Senin, 17 April 2023

Sejarah Banyumas (48): Kereta Api Wilayah Banyumas; Pembangunan Jalur Jogjakarta-Cilacap, Cirebon-Jogjakarta via Purwokerto


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Adanya rencana pembangunan jalur kereta api dari Jogjakarta hingga Cilacap sudah lama ada. Namun tetap sulit terwujud. Jalur dari Semarang hingga ke Jogjakarta sendiri baru tercapai pada tahun 1870. Bagaimana dengan Jogjakarta ke Cilacap. Dalam perkembangannya inisiatif pra planter mendorong percepatan pembangunan kereta api. Wilayah Banyumas dalam perkembangannya menjadi interchange antara Cirebon dan Bandoeng/Tasikmalaya dari arah barat dan dari arah timur di Jogjakarta.


Senjakala Jalur Kereta Api Kawasan Banyumas Kompas.com. 05/12/2022. Di laman sumber bacaan di Kompas.com terdapat informasi bahwa layanan kereta api di kawasan Banyumas juga terdapat di Kecamatan Sumpiuh. Jalur kereta api di kawasan Banyumas dalam catatan heritage PT Kereta Api Indonesia (KAI) meliputi kota-kota eks-Karesidenan Banyumas. Jalur antara lain penghubung antara Banyumas, Purwokerto, Banjarnegara, Wonosobo, Purbalingga, dan Cilacap. Pada tahap awal, pembangunan jalur Purwokerto-Wonosobo 1893 hingga 1917. Pembangunan jalur tersebut dilaksanakan oleh perusahaan kereta api Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SSM). Kemudian, jalur-jalur kereta api yang dibangun melintasi Sokaraja, Banjarsari, Klampok, Banjarnegara, Patikraja, Sampang, Maos, dan seluruh wilayah eks-Karesidenan Banyumas. Alasan perkebunan-perkebunan pembangunan jalur-jalur kereta api diwujudkan. Perjalanan kereta api di eks Karesidenan Banyumas memang awalnya, sistem pengangkutan barang ke pabrik gula. Pabrik gula masa itu antara lain Pabrik Gula (PG) Klampok, PG Bojong, dan PG Kalibagor. Perubahan zaman menunjukkan bahwa industri gula di Banyumas memasuki masa senjakala. Maraknya pembangunan jalan raya membuat masyarakat meninggalkan moda transportasi kereta api. Pada 1978, perusahaan kereta api milik pemerintah Indonesia akhirnya menutup layanan di jalur Purwokerto-Wonosobo dan kemudian rute Purwokerto-Purwokerto Timur ditutup 1985. (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah kereta api di wilayah Banyumas? Seperti disebut di atas, wilayah Banyumas termasuk salah satu pengembangan jalur kereta api di pantai selatan Jawa. Kekuataman wilayah Banyumas dalam jaringan kereta api Jawa posisinya yang strategis tidak hanya menghubyungkan pantai utara dan pantai selatan Jawa juga dari arah barat ke timur (dan sebaliknya). Dalam hal ini pembangunan jalur Jogjakarta-Cilacap dan Cirebon-Jogjakarta via Purwokerto. Lalu bagaimana sejarah kereta api di wilayah Banyumas?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kereta Api di Wilayah Banyumas; Pembangunan Jalur Jogjakarta-Cilacap dan Cirebon-Jogjakarta via Purwokerto

Setelah menunggu lama, pada tahun 1877 muncul kesepakatan antara Perusahaan Kereta Api merintah Hindia Belanda dengan Pemerintah, yang bertujuan untuk pembangunan jalur kereta api baru di Jawa Tengah (lihat De Nederlandsche mail, 18-05-1877). Disebutkan jika hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah untuk memenuhi setidaknya beberapa tingkat kebutuhan mendesak akan sarana masyarakat yang lebih baik, di atas semua itu adalah ide yang sangat baik untuk mendirikan perusahaan kereta api yang telah lama berdiri di Jawa Tengah untuk melanjutkan jalur baru. Pemerintah sendiri sudah mengambil alih pembangunan rel kereta api di ujung timur Jawa. Sejauh ini disebutkan yang paling penting dari tiga line, konstruksi yang telah ditetapkannya, sebuah line pantai dari Djokjokarta sampai Cjilatjap. Line ini, dengan panjang sekitar 220 Km, sebagian besar paralel, dalam jarak dua jam, dengan pantai laut melalui bagian selatan reasidentie Bagelen dan residentie Banjoemas.


Sejarah kereta api dimulai pada tahun 1840an Ketika Pemerintah Hindia Belanda menawarkan konsesi kepada para investor di Belanda. Awalnya investor tertarik di wilayah Batavia. Namun berbagai studi kelayakan gagal. Kemudian muncul gagasan pembangunan di wilayah Semarang hingga ke Vorstenlanden yang studi kelayakannya dilakukan tahun 1850an. Dalam rencana pembangunan kereta api di wilayah Jawa bagian tengah ini dari Semarang hingga Jogjakarta via Soerakarta (lihat Peta 1860). Dalam peta ini juga direncanakan jalur perluasan dari Soerakarta ke Madioen dan dari Jogjakarta hingga ke Tjilatjap. Realisasinya baru tercapai tahun 1869 dari Semarang hingga Tanggoeng terus ke Ambarawa. Jalu dari Tanggoeng hingga Jogjakarta baru terselesaikan pada tahun 1872. Bagaimana dengan rencana awal perluasan ke wilayah Banjumas hingga di Tjilatjap?

Kesepakatan baru itu bersamaan dengan realisasi rancana tiga line Soerakarta- Madioen; Jogjakarta-Tjilatjap dan Jogjakarta-Magelang. Hanya saja masih ada persoalan yang akan diatasi sendiri oleh pemilik konsesi untuk jalur Jogjakarta-Tjilatjap. Hal ini terkait apakah jalur yang dibangun ke Tjilatjap sepanjang pantai selatan yang lebih pendek atau membelokkannya ke wilayah lembah Banjoemas/Serajoe (Serajoedal) di utara pegunungan yang lebih panjang. Juga adanya pertimbangan-pertimbangtan mengintegrasikan jalur Jogjkarta ke Tjilatjap melalui Kedoe dan Banjoemas terus ke Tjilatjap. Kesepakatan adalah satu hal (MOU) tetapi apakah itu dapat direalisasikan sangat tergantung dari studi kelayakan (bisnis) yang akan dilakukan,


Jalur kereta api Semarang-Jogjakarta sudah selesai tahun 1872. Tampaknya jalur ini sangat menguntungkan. Semua produk dari Jogjakarta dan sekitar (Bagelen, Banjimas, Kedoe) mengalir ke Semarang. Namun dari jarak Jogjakarta ke Semarang sangatlah jauh. Dalam hal inilah keutamaan pembangunan jalur Jogjakarta-Tjilatjap menjadi penting dan strategis untuk wilayah-wilayah di pantai selatan. Sudah barang tentu jarak Jogjakarta-Tjilatjap sepanjang garis pantai akan sangat pendek dan menjadi murah. Hanya saja pilihan jalur kereta api yang akan dibangun ke Tjilatjap jika hanya sepanjang pantai yang murah tetapi melupakan potensi ekonomi yang baik di wilayah Kedoe (Arkadia van Java) dan di wilayah lembah Serajoe Banjoemas (Mutiara van Java). Lalu apakah pertimbangan-perrtimbangan ini akan justru memperlambat pengambilan keputusan untuk realisasinya?

Setelah kembali menunggu lama, akhirnya titik cerah realisasi pembangunan kereta api di wilayah Banjumas sudah di depan mata. Hal ini terjadi pada tahun 1891 dimana Pemerintah Hindia Belanda sudah mulai meminta jaminan kepada pemegang konsesi untuk memulai pembangunan rel kereta api (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 31-12-1891).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pembangunan Jalur Jogjakarta-Cilacap dan Cirebon-Jogjakarta via Purwokerto: Jaringan Kereta Api di Wilayah Banyumas

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar