*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Hingga ini hari masih banyak penulis sejarah yang tidak bisa membedakan (organisasi) Perserikatan Sumatra (Sumtranen Bond) dengan organisasi Jong Sumatranen Bond. Dua organisasi ini adalah dua organisasi yang berbeda. Perserikatan Sumatra (Sumatranen Bond) adalah organisasi senior sedangkan Jong Sumatranen Bond adalah organisasi junior (pemuda). Kurang lebih sama dengan Boedi Oetomo (senior) dan Jong Java (junior). Dinamika Sumatranen Bond berbeda dengan dinamika Boedi Oetomo.
Lantas bagaimana sejarah Perserikatan Sumatra (Sumatranen Bond)? Seperti disebut di atas, banyak penulis yang tidak bisa membedakan antara Sumatranen Bond di satu sisi dan Jong Sumatranen Bond di sisi lain. Apakah ada kaitan Sumatranen Bond dengan Bataksche Bond? Lalu bagaimana sejarah Sumatranen Bond sendiri? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pahlawan Indonesia dan Perserikatan Sumatra: Tidak Semua Melayu dan Tidak Semua Islam
Nama Sumatranen sudah dikenal pada tulisan-tulisan Belanda yang mengindikasikan untuk menyebut Orang Sumatra (lihat Arnhemsche courant, 22-06-1824). Disebutkan di dalam artikel orang Sumatra terdiri dari kelompok yang berbeda satu sama lain, antara lain Atjeh, Batak, Minangcabao, Redjang, Lampong, Palembang (ada elemen Jawa), Melayu plus Nias dn Bangka. Disebutkan Melayu diasosiasikan Islam (meski Islam juga ada di kelompok penduduk yang lain).
Artikel tersebut merujuk pada tulisan Eschelskroon yang pernah menjadi Residen Belanda (VOC) di Airbangis 1766-1774 dan buku yang ditulis oleh Willem Marseden yang diterbitkan pada tahun 1781. Pada tahun 1824 adalah tahun yang mana antara Belanda dan Inggris melakukan perjanjian (Tractaat London 1824) yang salah satu diantaranya soal tukar guling antara Bengkoeloe dan Malaka. Tahun 1824 dapat dikatakan sebagai tahun pemisahan yang tegas antara Sumatra dan Semenanjung.
Nama Sumatranen menjadi nama baku (nomenklatur) untuk mengidentifikasi orang yang berasal (berdiam) di (pulau) Sumatra yang dibedakan dengan Semenanjung dan Jawa. Orang Jawa disebut Javanen, orang Sulawesi disebut Celebezen, orang Borneo disebut Borneoten (lihat Algemeen Handelsblad, 17-12-1846). Untuk orang Eropa disebut Europeanen, orang Melayu (Maleijers), Orang Cina (Chinezen); orang Sunda (Soedanezen), Makassaren, SArabieren, Mooren, Ambonezen dan lain sebagianya (lihat Nieuw Amsterdamsch handels- en effectenblad, 20-03-1860). Orang Belanda disebut Nederlander, Boeginezen, Batakker, Bornezen (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 20-04-1865).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Perserikatan Sumatra dan Bataksche Bond: Jong Sumatranen Bond dan Jong Batak
Kesadaran orang Sumatra (Sumatranen) tentang Sumatra muncul paling tidak, kali pertama pada tahun 1911 dalam satu artikel yang dimuat surat kabar Pembrita Betawi yang dalam bahasa Belanda diterjemahkan dengan judul Sumatra Vooruit! (lihat Provinciale Geldersche en Nijmeegsche courant, 08-10-1911). Disebutkan penulis menunjukkan kurangnya kesempatan bagi orang Sumatera untuk berkembang, karena kurangnya institusi pendidikan. sedang berjuang untuk setara dengan Jawa, perjuangan itu harus didorong oleh Pemerintah.
Disebutkan lebih lanjut Sumatera hanya memiliki satu sekolah guru (kweekschool) di Fort de Koek, sementara hanya di Padang ada kesempatan bagi pemuda Melayu untuk mahir dalam bahasa Belanda. Memang pemuda Sumatra bisa dikirim ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan, tapi hanya segelintir yang bisa merasakan manfaatnya. Menurut penulis, orang Sumatra harus diberi kesempatan yang sama untuk berkembang secara intelektual, seperti orang Jawa — Sumatera adalah pulau masa depan — sehingga Sumatera dapat memiliki sekolah kedokteran, sekolah kepala sekolah, sekolah yurisprudensi sendiri, sekolah untuk dokter hewan, dll.; terutama perlu ada sekolah kejuruan dan sekolah perdagangan, karena kecenderungan anak muda Sumatra mengarah kesana. Penulis mengajak seluruh masyarakat Sumatra untuk bergabung dengannya, dan meminta kepada Pemerintah untuk membuat lembaga yang sangat dibutuhkan Sumatra.
Orang Sumatra (Sumatranen) semakin banyak dari waktu ke waktu di Jawa, tidak hanya di Batavia tetapi juga di Buitenzorg dan bahkan Soerabaja. Namun konsentrasi orang Sumatra di Jawa umumnya di Batavia dan sekitar. Mereka itu sebagai migran karena tujuan sekolah, bekerja di pemerintahan dan berwirausaha. Jumlah yang bersekolah di Jawa juga semakin meningkat terus.
Sekolah-sekolah yang dituju di Jawa antara lain sekolah kedokteran (Docter Djawa School/Stovia) dan sekolah hukum (revhtschool) di Batavia serta sekolah pertanian (landbouwschool) dan sekolah kedokteran hewan (veeartsenschool) di Buitenzorg. Selain itu sekolah yang dituju adalah sekolah menangah atas (HBS) yang baru ada di Jawa dimana di Batavia terdapat Koning Willem III School dan Wilhelmina School serta Prins Hendrik School yang dibuka tahun 1915..
Orang Sumatra (Sumatranen) selain sekolah ke Jawa, juga semakin banyak yang studi ke Belanda. Orang-orang Sumatra yang studi ke Belanda inilah yang kali pertama menginisiasi terbentuknya perhimpunan yang berada di luar Sumatra.
Orang-orang Sumatra di Sumatra sudah sejak lama membentuk perhimpunan. Satu yang pertama, di Padang pada tahun 1900 dibentuk satu perhimpuenan (societeit) yang diinisiasi oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, pemimpin surat kabar Pertja Barat. Perhimpunan ini diberi nama Medan Perdamaian. Organisasi Medan Perdamaian ini dapat dikatakan sebagao organisasi kebangsaan Indonesia pertama (jauh sebelum Boedi Oetomo didirikan di Batavia tahun 1908). Organisasi Medan Perdamaian di Padang bersifat nasional. Pada tahun 1907 di Medan dibentuk organisasi kebangsaan Sarikat Tapanoeli (yaang hanya terbatas untuk orang-orang Tapanoeli dari wilayah Zuid Tapanoeli). Pada tahun 1908 di Belanda, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan menginisiasi pembentukan organisasi pribumi yang studi di Belanda yang diberi nama Indische Vereeniging. Dja Endar Moeda, ketua Medan Perdamaian yang pertama di Padang adalah kakak kelas Soetan Casajangan, ketua Indische Vereeniging di sekolah guru Kweekscholl Padang Sidempoean..
Sorip Tagor Harahap, mahasiswa sekolah kedokteran hewan di Utrecht menginisiasi pembentukan organisasi pribumi yang studi di Belanda yang berasal dari Sumatra. Organisasi orang-orang Sumatra (Vereeniging van Sumatranen) yang studi di Belanda ini didirikan pada tanggal 1 Januari 1917 di Belanda yang diberi nama Sumatra Sepakat.
Menanggap terbentuknya Sumatranen Bond di Batavia, surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 06-02-1917 memberi komentar: Sudah menjadi kebiasaan tuan-tuan etika untuk buru-buru melabeli berbagai gerakan pribumi "nasional" atau "nasionalis". Dimana bangsa Sumatera bertanya? ? Orang Atjeh, Djambi, Palembang dan Batak, dsb. apakah mereka membentuk satu bangsa? Sudah tentu jawabannya pasti negatif. Beda ras memiliki ciri-ciri yang mencirikan bahkan tidak ada kesamaan. Dan kalaupun ada satu orang, satu ras, di Sumatra, komunitas ilmiah tidak akan mengizinkan menggunakan kata bangsa dalam hal ini. Orang tidak berbicara tentang kafir, tentang bangsa Jawa atau Kalimantan, karena konsep bangsa tidak hanya mencakup kesatuan nasional tetapi juga tingkat budaya tertentu. Tidak ada satu atau yang lain di Sumatera. Oleh karena itu, sangat disayangkan untuk menggelembungkan segala macam hal sepele pribumi sampai memperoleh penampilan yang ideal, yang segera menyebabkan kata besar dan tebal: "nasional" disalahgunakan. editor harus berkonsultasi dengan Panduan, volume 1916, "tetapi di dalamnya mereka akan menemukan penjelasan yang sangat baik tentang konsep bangsa, dari tangan J. Havelaar Dan penjelasan itu sangat dibutuhkan.
Pada bulan Desember 1917, masih di Batavia dibentuk organisasi Jong Sumatranen Bond (lihat De locomotief, [Jumat] 14-12-1917). Disebutkan hari Minggu lalu [09-12-1917], rapat umum pembentukan serikat di atas berlangsung di Batavia. Selain banyak siswa dari sekolah menengah disini, pertemuan antusias juga dihadiri oleh banyak pihak yang berkepentingan diantaranya kami mencatat: Ibu Labberton dan Pak Polderman, Abdoel Moeis dan Soetan Toemenggoeng. Serikat ini adalah satu untuk kaum muda Sumatera yang memiliki pendidikan menengah, menengah atas atau kejuruan.
Disebutkan tujuannya, seperti yang kita baca di JB adalah (1) Untuk mempererat ikatan antara orang-orang Sumatera yang belajar, yaitu dengan menghilangkan semua delusi rasial dan dengan memupuk dan memperkuat rasa saling menghargai. (2) Untuk membangkitkan minat pada tanah dan masyarakat Sumatera. (3) Untuk membangkitkan dan mempertahankan kesadaran anggota bahwa mereka akan terpanggil untuk bertindak sebagai pemimpin dan pendidik bagi rakyatnya. (4) Untuk membangkitkan minat dalam praktek bahasa Sumatera dan untuk memelihara dan mempromosikan seni dan kerajinan Sumatera. Asosiasi berusaha untuk mencapai tujuannya dengan mempelajari dan mempraktekkan sejarah, bahasa, budaya dan seni Sumatera; dengan mengundang orang-orang yang berwenang untuk memberikan kuliah atau menulis artikel tentang geografi, etnografi, sosial, sejarah, dll tentang setiap bagian dari Sumatera, dan akhirnya dengan menerbitkan majalah. Pembentukan liga ini sangat penting, karena hanya dengan cara ini, yaitu dengan membentuk dan memantapkan persatuan diantara semua anggota generasi muda Sumatera, mungkin untuk menutup keretakan yang memisahkan ras selama berabad-abad, secara bertahap menghilang untuk selamanya. Untuk itu, generasi muda harus terhindar dari racun prasangka yang diancam akan disuntikkan oleh kaum tua konservatif di kampung-kampung. Mencegah hal ini adalah salah satu tugas serikat yang paling sulit. Kebetulan, asosiasi ini secara ketat menyembunyikan semua warna politik. Mengenai posisi JSB terhadap penduduk Hindia lainnya; salah satu pembicara pada pertemuan tersebut di atas mengatakan tentang hal ini: 'Siapa pun yang berpikir bahwa asosiasi kami dibangun di atas antitesis Jawa-Sumatera adalah sangat keliru. Kerjasama dengan saudara-saudara kita di Jawa dan orang Hindia lainnya tidak hanya diperbolehkan, tetapi menurut saya bahkan diinginkan, asalkan kemerdekaan kita tetap terjaga.
Dari tiga asosiasi yang dibentuk pada tahun 1917, tampaknya ada kemiripan yang terdapat di Belanda yang dibentuk bulan Januari dan yang didirikan di Batavia pada bulan Desember.Tidak hanya konsepnya yang sama, juga karakteristik keanggotaan berasal dari komunitas yang sedang studi baik di Belanda maupun di Batavia. Organisasi Sumatranen Bond yang didirikan pada bulan Februari 1917 diduga kuat berbeda dengan dua yang disebut di atas. Sumatranen Bond yang dibentuk bulan Februari merujuk pada populasi 800 jiwa di Batavia.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa organisasi orang Sumatra yang didirikan di Batavia berbeda golongan. Sumatranen Bond yang didirikan bulan Februari adalah organisasi para senior, sedangkan organisasi yang didirikan pada bulan Desember, sesuai namanya (Jong Sumatranen Bond) adalah golongan junior. Besar dugaan dua organisasi yang didirikan di Batavia memiliki relasi (senior-junior). Lalu bagaimana dengan yang berada di Belanda?
Besar dugaan organisasi yang didirikan di Belanda memiliki relasi dengan yang junior di Batavia. Relasinya diduga telah terjadi proses transfer, yang mana gagasan Sumatra Sepakat di Belanda telah didelegasikan ke Batavia (Jong Sumatranen Bond). Hal ini bisa jadi karena jarak Belanda dengan target (bumi dan populasi Sumatra) begitu jauh, relatif dibandingkan dengan Jong Sumatranen Bond di Batavia. Sebagaimana diketahui di Belanda sudah eksis organisasi pribumi yang studi di Belanda, Indische Vereeniging (sejak 1908). Akan lebih mudah bagi mahasiswa di Belanda melepaskan (melikuidasi) organisasi Sumatra karena para anggotanya sudah juga tergabung dengan Indische Vereeniging. Seperti kita lihat nanti, organisasi Sumatra di Belanda benar-benar menghilang (tidak terinformasikan lagi).
Pengurus pusat Jong Sumatranen Bond akan membentuk cabang di Padang (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-01-1918). Pada saat liburan, dua anggota Jong Sumatranen Bond yang keduanya mahasiswa STOVIA akan melakukan propaganda ke Pantai Barat Sumatra hingga bulan Desember (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-07-1918).
Sementara dua anggota Jong Sumatranen Bond ke Pantai Barat Sumatra, Abdoel Moeis juga melakukan kunjungan ke West Sumatra. Hasil kunjungan Abdoel Moeis ke West Sumatra dilaporkan Bataviaasch nieuwsblad, 23-09-1918. Hasilnya terbilang sukses, tetapi ada juga yang menentang kehadirannya, yakni pemimpin surat kabar Oetoesan Melajoe Datoek Soetan Maharadjo. Disebutkan Abdoel Moeis dalam kunjungannya selama 28 Juli dan 14 Agustus dalam pertemuannya yang diadakan di Padang, Priaman, Fort van der Capellen, Pajakombo, Fort de Koek, Padang Pandjang dan Sawah Loento. Hanya di Pajakombo yang gagal dari dewan secara keseluruhan dari semua partisipasi. Pada suatu kesempatan, pendukung partai konservatif Datoe Soetan Maharadjo, pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe dan ketua Sarikat Adat Alam Minangkabau, telah mencoba untuk melawan Abdoel Moeis,
Disebut lebih lanjut dukungan terhadap partai muda Abdoel Moeis terutama lebih menentukan di Padang Pandjang, dimana merupakan pertemuan yang cukup umum mewakili Minangkabausch…. Untuk menghilangkan pengaruh Datu' Soetan Maharadjo, yang ternyata sama, hanya memiliki pengikut yang lemah, tetapi berkat kepemilikan organ, Utusan Melaju, masih dapat memiliki pengaruh penting, Padang sudah menjadi modal penting terkumpul untuk membeli surat kabar itu. Jika pemiliknya tidak dapat ditemukan untuk dijual, maka akan didirikan sebuah percetakan dan sebuah surat kabar baru diterbitkan di Padang, sebagai organ perserikatan yang disebut Perserikatan Minangkabau. Pusat administrasi perhimpunan ini, yang pembentukannya telah disebutkan sebelumnya, sekarang diorganisir di Batavia…..diumumkan sebuah komite kecil dari koloni Minangkabauscbe di Batavia telah bertemu. Tokoh-tokoh yang paling menonjol dari koloni itu akan menjadi dewan pengurus, seperti juga Dr. Abdoel Rival, anggota Volksraad akan diminta untuk bertindak sebagai Komisaris Administrasi Pusat. Sementara itu baru-baru ini didirikan di Fort de Koek organisasi "Boedi Baik’, kemudian berganti nama menjadi Sumatranenbond, tetapi kemudian telah bubar di tempat yang baru didirikanight Perserikatan Minangkabau, yang sepertinya akan menjadi asosiasi sentral untuk West Sumatra. Catatan: Sumatranen Bond yang didirikan di Fort de Kock dipimpin oleh adalah Kahar Masjhoer (lihat De locomotief, 21-08-1918). Namun seiring masuknya Abdoel Moeis dengan (bendara) Perimpoenan Minangkabau telah membubarkan diri.
Dalam hubungan ini terlihat bahwa Abdoel Moeis memiliki kepentingan sendiri, Perhimpoenan Minangkabau, yang berbeda dengan Jong Sumatranen Bond. Pendirian Perhimpoenan Minangkabau lebih berorientasi pada golongan senior (politik dan Volksraad). Lalu bagaimana dengan Sumatranen Bond di Batavia yang didirikan pada bulan Februari 1917? Besar kemungkinan masih eksis, sebab Perhimpoenan Minangkabau yang didirikan di Batavia (dan kemungkinan akan bergeser ke Fort de Kock) dapat dikatakan bagian dari Sumatranen Bond di Batavia.
De locomotief, 06-12-1918: ‘Weltevreden, 6 Desember. Het hoofdbestuur van den Sumatranenbond. Dewan Sumatera, yang terdiri dari dua puluh enam asosiasi, memutuskan untuk mendesak di tempat yang lebih kompeten untuk memasukkan perwakilan serikat ke dalam komite parlemen’.
Tampaknya Sumatranen Bond di West Sumatra telah tamat (digantikan oleh Perhimpoenan Minangkabau). Sumatranen Bond dengan pusat di Batavia masih eksis. Pada bulan November 1919 Sumatranen Bond (Perserikatan Sumatra) dibentuk di Soerabaja (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-11-1919). Pengurus Sumatranen Bond di Soerabaja adalah Sadinan, ketua, Radjamin Nasoetion, pejabat bea dan cukai di Soerabaja sebagai sekretaris, dan Achir sebagai bendahara. Para komisaris adalah Siroen, Joesoef dan Abdoel Kadir. Sebagai penasehat adalah Dr Mohamad Salih.
Beberapa hari sebelumnya di Batavia dibentuk organisasi Batakschebond (lihat De Sumatra post, 15-11-1919). Disebutkan ikatan orang-orang Batak (Batakker) di bawah nama ini sebuah asosiasi baru didirikan di Batavia. Pengurus terdiri dari: ketua Dr Abdoel Rasjid Siregar, wakil ketua: Radjioen Harahap Soetan Casajangan, sekretaris-1 Abdoei Hamid, sekretaris-2 Mararie Siregar, bendahara W Faril L Tobing, Komisaris: Dr. Maamoe’r Al Rasjid Nasoetion, Soetan Casajangan, Abdoel Hamid dan Farel L Tobing, Shaboedin (Guru Pertanian), Hadjoran, (Pengawas), Soetan Pamenan, ex demang dan Achmad Pohan..
Pembentukan Bataksche Bond ini kurang lebih sama dengan pembentukan Perhimpoenan Minangkabau. Tapi tampaknya keduanya masih tetap berafiliasi dengan organisasi yang lebih luas Sumatranen Bond. Di tempat dimana terdapat populasi yang besar dibentuk organisasi (Minangkabau di Batavia/Fort de Kock dan Bataksche Bond di Batavia), sementara di tempat yang populasinya heterogen seperti di Batavia dan di Soerabaja dibentuk Sumatranen Bond.
Lalu bagaimana dengan Jong Sumatranen Bond sendiri? Organisasi pemuda ini hingga tahun 1919 (didirikannya Bataksche Bond) hanya satu organisasi pemuda asal Sumatra yakni Jong Sumatranen Bond. Seperti kita lihat nanti, Jong Batak baru didirikan di Batavia pada tahun 1925.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar