Minggu, 04 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (73): Mirip Kata Bahasa Indonesia; Portugis, Belanda, Arab, Persia, Tagalog, Bengali, Afrikaans, Lainnya

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Pada masa kini yang kerap dibicarakan adalah mirip bahasa Indonesia dan bahasa gaul. Bahasa gaul baru akhir-akhir ini terbentuk. Sedangkan mirip bahasa Indonesia terkait dengan sejarah yang panjang bagaimana bahasa Indonesia terbentuk. Bahasa Indonesia adalah suksesi bahasa Melayu, yang di zaman lampau bahasa Melayu banyak menyerap kosa kata penduduk asli maupun dari bahasa asing serperti dari India, Arab dan Eropa (seperti Portugis dan Belanda). Bahasa Melayu sendiri awalnya adalah bahasa Sanskerta.

Pada zaman kuno, lingua franca di Hindia Timur (baca: Indonesia) adalah bahasa Sanskerta (dari India selatan). Penduduk asli seperti Batak dan Jawa bersifat bilingual, disamping menggunakan bahasa asli juga bisa berbahasa Sanskerta (ibarat pada masa kini selain bahasa daerah masing-masing setiap orang bisa berbahasa Indonesia). Bahasa Sanskerta yang saling bertukar dengan bahasa-bahasa asli menyebabkan terbentuk bahasa baru yang kemudian disebut bahasa Melayu. Lalu bahasa Melayu inilah yang bertrasformasi menjadi Bahasa Indonesia (dan bahasa Melayu menjadi bahasa asli atau bahasa daerah). Demikian juga halnya di Eropa, sebagai lingua franca adalah bahasa Latin, sedangkan bahasa Inggrsi, Prancis, Belanda dan lainnya adalah bahasa daerah di Eropa. Namun bahasa Inggris menjadi lingua franca (tidak hanya menggantikan bahasa Latin, juga menjadi bahasa global).

Lantas bagaimana sejarah bahasa asli dan bahasa asing mirip bahasa Indonesia? Tentu saja itu banyak terjadi di zaman lampau, bahkan zaman kuno. Namun demikian, sebaliknya bahasa Melayu (bahasa Indonesia) ada juga yang terserap ke dalam bahasa asing. Bahkan ada satu kata asli bahasa Batak masuk ke dalam bahasa Arab dan Latin (Eropa) yakni kapur kamper. Bagaimana semua itu terjadi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Lingua Franca dan Bilingual: Sanskerta, Batak dan Jawa

Pada zaman kuno, banya kosa kata bahasa Sanskerta masuk ke dalam bahasa asli (seperti bahasa Batak dan bahasa Jawa). Sebaliknya banyak kosa kata bahasa asli masuk ke dalam bahasa Sanskerta (sebagai linngua franca di Hindia Timur). Bahasa Sanskerta yang tercampur baur ini kemudian menjadi lingua franca baru (yang kemudian disebut bahasa Melayu). Bahasa Sanskerta lenyap di Hindia Timur, tetapi jejaknya begitu banyak dalam bahasa Melayu. Sebelum kehadiran orang Eropa, yang dimulai pelaut-pelaut Portugis, mengapa sudah ada elemen bahasa Melayu di (pulau) Madagaskar?

Sebelum kehadiran pelaut-pelaut Portugis di Afrika Selatan, India dan selat Malaka, pedagang-pedagang Moor sudah beberapa abad di Hindia Timur. Pedagang-pedagang Moor cenderung beradaptasi, dibanding bangsa lainnya, karena itu orang-orang Moor dengan mudah berbahasa Melayu. Orang-orang Moor sendiri adalah penghubung antara Hindia Timur dengan Eropa dalam navigasi pelayaran perdagangan melalui Afrika Selatan. Orang-orang Portugis yang datang kemudian juga mau tak mau harus belajar bahasa Melayu. Seperi orang Moor, pedaganfg-pedagang Portugis juga banyak yang menikah dengan penduduk asli. Orang Moor adalah suksesi pedagang-pedagang Arab-Persia, dan pedagang-pedagang Moor adalah pendahulu pelaut-pelaut Portugis.

Sejak kehadiran orang-orang Portugis, mulai banyak kosa kata Portugis yang masujk ke dalam bahasa Melayu, Orang-orang Moor juga banyak yang bisa berbahasa Portugis (karena oerang Moor awalnya berada di Eropa selatan seperti di Spanyol dan Portugal). Namun, kosa kota bahasa Melayu juga mulai ada yang masuk ke dalam bahasa Portugis.

Dalam peta lama Portugis, nama pulau Tunmen di pantai timur Tiongkok diidentifikasi sebagai llha da Veniaga (atau Beniaga). Veniaga atau Beniaga ini adalah kosa kata bahasa Melayu (bdrniyaga) sebagai arti untuk perdagangan. Besar dugaan kosa kata tersebut berasal daeri bahasa Sankerta vanijaka atau vdnijya. Kosa kata veniaga telah menemukan jalannya ke dalam bahasa Portugis kosa kata tersebut diartikan sebagai barang dagangan (Aquilo que é objecto de compra e venda), sedangkan bentuk verbalnya atau veniagaryang diartikan sebagai untuk menjual atau untuk lalu lintas perdagangan ((Actividade de compra, troca ou venda de mercadorias, produtos, valores, etc). Oleh karen itu, pada masa kini tidak selalu diartikan bahasa asing terserap ke dalam bahasa (Melayu, Indonesia) tetapi juga sebaliknya.

Jauh sebelum kehadiran orang Eropa (Portugis) di Hindia Timur, kosa kata kafuura dalam bahasa Arab (juga ditemukan dalam Al Quaran) dan kosa kata camphor (bahasa Latin) sejatinya berasal dari kosa kata bahasa Batak (kapur). Ptolomeus (90-168 M) dalam bukunya Geografi yang terbit 150 M menyebut sentra produksi kamper di (pulau) Sumatra bagian utara. Pada abad ke-5 dalam literatur Eropa disebut kamper diekspor dari suatu pelabuhan yang disebut Baros (kini di Tapanuli Tengah). Hal itulah mengapa kamper juga disebut kapur barus (kamper berasal dari Tanah Batak melalui pelabuhan Barus). Kata kapur bahasa Batak inilah yang terserap ke bahasa Arab melalui bahasa Persia (kafuura) yang kemudian oleh pedagang-pedaganfg Arab nama kapur ini masuk dalam bahasa Latin sebagai camphor (seperti yang dicatat oleh Ptolomeus). Hingga pada masa ini kata kapur ini masih eksis di Tanah Batak yang di wilayah Angkola Mandailing orang yang mengumpulkan kamper di hutan-hutan disebut parkapur. Lantas apakah tidak mungkin nama kota Venesia merujuk pada kata veniaga?

Bagaimana bahasa Batak bercampur dengan bahasa Sanskerta dapat dibaca pada teks prasasti Kedukan Bukit (682 M). Tentu saja pada saat itu belum terbentuk bahasa Melayu. Bagaimana bahasa Jawa tercampur dalam bahasa Sanskerta dapat dibaca pada teks prasasti Muara Kaman (abad ke-4) dan prasasti Tugu (abad ke-5). Dalam prasasti Kedukan Bukit unsur bahasa Batak antara lain nama orang Dapunta Hyang ‘Nayik’ (Naek, nama gelar di Angkola Mandailing), ‘mangalap’ (menjemput), ‘marlapas’ (berangkat), Minanga (nama tempat Binanga di Padang Lawas, dekat pusat percandian), ‘sapulu dua’ (cara penyebutan bilangan belasan di Tanah Batak: sapulu sada, sapulu dua, sapulu tolu, dst) dan ‘vanua’ (banua atau negeri). Dalam teks ini prasasti itu juga dapat dibaca unsur bahasa Batak awalan ma atau mar (me) dan fonem n (ny), yang dalm prasasti lainnya adalah awalan ni (di) dan kata sambung na (yang).

Bahasa Sanskerta, lingua franca yang tercampur dengan bahasa asli (seperti bahasa Batak dan bahasa Jawa) mengalami proses bahasa (dalam jangka panjang) yang kemudian bahasa campuran itu sudah jauh berbeda dengan bahasa aslinya (Sanskerta) yang kelak disebut bahasa Melayu. Dalam proses bahasa ini, awalan ma, mar tetap digunakan dalam bahasa Batak, tetapi dalam bahasa Melayu menjadi me atau ber, demikian juga denghan awalan ni menjadi di dan fonem n menjadi ny. Unsur bilangan sapulu dua dalam bahasa Batak digantikan bahasa Jawa pada bahasa Melayu (belas). Bahasa Meluyu dalam hal ini adalah bahasa yang terbentuk baru menjadi lingua franca baru (menggantikan bahasa Sanskerta). Bahasa Batak dan bahasa Jawa tetap sebagai bahasa asli (bahasa daerah).

Ketika terbentuk bahasa Melayu, lingua franca baru ini terus mengalami proses bahasa, menyerap bahasa-bahasa asli dan bahasa-bahasa asing seperti bahasa India yang lainnya (selain Sanskerta), bahasa Arab-Persia dan bahasa Tiongkok. Lalu dalam perkembangannya, unsur bahasa lingua franca baru (bahasa Melayu) ini ada juga yang terserap ke dalam bahasa-bahasa asli (bahasa Batak dan bahasa Jawa). Proses serupa ini kelak berulang ketika bahasa Melayu bertransformasi menjadi lingua farnca baru (Bahasa Indonesia). Ketika bahasa Indonesia sebagai lingua franca, bahasa Melayu diposikan sebagai bahasa daerah seperti halnya bahasa Batak dan bahasa Jawa. Dalam hal ini bahas daerah bahasa Melayu juga menyerap unsur bahasa Indonesia.

Bahasa Melayu kuno inilah yang tersebar melalui pedagang-pedagang Moor ke berbagai tempat seperti di Madagaskar dan di Tiongkok (yang menjadi sebab munculnya kosa kata Veniaga di pulau Tunmen (Tiongkok) yang menemukan jalan masuk ke dalam bahasa Portugis. Oleh karena bahasa Melayu sudah terbentuk lama dari negeri yang kaya raya (Hindia Timur), baik oleh pedagang-pedagang India atau pedagang-pedagang Moor ada juga unsur bahasa Melayu masuk ke dalam bahasa-bahasa di India (seperti halnya pada zaman kuno bahasa Batak kapur terserap ke dalam bahasa Sanskerta, bahasa Persia dan bahasa Latin). Tentu saja ada juga unsur bahasa Melayu yang masuk ke dalam bahasa di Tiongkok. Ketika orang-orang Portugis semakin banyak di Hindia Timur, dan berlangsung hampir satu abad, kosa kata bahasa Portugis banyak diserap bahasa Melayu seperti disebut di atas antara lain tinta dan sepatu serta mentega, bendera dan lainnya.

Seperti kosa kata veniaga, kosa kata kampung diduga kuat telah diserap bahasa Portugis sebagai campo. Namun kosa kata kampung dalam bahasa Melayu ini bukan bahasa asli (bahasa Batak atau bahasa Jawa) tetapi diduga kuat berasal dari bahasa Arab (kanfuu). Dalam catatan Tiongkok dinasti Ming disebutkan pada abad ke-9 pemukiman Arab di Canton disebut Khanfu. Diduga kuat dari wilayah Tiongkok inilah diduga asal kosa kata kampung dalam bahasa Melayu yang kemudian diserap bahasa Portugis. Namun bagaimana persisnya, para ahli lingustik yang seharusnya memberi penjelasan.

Dalam perkembangannya ketika pelaut-pelaut Belanda mengikuti jejak pelaut-pelaut Portugis dan Spanyol ke Hindia Timur, navigasi pelayaran pertaman Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman pada tahun 1596, mereka berdiam selama hampir enam bulan di Madagaskar sebelum melanjutkan pelayaran dengan menggunakan peta navigasi pelayaran Portugis ke Hindia Timur. Tujuan berdiam ini adalah selain perbaikan kapal-kapal, mengisi perbekalan dari penduduk Madagaskar, juga Frederik de Houtman (adik Cornelis de Houtman) melakukan studi bahasa dan berhasil menyusun kamus sederhana Kamus Bahasa Melayu-Madagaskar yang menjadi modal bahasa mereka ke Hindia Timur (yang pertama singgah di pelabuhan Banten). Bahasa Madagaskar memiliki unsur bahasa Melayu yang sangat banyakm (boleh jadi itu sejak kehadiran orang Moor pada abad-abad yang lalu dan kehadiran orang Portugis pada abad terakhir sebelum kehadiran orang-orang Belanda).

Afrika Selatan tidak hanya awalnya digunakan oleh orang-orang Moor sebagai pelabuhan transit dari Eropa ke Hindia Timur, juga dilakukan oleh orang-orang Portugis dan juga orang-orang Belanda. Orang Moor adalah orang beragama Islam yang sejak berabad-abad di Eropa Selatan (Spanyol dan Portugal) tetapi terusir ketika terjadi Perang Salib (dan kemudian menyebar ke berbagai tempat seperti Afrika Selatan, Madagaskar, India hingga ke Hindia Timur. Afrika Selatan yang menjadi tempat transit inilah menjadi pangkal perkara unsur bahasa Melayu masuk ke dalam bahasa Afrika Selatan (Afrikaans). Hal itu terjadi pada era VOC (Belanda( yang menjadikan Afrika Selatan sebagai tempat pengasingan para pemimpin lokal (pribumi) di Hindia Timur. Tiga pemimpin pribumi pertama yang dibuang VOC ke Afrika Selatan adalah tiga orang raja dari pantai barat Sumatra pada tahun 1667 (lihat prasasti Afrika Selatan).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Serapan Bahasa. Bahasa Gaul

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

1 komentar:

  1. Kosa kata bahasa Sanskerta menurut saya sangat sedikit jumlahnya jika dibandingkan bahasa Tamil yang terdapat pada bahasa-bahasa Batak. Bahkan saya yakin kosakata Sanskerta dan Tamil tidak langsung diserap ke dalam bahasa Batak, tapi dimelayukan dulu.

    BalasHapus