Sabtu, 18 Maret 2023

Sejarah Malang (50):Detik Berakhir Belanda di Wilayah Malang; Setelah Ratusan Tahun Orang Belanda Harus Jadi Terusir ke Eropa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Wilayah Malang, dalam sejarah berpusat di kota Malang. Malang dari suatu kampong pada era VOC telah bertransformasi menjadi suatu kota (gemeente) yang dipimpin langsung burgemeester Malang di Malang yang didukung dewan kota (gemeenteraad). Pembangunan kota dan pengembangan wilayah juga di afdeeling (residentie) Malang sudah mencapai puncak era colonial. Namun semua itu harus berakhir, orang-orang Belanda harus kembali ke Eropa, di Malang digantikan sepenuhnya warga Malang.


Wilayah Malang tentu saja sudah dikenal sejak lampau di zaman kuno. Bukti hal itu ditunjukkan dengan keberadaan candi-candi dan prasasti, Namun sejak kapan muncul nama Malang di wilayah tidak ada bukti-bukti terawal. Bukti kuat baru muncul pada era VOC ketika pasukan Trunojoyo yang dibantu pasukan eks Gowa dipimpin Galesong berhadapat dengan kkeuatan Mataram (Soesoehoenan) yang didukung Pemerintah VOC di Batavia. Perang yang berakhir 1680 inilah awal dikenal nama (kampong) Malang, di suatu lembah subur diantara gunung-gunung tinggi. Sejak itu pedagang-pedagang Eropa/Belanda mengambil bagian dalam perdagangan di wilayah pedalaman di Malang. Lalu pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda (setelah VOC dibubarkan), cabang pemerintahan dibentuk sebagai residentie di Pasoeroean dimana terdiri dari tiga afdeeling, salah satu di afdeeling Malang. Pasa pendudukan Inggris, setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan pada tahun 1816, pada tahun 1817 diangkat seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Malang. Sejak ini pula kampong Malang cepat tumbuh dan berkembang menjadi kota (hingga menjadi Gemeente) dan wilayah (afdeeling) Malang di luar kota terus berkembang ke segala penjuru.

Lantas bagaimana sejarah detik berakhirnya Belanda di wilayah Malang? Seperti disebut di atas Kota Malang yang sekarang bermula sejak era VOC dimana kehadiran orang-orang Eropa/Belanda yang kemudian secara perlahan terbentuk kota, pembangunan kota dan pengembangan wilayah di Malang sehingga kota Malang menjadi status kota (Gemeente). Semua itu, setelah ratusan tahun orang-orang Belanda harus hengkang dari Malang kembali ke Eropa. Tragis memang, tetapi roda sejarah tetap berputar. Lalu bagaimana sejarah detik berakhirnya Belanda di wilayah Malang?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Detik Berakhirnya Belanda di Wilayah Malang; Setelah Ratusan Tahun Orang-Orang Belanda Kembali ke Eropa

Apa hubungannya gunung Semeru dengan pulau Jawa. Gunung Semeru berada di sebelah timur wilayah Malang (yang menjadi pembatas dengan wilayah Lumajang). Lalu apa hubungan gunung Semeru dengan orang-orang Belanda? Tentulah sulit dicari jawaban yang pasti, Yang jelas pada saat berakhirnya kehadiran orang Belanda di wilayah Malang, gunung Semeru meletus (lihat De Indische courant, 08-10-1941). Gunung Semeru, seakan ingin berteriak: ‘Hai orang Belanda pergilah ke negaramu di Eropa, orang-orang Belanda di kawasan ini kurang diterima.


Gunung Semeru pertama kali didaki oleh GF Clingnett tanggal 19 Oktober 1838 (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1838). Seperti tampak dalam sketsa/lukisan gunung saat dilukis dalam situasi berasap. Clingnett selama perjalanan ditemani oleh seorang pejabat pribumi. Dengan dibantu sebanyak 20 orang Jawa kami memulai pendakian dan bermalan di Widodaren. Pada hari kedua mereka mendaki menuju puncak dan hanya Clingnett dan enam orang Jawa yang mampu mencapai puncak pada pukul 4. ‘Saya adalah orang Eropa pertama telah berhasil mendaki Smiroe’ demikian Clingnett dalam tulisannya. Setelah menulis nama-nama mereka dan menaruhnya di tempurung labu, mereka menuruni gunung dengan cepat dan hanya dalam satu jam mereka telah sampai ke awal pendakian mereka yang setara dengan 14 jam mendaki. Catatan: Tijdschrift voor Neerland's Indie adalah majalah/jurnal semi/ilmiah pertama di Hindia Belanda terbit sejak 1838.

Nama Semeru sudah lama ditabalkan sebagai nama jalan di sejumlah kota termasuk di Kota Malang. Salah satu situs penting di Semeroestraat ini adalah stadion (lihat Peta 1938). Stadion ini kelak disebut stadion Gajayana. Letusan gunung Semeru tampaknya tidak ada orang Eropa/Belanda yang peduli. Orang-orang Belanda terkesan lebih sibuk mempersiapkan mobilisasi dalam menghadapi perang yang sudah di depan mata (lihat Soerabaijasch handelsblad, 02-01-1942). Berita keberadaan Angkatan udara Jepang telah memasuki wilayah Hindia Belanda diketahui dari surat putri Radjamin Nasoetion yang mendampingi suaminya Dr Amir Hoesin Siagian yang tengah bertugas di Tarempa (pulau Natuna). Surat tersebut dimuat di surat kabar Soeara Oemoem yang terbit di Soerabaja yang kemudian dilansir surat kabar Indische Courant, 08-01-1942.


Tandjong Pinang, 22-12-194l.

 

Dear all. Sama seperti Anda telah mendengar di radio Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.

 

Hari Kamis, tempat kami dievakuasi…cepat-cepat aku mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali. Mereka datang setiap hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena pesawat Jepang bisa kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.

 

Kami mendengar dentuman. Jika pesawat datang, kami merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan tempat kejadian dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk laut…Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya...Saya mendapat telegram Kamis 14 Desember supaya menuju Tapanoeli...Saya memiliki Kakek dan bibi di sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu…Selamat bertemu. Ini mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera.

Dalam persiapan mobilisasi di Malang, dianjurkan untuk menggali lubang dan membeli pasir. Lubang digunakan untuk berlindung jiga terjadi serangan udara, dan pasir digunakan untuk mengatasi jika terjadi ada kebakaran. Pasir-pasir yang dibeli tentu saja pasir-pasir yang dulunya hasil erupsi gunung Bromo dan gunung Semeru yang beterbangan ke arah kota Malang. Orang-orang Belanda sungguh mulai panik (terhadap serangan udara Jepang; lebih-lebih jika militer Jepang telah mendarat hingga mencapai Malang). Ketika pasukan pendudukan Inggris memasuki Malang pada tahun 1811 tidak ada ketakutan orang-orang Belanda, tetapi kini yang akan melakukan pendudukan adalah orang Jepang.


Bagaimana dengan orang-orang pribumi di Malang? Satu yang pasti orang-orang Cina juga merasa khawatir tentang kehadiran militer Jepang, karena orang Cina membenci Jepang setelah terjadi pendudukan Jepang di Mansuria, Tiongkok. Orang-orang pribumi yang tidak terlalu kebelanda-belandaan tampaknya biasa-biasa saja, hanya mengkhawatirkan jika terjadi kecelakan saat serangan udara militer Jepang mengenai rumah dan pekarang mereka. Sudah menjadi pengetahuan umum bagi orang pribumi, orang Jepang bukan musuh orang Indonesia. Orang Belanda hanya berharap ada bantuan dari orang pribumi yang pernah atau masih sebagai pejabat atau pegawai pemerintah. Mereka yang disebut terakhir ini, tidak bisa menolak untuk membantu kesulitan orang Belanda tetapi di sisi lain tidak ada perasaan takut terhadap orang Jepang.

Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD sebagai otoritas tertinggi di bidang kesehatan di Malang (gemeenyte dan gewest) mulai mengantisipasi kemungkinan yang terjadi jika terjadi serangan udara. Untuk mengantisipasi situasi yang tidak menentu, Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD mulai mempersiapkan tindakan pencegahan atau mitigasi (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-01-1942). Dr. Sjoeib Proehoeman, dokter asal Mandailing (Tapanuli) ini yang juga sebagai kepala rumah sakit kota, mulai mengambil inisiatif dengan melakukan penggalangan dana masyarakat untuk pembentukan rumah sakit-rumah sakit darurat yang disebar diberbagai titik di seluruh kota. Sejumlah gudang yang tidak terpakai disulap menjadi rumah sakit darurat.


Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD adalah pendiri organisasi sosial kemasyarakatan di Malang yang diberi nama Medan Pertemoean (lihat De Indische courant, 30-09-1941). Organisasi kemasyarakatan Kota Malang tersebut dipimpin oleh Dr. Sjoeib Proehoeman sendiri sebagai ketua. Untuk wakil ketua dari kalangan Eropa/Belanda (Dr J Drad) untuk sekretaris Mr. Latuharhary dan untuk bendahara Mr. Tttlitr. Untuk komisaris adalah seorang Tapanoeli Latif Pane dan dan seorang Jawa, Raden Danoesastro. Sebagai pembina Residen Malang, Mr Schwenke. Organisasi juga terdiri dari ketua-ketua bidang. Sebelumnya Dr. Sjoeib Proehoeman di wilayah Malang (kota dan kabupaten) terbilang sukses memberantas penyakit menular seperti malaria dan tuberkulosis tetapi juga kasus-kasu penyakit kusta (lihat De Indische courant, 11-06-1941). Untuk mengatasi permasalahan kusta ini, Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD mulai merancang metode pemberantasan lepra dengan cara pembiayaan gratis. Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD dari Riau dipindahkan ke Oost Java tahun 1938 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-10-1938). Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD dari Tandjong Pinang dipindahkan ke Kota Soerabaja untuk mengepalai laboratorium besar di Soerabaja. Untuk mengefektifkkan kapasitas Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD selain berfungsi di laboratorium di Soerabaja, juga akan menjadi kepala dinas kesehatan kota di Kota Soerabaja (De Indische courant, 20-12-1938). Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD juga akan merangkap jabatan untuk wilayah kesehatan dibawah wilayah Guberneur Oost Java. Namun dalam perkembangannya karena banyak menangani kasus penyakit menular di wilayah Malang, Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD diangkat menjadi kepala dinas kesehatan kota di Kota Malang (lihat Soerabaijasch handelsblad, 09-12-1939). Tanggungjawab Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD di wilayah Malang tidak hanya wilayah kota/gemeente juga wilayah kabupaten/gewest.

Sementara orang-orang Belanda sangat panik di Malang, Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD terkesan sudah menjadi kepala orang-orang pribumi. Fakta bahwa Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD adalah pemilik portofolio tertinggi di Malang diantara golongan pribumi. Hal itulah mengapa Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD membangun rumah sakit darurat hingga ke perkampongan-perkampongan penduduk.


Bagaimana dengan di Soerabaja? Orang-orang Eropa/Belanda juga sangat panik. Ada desas-desus bahwa kota Soerabaja adalah kota pertama di Oost Java yang menjadi target Angkatan udara Jepang sebelum Angkatan laut memasuki kota. Seperti halnya di Malang yang menjadi pemimpin orang Eropa/Belanda adalah Residen Malang, di Soerabaja adalah gubernur Oost Java. Sementara para pemimpin pribumi yang memiliki portofolio tertinggi di kota Soerabaja adalah Radjamin Nasoetion, seorang anggota senior (wethouder) di dewan kota (gemeenteraaf) Soerabaja. Seperti kota lihat nanti segera setelah pendudukan Jepang, pemimpin militer Jepang mengangkat Radjamin Nasoetion sebagai wali kota (burgemeester) Kota Soerabaja.

Saat mana orang-orang Belanda di Malang terus dilanda kepanikan dan ketakutan (terhadap kehadiran militer Jepang), telah terjadi berbagai peristiwa di wilayah Malang yang menambah beban orang-orang Belanda. Tampaknya orang-orang Belanda selama ini tidak pernah mengalami seburuk ini setelah ratusan tahun di wilayah Malang. Celakanya, pengalaman buruk yang bertubi-tubi ini justru pada masa detik-detik berakhir Belanda di Malang.


Sejak akhir bulan September 1941 gunung Semeru meletus hingga kini belum mereda, masih meluncurkan lava ke sungai-sungai di lereng gunung. Asap kawah Semeru yang terus membumbung ke langit seakan gunung Semeru mengingatkan gunung masih bekerja di perut gunung. Akhir-akhir ini diketahui aktivitas Semeru telah mendorong raja-raja hutan seperti panther turun gunung dan mendekati perkebenan-perkebunan Belanda di lereng gunung sebelah barat yang masuk wilayah Malang. Ancaman hewan liar ini juga meningkatkan ketakutan orang Belanda yang masih berada di pedalaman yang masih berusaha menjaga produksinya. Di tengah kota Malang juga terjadi persitiwa yang sudah lama tidak terjadi. Hujan yang lebat telah menyebabkan banjir. Jembatan utama yang berada dekat dengan rumah sakit militer di Tjikelat telah rusak parah diterjang banjir. Arus air sungai yang berhulu di Batoe tampaknya ingin memisahkan wilayah Malang bagian barat dan bagian timur dengan menghanyutkan jembatan utama kota Malang tersebut. Di dalam kota dalam beberapa bulan terakhir telah muncul becak yang menjamur (karena sulitnya kehidupan penduduk miskin) yang mengusik pemandangan orang-orang Belanda. Berita kehilangan dan pencurian yang dialami orang-orang Belanda juga mulai muncul. Fakta bahwa populasi warga Eropa/Belanda di dalam kota terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir, apakah yang tinggal di luar kota wilayah pedesaan telah merangsek memasuki kota. Meski dalam situasi yang terus menegang akibat tekanan invasi Jepang ke Jawa yang semakin dekat, kehadiran penghuni baru orang Eropa di kota Malang, tampaknya hukum ekonomi tetap berlaku, tidak pandang bulu. Harga rumah dan sewa rumah melambung tinggi di dalam kota. Para pengembang dan para pemilik rumah masih sempat berpikir tentang kesempatan dalam kesempitan. Berdasarkan laporan yang dikutip Soerabaijasch handelsblad, 06-01-1942 bahwa jumlah warga Eropa/Belanda tahun 1941 naik dari 13.900 orang menjadi 14.870 orang. Peningkatan mencapai angka 15.000 orang Eropa/Belanda mungkin akan dicapai pada tanggal 1 Februari. Sementara itu di dalam kota (gemeente) terdapat 145.000 orang Indonesia dan 13.000 orang Cina dan orang Timur asing lainnya. Disebutkan populasi perkotaan yang kini sekitar 173.000 orang jika dibandingkan sejak 10 tahun yang lalu menunjukkan pertambahan dua kali lipat. Dari segi populasi kota, tekanan penduduk juga dengan sendirinya menambah beban pikiran orang-orang Eropa/Belanda. Sementara itu Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD telah melakukan banyak kemajuan dengan pendirian rumah sakit-rumah sakit darurat di berbagai area di dalam kota (lihat Soerabaijasch handelsblad, 31-01-1942).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Setelah Ratusan Tahun Orang-Orang Belanda Kembali ke Eropa: Malang Masa ke Masa

‘Hari kiamat’ yang paling ditakutkan orang-orang Belanda akhirnya tiba. Angkatan udara Jepang telah memulainya di Soerabaja. Itu terjadi pada tanggal 3 Februari 1942 (lihat Haagsche courant, 04-02-1942). Disebutkan kemarin untuk pertama kali Angkatan Udara Jepang menyerang dengan menjatuhkan bom di dermaga dan lapangan terbang Angkat Laut Pemerintah Hindia Belanda di utara kota Soerabaja. Kerusakan besar terjadi di Soerabaja, khususnya pada instalasi angkatan laut. Serangan juga telah mencapai Malang.


Disebutkan lebih lanjut ada serangan di lapangan terbang Malang, di lapangan terbang Madioen dan di lapangan terbang Magetan. Terhitung sebanyak 26 pesawat pengebom Jepang yang dikawal oleh banyak pesawat tempur, membombardir beberapa lapangan terbang yang menyebabkan kerusakan material yang cukup besar. Serangan di Soerabaja dilaporkan banyak pesawat amfibi yang rusak di Soerabaja.

Serangan pertama Angkatan udara Jepang di Oost Java sejatinya telah melumpuhkan kota Soerabaja dan kota Malang. Artinya lapangan terbang sebagai area vital untuk escape sudah hancu dan tidak bisa digunakan. Praktis orang-orang Eropa/Belanda di Malang dan Soerabaja hanya tergantung pada navigasi pelayaran. Tentu saja itu sangat berisiko, karena akan mudah menjadi sasaran pesawat pembom Jepang yang terus mengintai.


Dalam serangan ke Madioen juga dilaporkan pesawat militer Jepang juga telah membombardir jembatan/jalur kereta api, yang disebutkan praktis koneksi kereta api antara timur Jawa ke arah barat telah terputus. Lapangan terbang Magetan dimana terdapat instalasi air bersih dan fasilitas akademi penerbangan telah hancur. Tampaknya Angkatan udara Jepang mengetahui persis apa yang harus dilakukan dalam serangan pertama, sesuatu yang nmungkin tidak terpikirkan oleh orang-orang Eropa/Belanda di Malang dalam fase panik yang terus meningkat akhir-akhir ini. Apakah dengan serangan pertama Angkatan udara Jepang di Malang dengan sendirinya telah mengurung orang Eropa/Belanda di Malang?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar