungkin tidak relevan, tetapi juga masih dapat dianggap berguna. Paling tidak dapat menjadi bahan bagi pegiat pariwisata maupun para pemandu wisatawan. Bagi pemerintah daerah bisa menjadi stimuli untuk mengkreasi pengembangan wisata lama dalam suasana baru di Lombok. Kalau begitu seperti apa para wisatawan dan tempat-tempat destinasi pariwisata tempo doeloe. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Wisatawan dan Destinasi Pariwisata di Lombok Tempo Doeloe

Tak kenal maka tak sayang, kalau kenal maka sayang. Lalu siapa yang memperkenalkan tempat-tempat yang menjadi tujuan wisatawan di Indonesia (baca: Hindia Belanda) dan siapa orang pertama yang memperkenalkan Lombok sebagai destinasi wisata. Yang jelas bukan Heinrich Zollinger (1847) karena dia tidak pernah menunjukkan kekaguman yang mengundang minat orang lain datang sebagai wisatawan. Heinrich Zollinger hanyalah seorang ilmuwan. Tulisan-tulisan Heinrich Zollinger tentu saja dijadikan para wisatawan sebagai referensi. Itu berarti wisatawan ke Lombok setelah era Heinrich Zollinger.

Ida Pfeiffer adalah orang pertama yang memperkenalkan danau Toba di pedalaman Sumatra. Ida Pfeiffer seorang gadis pelancong yang sudah berada di Batavia tahun 1852 sangat menarik perhatiannya ketika membeli sebuah peta Tapanoeli yang baru terbit. Di dalam peta itu diidentifikasi suatu danau besar di pegunungan. Peta itu dibuat berdasarkan data tahun 1843-1847. Sebagaimana diketahui Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di afdeeling Mandailing en Angkola tahun 1840 yang kemudian pada tahun 1945 dibentuk Residentie Tapanoeli. Pada tahun-tahun survei pemetaan ini (pembuatan peta) seorang ilmuwan Jerman Jung Huhn sedang bekerja di afdeeeling Padang Lawas, Tapanoeli yang juga melakukan survei geologi dan botani di seluruh Tanah Batak. Jung Huhn disebut orang Eropa pertama yang melihat danau Toba. Ida Pfeiffer berlayar ke Padang dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan enunggang kuda ke Tanah Batak. Ketika tiba di Padang Sidempoean, orang Eropa terjauh di pedalaman Tanah Batak bermaksud melanjutkan perjalanan ke danau Toba. Controleur Hammer meberikan surat rekomendasi kepada Ida Pfeiffer yang ditujukan kepada para pemimpin Batak sepanjang jalan menuju danau Toba. Controleur Hammer juga sudah pernah ke danau Toba. Akhirnya Ida Pfeiffer melihat danau Toba secara langsung. Sepulang dari danau Toba di Tapanoeli, Ida Pfeiffer menulis artikel tentang kisah perjalanannnya ke danau terbesar itu di surat kabar yang terbit di Batavia bertanggal 12 Oktober 1852. Artikel ini kemudian dilansir surat kabar yang terbit di Amsterdam, Algemeen Handelsblad, 09-05-1853. Sejak inilah danau Toba terkenal sebagai destinasi wisata di Hindia Belanda maupun di Eropa. Oleh karena itu, Ida Pfeiffer dapat dikatakan wisatawan pertama yang memperkenalkan danau Toba.

Tulisan Heinrich Zollinger luput dari perhatian wisatawan. Boleh jadi itu karena tulisan Heinrich Zollinger tidak mengandung isi yang mengundang minat para wisatawan datang meski sesungguhnya Heinrich Zollinger telah mendeskripsikan danau di gunung Rindjani. Keelokan gunung danau Sagara di gunung Rindjani belum memicu perhatian dan minat para wisatawan. Sebab lain, boleh jadi karena kerajaan Selaparang menutup diri dari orang luar, kecuali Heinrich Zollinger yang diizinkan memasuki pedalaman Lombok karena alasan tugas pemerintah Hindia Belanda. Baru sejak 1894 muncul tulisan-tulisan tentang Lombok yang dihubungkan dengan nama-nama tempat di pedalaman. Tulisan-tulisan tersebut terkait dengan ekspedisi militer Hindia Belanda di Lombok melawan kerajaan Bali Selaparang (sejak 1894).

Pemerintah Hindia Belanda melancarkan ekspedisi militer ke Boeleleng pada tahun 1846 untuk mengatasi perlawanan pangeran Boeleleng. Dalam ekspedisi militer ini, kerajaan Bali Selaparang di Lombok turut membantu Pemerintah Hindia Belanda. Akhirnya pengeran Boeleleng yang dibantu kerajaan Karangasem berhasil ditaklukkan dan kemudian Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan dengan nama Residentie Bali en Lombok. Afdeeling yang dibentuk adalah Boeleleng dan Djembranan dimana di dua afdeeeling ini Pemerintah Hindia Belanda terlibat langsung. Sedangkan kerajaan-kerajaan lainnya di Bali dan Lombok yang turut mendukung penaklukkan Boeleleng tidak secara langsung tetapi tetap di bawah kepemimpinan radja-radjanya. Pemerintah Hindia Belanda membuat perjanjian damai dengan radja Bali Selaparang di Lombok pada tahun 1846. Lalu pada tahun 1847 Heinrich Zollinger dikirim peerintah Hindia Belanda untuk ekspedisi ilmiah ke Lombok. Namun sejak itu tidak ada lagi orang Eropa-Belanda yang boleh jadi tidak diizinkan kerajaan Bali Selaparang memasuki pedalaman Lombok. Dalam perkembangan terakhir diketahui telah terjadi pemberontakan penduduk Sasak terhadap kerajaan Bali Selaparang yang berujung pada kehadiran ekspedisi militer Pemerintah Hindia Belanda tahun 1894 di Lombok. Kerajaan Bali Selaparang akhirnya berhasil ditaklukkan pada November 1894 yang kemudian dibentuk cabang pemerintahan di Lombok (Afdeeeling Lombok) yang (awalnya) terdiri dari dua onderafdeeeling West Lombok (ibu kota Mataram) dan Oost Lombok (ibu kota Sisik). Dalam perkebangan lebih lanjut ada ketidakpuasan oleh para pemimpin lokal di Lombok bagian tengah (bagian dari onderfadeeling Oost Lombok) yang lalu timbul pemberontakan tahun 1896 tetapi segera behasil dikendalikan lalu dibentuk cabang pemerintahan di Praja (onderafdeeeling Midden Lombok). Pada tahun 1897 ibu kota Onderafdeeling Oost Lombok dipindahkan dari Sisik ke Selong.

Tulisan-tulisan tentang Lombok (berita surat kabar, majalah dan buku) telah meningkatkan pengetahuan banyak orang situasi dan kondisi di Lombok, baik di Hindia Belanda maupun di Eropa khususnya Belanda. Seorang gadis remaja di Amsterdam telah menginspirasinya berminat berkunjung ke Lombok namun itu tidak terwujud karena orang tuanya tidak begitu tertarik untuk mengunjungi Lombok. Namun impiannya ke Lombok segera akan menjadi terwujud ketika dia menikah dengan seorang pria yang akan bertugas ke Hindia Belanda. Akan tetapi itu tidak juga segera terwujud dan baru terlaksana pada tahun 1922. Pengalamannya (bersama keluarga) berwisata di Lombok ditulisnya dan kemudian dimuat pada surat kabar De Indische courant edisi 08-11-1922 dengan judul Een Vacantiereis Naar Lombok.

De Indische courant edisi 08-11-1922
De Indische courant edisi 08-11-1922: ‘Een Vacantiereis Naar Lombok. Kebiasaan kami adalah mengambil liburan beberapa minggu sekali atau dua kali setahun. Kali ini saya ingin mewujudkan impian dan pergi ke Lombok yang tidak terkenal keindahannya seperti Bali. Sekarang harus diketahui bahwa di masa lalu, ketika saya masih kecil--kami empat saudara perempuan--ibu kami selalu mengancam untuk pergi ke Lombok, kai hanya berdiam manis. Kami tinggal di Belanda, jadi kami sama sekali tidak tahu di mana Lombok. Kemudian ketika ibu kami meninggalkan ruangan, kami anak-anakny saling memandang dengan wajah ketakutan dan berbisik: apakah lebih baik pergi ke Lombok sekarang? Kemudian suara hati kami mulai cemas: ibu hanya mengatakan jangan pergi ke Lombok, maka kami akan selalu berdiam manis. Lalu untuk menghilangkan ketegangan dan cemas untuk sementara waktu, saya kembali ke kamar dan berkata dalam hati: ‘Saya akan mencoba lagi, kalau tidak bisa sekarang saya akan coba lagi, sebab aku akan benar-benar pergi, kami semua berjanji untuk dapat mewujudkan itu lebih baik. Ketika kami dewasa dan pergi ke sekolah, kami mulai mengerti bahwa ancaman ibu jika pergi ke Lombok ada benarnya. Itu berawal ketika Belanda dan Pemerintah Hindia Belanda berperang melawan Lombok pada tahun 1894. Meski demikian tentu saja membuat orang terhalang ke Lombok, tetapi sejak saat itu, saya selalu memiliki keinginan untuk melihat Lombok. meskipun saya tidak pernah melihat sisi keindahannya, namun saya ingin mewujudkan pada keinginan saya. Oleh karena itulah kini, kami (suami saya dan saya) pergi kesana. Lombok dapat dicapai dari Soerabaja dengan salah satu kapal KPM dalam tujuh hingga dua puluh jam....kami telah mengunjungi berbagai tempat di Lombok, di Ampenan, Mataram, Tjakranegara...wow Narmada, El Dorado pulau Lombok. Narmada hanya terdiri dari sebuah kampung dan sepasangrahan. Tidak ada satu pun orang Eropa yang tinggal disana. Apa yang begitu eksotik dan menarik? Tempat peristirahatan mantan Radja, yang sekarang berfungsi sebagai pasangrahan, dan dimana setiap orang, dengan izin dari Controleur dapat menginap sebesar lima gulden per hari per orang termasuk biaya penginapannnya... saya memberi tahu Anda bahwa di pasanganrahan ada kolam renang, dengan mata air yang mengalir dan jernih. Apa yang begitu terkesan, Anda dapat mengatur air sendiri, rendah atau tinggi, yang merupakan keuntungan bagi mereka yang belum bisa berenang. Saya ingin mengatakan bahwa saya tidak bisa berenang ketika saya tiba di Narmada, tetapi sekarang saya bisa... semua orang tahu bahwa semua olahraga, terutama berenang, sangat sulit dipelajari di masa dewasa. Tapi di Narmada. Seperti yang saya katakan saya bisa... Di sisi lain kolam, kita melihat teras yang luas dan tinggi, yang ditanam, misalnya, dengan buah dan pohon hias. Di teras tertinggi adalah kuil berdinding, pohon-pohon tinggi di latar belakang dan di atas puncak Anda dapat melihat puncak-puncak pegunungan utara dalam cuaca cerah. Keseluruhan ini membentuk pemandangan yang indah... Kamar-kamar dibangun dalam gaya Bali dan pintu dan kusennya adalah karya seni nyata. Tempat tinggal yang menyenangkan di Narmada adalah salah satu tempat paling indah yang saya tahu, karena konstruksinya yang terbesar, terdiri dari taman, teras, kolam, kolam renang, dll... Di luar Narmada masih ada begitu banyak keindahan untuk dilihat dari pulau itu yang ingin saya ceritakan secara singkat kepada Anda beberapa hal tentang itu... Saya menutup perjalanan saya dengan kata-kata: Op, op naar Lombok!!! Ayo datang kesini, ada banyak yang bisa dilihat. Stine Kilian-van Genderen.

Tulisan wanita muda Belanda (Stine Kilian van Genderen) yang sangat panjang lebar tersebut sudah barang tentu menginspirasi yang lain dan dapat saling mendukung dengan tulisan-tulisan lainnya tentang Lombok agar meningkat lagi orang untuk berkunjung ke Lombok. Wanita ini dapat dikatakan sebagai perempuan pertama yang memperkenalkan Lombok sebagai destinasi wisata. Tentu saja sudah ada tulisan-tulisan lain tetapi tulisan wanita ini membuat para wisatawan lebih tergoda lagi untuk berkunjung ke Lombok.

Pada tahun 1923 terbit buku yang mempromosikan tempat-tempat destinasi wisaya di Hindia Belanda yang berjudul Met de camera door Nederlandsch-Indie. Sesuai namanya buku ini berisi banyak foto-foto. Buku ini terdiri dari 20 bab yang masing-masing bab mendeskripsi tempat-tempat wisata dan bagaimana rute perjalanannya di 20 tempat di Sumatra dan Jawa plus di Bali, Lombok dan Flores. Buku Buku ini ditulis oleh EW Viruly yang diterbitkan penerbit De Bussy. Bahan-bahan dari buku ini boleh jadi dikumpulkan pada tahun sebelumnya pada tahun dimana pasangan Stine Kilian-van Genderen berwisata ke Lombok.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pesanggrahan Tempo Doeloe di Selong: Hotel Erina?

Pemerintah Hindia Belanda membangun sejumlah pesanggrahan di berbagai tempat sebagai tempat penginapan baik untuk pejabat pemerintah yang belum memiliki tenmpat tingga tetap juga pesanggrahan digunakan oleh para pelancong ketika melakukan perjalanan. Tempat-tempat dimana pesanggrahan dibangun berada di kota-kota dimana terdapat orang Eropa-Belanda atau tempat-tempat antara dua kota tersebut karena dijadikan sebagai tempat bermalam. Dalam hal ini pesanggrahan menjadi unsur penunjang kegiatan pariwisata di suatu wilayah.

Pembangunan pesanggrahan mulai dilakukan sejak era VOC. Beberapa pesanggrahan pertama di bangun di hulu sungai Tjiliwong seperti di Tjimanggis dan Tjibinong. Ketika Pemerintah VOC mulai mengembangkan kopi di wilayah Priangan, pemerintah VOC membangun lagi sejumlah pesanggrahan di Tjisaroea dan Tjipanas (1712 era Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck)). Lalu kemudian pesanggrahan dibangun di Soekaradja (dekat Sukabumi yang sekarang) dan di Tjitjoeroek (1772 era Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk). Pesanggrahan-pesanggrahan inilah yang dapat dikatakan pesanggrahan pertama di Hindia Belanda. Jumlah pesanggrahan semakin banyak dibangun pada awal Pemerintah Hindia Belanda sebelum munculnya logement atau hotel yang dikelola swasta. Pesanggrahan sifatnya sederhana hanya untuk tempat akomodasi singkat (dikelola pemerintah dan dijaga oleh satu keluarga pribumi). Sedangkan logement (losmen) memiliki fasilitas yang lebih lengkap dan umumnya memiliki istal (tempat garasi kereta dan kandang kuda). Logement pertama ditemukan di Buitenzorg sekitar tahun 1816. Sejak itu beberapa logement telah ditingkatkan menjadi hotel seiring dengan munculnya pebangunan hotel oleh swasta.

Di pulau Lombok pesanggrahan pertama dibangun di Mataram. Paling tidak pesanggrahan di Mataram sudah eksis pada tahun 1910. Lalu kemudian pesanggrahan dibangun di Selong. Dalam perkembangannya antara dua kota ini eks puri Narmada dijadikan peerintah sebagai pesanggrahan. Sehubungan dengan semakin intensnya perjalanan para pejabat pemerintah di seputar Lombok dibangun sejumlah pesanggrahan baru seperti di Praja, Sakra dan Sambelia (bagi yang melanjutkan perjalanan ke gunung Rindjani). Pesanggrahan Narmada inilah yang pernah disinggahi oleh Stine Kilian dan suaminya van Genderen pada tahun 1922 ketika melakukan liburan di Lombok.

Kota Mataram (Peta 1925)
Pesanggrahan di Mataram di dekat kantor Asisten Residen yang berada di seputar lapangan dimana Monumen Lombok berada. Pusat kota Mataram berada di persimpangan dua jalan utama yang saling memotong membagi kota ke dalam empat kuadran. Kuadaran pertama (utara-timur) adalah eks puri Radja Bali Selaparang dan kuadran keempat (selatan-timur) adalah eks puri pangeran Bali Selaparang yang keduanya hancur dan terbakar pada Perang Lombok 1894. Setelah Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Lombok pasca perang, dibangun kantor-rumah Controleur tepat di seberang eks puri pangeran (sementara kantor-rumah Asisten Residen di Ampenan). Eks puri pangeran dijadikan garnisun militer. Monumen Lombok didirikan tahun 1890 tepat berada di eks puri radja. Pesanggrahan Mataram dibangun di seberang utara kantor Controleur (berhadapan lansung dengan monumen). Dalam perkembangannya kantor Asisten Residen dipindahkan ke sisi timur garnisun militer. Bangunan-bangunan inilah yang menjadi cikal bakal berkembangnya kota Mataram sebagai pusat peerintahan di Lombok.

Pada saat kunjungan wisata pasangan Stine Kilian-van Genderen pada tahun 1922 pesanggarahan tidak ada di Laboehan Hadji dan hanya  berada di Selong. Letak pesanggrahan ini berada di tengah kota, tidak jauh dari lapangan (race) pacuan kuda. Berdasarkan foto udara tahun 1929, lapangan pacuan kuda berada di sisi utara jalan utama dari Mataram ke Laboehan Hadji. Pada sisi timur terdapat garnisun militer dan kemudian di sebelah timurnya lagi berada pesanggrahan.

Foto udara kota Selong (1929)
Pada tahuu 1897 ibu kota Onderafdeeeling Oost Lombok dipindahkan dari Sisik ke Selong. Saat itu di kampong Selong baru ada garnisun militer (barak pasukan pada Perang Lombok 1894). Kantor Controleur dibangun di seberang garnisun militer. Lalu dalam perkembangannya di disamping garnisun militer yang sebelumnya disebut lapangan Dr. Soedjono dibangun lapangan pacuan kuda. Lapangan ini sebelumnya adalah area latihan militer. Foto udara ini diduga kuat diambil dari pesawat militer Hindia Belanda yang biasa setiap tahun melakukan latihan perang di teluk Ampenan. Setiap latihan skuadron yang berbasis di Soerabaja ini, teluk Ampenan dijadikan sebagai lokasi yang sesuai untuk latihan. Setiap latihan di Ampenan menyertakan kapal induk Hr MS Java yang memiliki tempat parkir yang mana pesawat-pesawatnya mendarat di laut lalu kemudian diturun-naikkan dengan menggunakan derek elektrik.

Jika diperhatikan secara cermat, posisi pesanggrahan ini dengan situasi dan kondisi pada masa ini, pesanggrahan tempo doeloe tersebut tidak lain adalah Hotel Erina yang sekarang. Sementara garnisun militer ini kini menjadi area gedung DPRD Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan area pacuan kuda tersebut kini lebih dikenal sebagai Lapangan Tugu.

Foto satelit Hotel Erina di Selong (Now)
Pada tahun 1991 saya cukup lama menginap di Hotel Erina ini (hampir dua bulan). Jika memperhatikan peta satelit, hotel ini telah berubah tetapi lanskapnya secara umum kurang lebih sama dengan keadaan 29 tahun yang lalu (pohon mangga yang rindang di halaman tidak ada lagi). Oleh karena itu lingkungan sekitar hotel saya ingat betul sebagai pusat kota Selong. Dalam hal ini Hotel Erina dapat dikatakan sebagai tempat penginapan (pesanggrahan, logement atau hotel) pertama di kota Selong, suatu warisan masa lampau khususnya di bidang pariwisata. Saya pernah mendapat layanan terbaik di hotel ini. Anda yang mau berwisata ke Lombok khususnya di Selong, jangan lupa menginap di Hotel Erina, suatu hotel yang dapat dianggap sebagai heritage Kota Selong.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar