*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini
Siapa Orang Bajo? Hingga sekarang masih banyak peneliti sejarah yang masih bingung soal asal usul Orang Bajo. Mengapa bisa? Yang jelas keberadaan Orang Bajo kali pertama diindentifikasi seorang pelaut Eropa (Belanda) Vosmaer pada tahun 1831. JN Vosmaer memperkenalkan Orang Badjo ke dunia internasional setelah mengidentifikasinya di perairan sekitar teluk Kendari. Para peneliti tersentak. Nama Orang Badjo menghiasi jurnal-jurnal ilmiah. Bagaimana bisa? Orang Badjo hidup dan memiliki kehidupan di laut. Para antropolog saaat itu yang menyebar di seluruh penjuru bumi tidak menyangka ada penduduk nomaden di lautan. Mereka hanya berpikir nomaden hanya terjadi di gurun pasir, padang stepa dan wilayah pedalaman diantara hutan belantara.
Lantas bagaimana sejarah Orang Bajo? Nah, itu dia. Seperti disebut di atas Orang Badjo diidentifikasi kali pertama oleh JN Vosmaer di perairan teluk Kendari 1831. Sejarah Orang Bajo bahkan hingga ini hari masih diperbicangkan. Mengaapa? Sejarah Orang Bajo dianggap masih misteri. Apa, iya? Bukankah kehidupan di atas laut lebih mudah dikenal dan diidentifikasi sejak zaman kuno? Nah, itu dia. Lalu bagaimana sejarah Orang Bajo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Nama Badjo: Mengapa Mereka Menjadi Orang Laut?
Siapa Orang Badjo? Untuk memahaminya, mulai dari dimana kini berada. Berdasarkan pemetaan yang ada selama dua abad terakhir, Orang Badjo terdapat di berbagai wilayah yakni Semenanjung dan Riau, Borneo Utara, pulau-pulau di Filipina (termasuk kepulauan Sulu), Kalimantan (timur), Sulawesi (terutama pantai timur) dan Nusa Tenggara (pulau Manggarai, kini pulau Flores), Mengapa mereka bertahan di tempat-tempat itu? Secara teoritis, seperti penduduk di daratan, Orangt Badjo lebih mengenal tempat mereka berada (habitat ikan, arus air, salinasi air dan angin (cuaca). Lantas, apa pentingnya memperhatikan lingkungan tempat tinggal mereka yang tetap ini? Itulah akhir perjalanan mereka sejak zaman kuno, penduduk yang sangat piawai dalam navigasi pelayaran. Umat manusia seharusnya sangat bersyukur karena keberadaan Orang (bangsa) Bajo. Merekalah pembuka ruang navigasi pelayaran di perairan Nusantara dari Selat Malaka hingga Selat Torres.
Konon, para pemimpin (kerajaan) Gowa tidak senang kepada Orang Bajo karena mereka sangat setia kepada tuannya, yang menjadi musuh Gowa dalam navigasi pelayaran. Keutamaan Orang Bajo adalah pencari jejak yang handal di lautan, penduduk lautan yang sangat setia kepada tuannya. Lantas siapa tuannya? Itu salah satu yang akan dibuktikan (selain darimana asal usul mereka). Dalam navigasi pelayaran kuno, kepiawaian mereka diandalkan para pelaut/pedagang sebagai pemandu, pekerja dan memiliki kemampuan fisik untuk bertahan di dalam air jika diperlukan untuk mengukur kedalaman laut dan kerusakan pada bagian bawah kapal. Kemampuan mereka membaca tanda-tanda cuaca telah banyak menyelamatkan armada pelayaran perdagangan dari ancaman badai (berhasil evakuasi dan menyingkir ke teluk yang lebih aman).
Orang Bajo terbilang penduduk asli Nusantara (baca: Indonesia). Orang Bajo dapat dikatakan sisa penduduk asli Indonesia (pada masa ini) yang menguasai navigasi pelayaran (di laut) di zaman kuno setelah kehadiran pelaut-pelaut asing yang berasal dari India yang berbahasa Sanskerta dan beraksara Pallawa (sejak era awal Hindoe Boedha). Pedagang-pedagang India datang dengan teknologi kapal yang lebih baik daripada penduduk asli. Meski demikian, penduduk asli Nusantara sudah melakukan pelayaran antar pulau dengan perahu-perahu yang relatif sederhana jika dibandingkan kapal-kapal layar pedagang-pedagang asal India (catatan: saat itu penduduk Tiongkok relatif belum mengenal atau menguasai navigasi pelayaran zaman kuno).
Berdasarkan catatan Ptolomeus pada abad ke-2, disebut sentra produksi kamper berada di bagian utara Sumatra. Dalam catatan Ptolomeus juga diidentifikasi suatu nama kota (pelabuhan) bernama Kattigara (kini Kamboja). Ptolomeus juga menyalin peta lama yang dengan judul Taprobana. Dalam artikel yang ada pada blog ini telah berhasil dibuktikan pulau Taprobana yang dibuat Ptolomeus itu adalah pulau Kalimantan. Hanya tiga wilayah itu yang dikenal dan dicatat sejak zaman kuno (sejak era Ptolomeus). Sementara itu, beradasarkan catatan Tiongkok dinasti Han bahwa pada tahun 132 (abad ke-2) disebut Radja Yeh-tiao telah mengirim utusan dan diterima Kaisar Tiongkok. Para peneliti Belanda Yeh-tiao ini adalah (pulau) Sumatra. Dalam hal ini, diduga kuat terdapat kerajaan besar di Sumatra (bagian) utara telah melakukan perdagangan kamper hingga pantai timur Tiongkok (melalui Kattigara dan pulau Taprobana).
Tentu saja yang disebut Orang Bajo pada masa
ini yang terdapat di berbaagai wilayah, juga memiliki bahasa yang berbeda-beda.
Oleh karena itu identifikasi Orang Bajo dalam hal ini tidak selalu diakaitkan
dengan penggunaan bahasa, melainkan karakteristik mereka yang berbeda dengan
karakteristik penduduk di sekitar mereka. Berbeda dengan penutur bahasa Melayu,
semua penduduk berbahasa Melayu (atau mirip bahasa Melayu) disebut Orang (suku)
Melayu. Untuk membedakan diantara penduduk (berbahasa atau mirip bahasa) Melayu
itu ditambahkan keterangan tempat (tinggal) wilayah seperti Melayu Riau, Melayu
Jambi, Melayu Minangkabau, Melayu Ambon, Melayu Malaysia dan sebagainya.
Faktanya mereka ini memiliki asal usul yang berbeda. Seperti halnya Melayu bersifat kata generik, demikian juga dengan Bajo.
Seperti disebut di atas, identifikasi Orang Bajo tersebar di nusantara. Tidak hanya di Indonesia, juga di Malaysia dan Filipina. Orang Bajo di Filipina diantaranya ditemukan di (kepulauan) Sulu (timur laut Sabah). Salah satu diantara dialek bahasa di Sulu adalah bahasa Sama Pengutaran di pulau Pengutaran Island (lihat Peta). Sepertihalnya nama (pulau) Maratua di provinsi Kalimantan Timur, nama pulau Pengutaran di wilayah (provinsi) Sulu, Filipina mirip nama kampong di Angkola Mandailing di wilayah Padang Bolak yang bernama Pamuntaran. Mengapa bisa mirip nama Maratua dan Pangutaran dengan Matua dan Pamuntaran. Apakah ini serba kebetulan?
Dalam bahasa Sama di Pamutaran Island (provinsi Sulu) terdapat sejumlah kosa kata yang mirip dengan bahasa Angkola Mandailing. Kosa kata yang mirip tersebut antara lain atay (ate-hati), baha (bahat=membengkak), bahangi (borngin=malam), bo (ba atau baba=mulut), dilla (dila=lidah), ina (ina=ibu), inum (inum=minum), mangan (mangan=makan), mma (ama=ayah), say (ise=siapa), dan sebagainya. Kosa kata bahasa Angkola Mandialing mirip bahasa Bajo antara lain bettah (butuha-perut), della (dila=lidah), sai (ise=siapa), dan sebagianya.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Orang Bajo di Perairan Semenanjung Tenggara Sulawesi
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar