*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini
Seberapa
tua kota Kupang? Tampaknya kota Kupang sudah eksis sejak masa lampau. Boleh
jadi tumbuh semasa kerajaan Aroe, kerajaan Demak/Japara. Bagiamana bisa? Yang
jelas kota Kupang mengalami perkembangan sejak kehadiran pelaut-pelaut Portugis
dan Belanda. Dalam hal ini pedagang-pedagang Portugis/Belanda mengikuti jalur
navigasi pelayaran perdagangan lama (Aroe/Malaka dan Demak/Japara).
Sejarah Kota Kupang. Berproses dari masa ke masa sampai terbentuknya nama Koepang. Awalnya terdapat dua kampung tradisional, kampung Kaisalun dan kampung Bani Baun. Kedua kampung dihuni sekelompok orang bersama pemimpin adatnya yang mengaku sebagai suku bangsa Helong yang datang dari negeri seberang laut. Kata Helong berasal dari dua suku kata, kata He yang berarti “Jual” dan kata Lo yang berarti “Tidak”. Jika digabung berarti Tidak Jual. Pengertian umumnya yaitu pengorbanan atau rela berkorban. Falsalah hidup Helong dari leluhurnya, bersedia berkorban dan tidak rela diganggu oleh lingkungannya dan mereka akan berbalik membalas. Kupang bagi orang Helong dinamakan “Kai Salun-Buni Baun”. Raja Koen Bissi ll atau Koen Am Tuan memerintah warganya untuk membangun pagar batu di sekeliling pagar istana. Pagar batu tersebut adalah batu Alam bersusun keatas berlapis empat. Kondisi tersebut menurut bahasa Helong yaitu “PAN”. Oleh rakyat atau warga yang ini berurusan atau menemui Raja Koen ditempat yang disebut PAN, sehinggga sering disebut “KOENPAN”. Dalam perkembangan penggunaan bahasa (ucapan) secara etimologis kata ‘’KoenPan” berubah menjadi “Koepang”, selanjutnya dengan ejaan baru maka disesuaikan lagi menjadi “KUPANG”. Sebagai tanda penghormatan terhadap leluhur Lai Bissi yakni moyang dari KoEn Lai Bissi maka oleh pemerintah Kabupaten Kupang menggantikan nama Kampung Cina menjadi Kelurahan Lai Bissi Kopan. (https://kupangkota.go.id/)
Lantas bagaimana sejarah tata kota Kupang di pulau
Timor? Seperti disebut di atas, kota Kupang sejatinya adalah kota tua, suatu
kota yang diduga terbentuk pada masa navigasi pelayaran zaman kuno, sejak Kerajaan
Aroe, Demak dan Japara hingga era kehadiran Portugis dan Belanda. Lalu
bagaimana sejarah tata kota Kupang di pulau Timor? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Tata Kota Kupang di Pulau Timor; Kerajaan Aroe, Demak dan Japara hingga Era Portugis dan Belanda
Dalam artikel sebelumnya sudah dideskripsikan sejarah tata kota Ambon. Bagaimana dengan sejarah tata kota Kupang? Apakah dua kota terbentuk dari era yang sama? Soal kapan (waktu) mungkin tidak penting-penting amat. Namun yang menarik soal (tempat) geografis Kota Ambon dan Kota Kupang seakan kembar secara geografis. Pertanyaannnya mengapa dua kota pelabuhan berada di titik GPS yang sama? Yang jelas jarak Ambon dan Coepang sangat berjauhan dengan komposisi populasi penduduk berbeda. Apakah itu bukan faktor kebetulan (random)? Tampaknya ada yang menentukan. Orang-orang Portugis. Maybe! Bagaimana bisa dijelaskan?
Sejarah suatu tempat, tidak berdiri sendiri. Sejarah suatu tempat terkait dengan sejarah di tempat lain. Dalam penyelidikan sejarah, tidak cukup hanya dengan menggambarkan sejarah tempat itu dalam bingkai dengan menggunakan kaca mata mikroskop. Kita hanya akan mendapatkan gambar kecil sebatas bingkai. Untuk mendapatkan gambar yang besar tentang keutamaan suatu tempat kita juga harus menggunakan kacamata teleskop, dengan mengunakan dua sudut pandang itu kita akan mendapatkan keseluruhan sejarah di tempat tersebut. Dalam konteks spasial inilah kita melihat asal kota Kupang di pulau Timor dalam dimensi ruang dan waktu. Dalam konteks ini juga menarik memperhatikan sejarah awal tata kota Kupang di pulau Timor.
Bagaimanapun sejarah kota-kota di Indonesia, data yang tersedia umumnya bersumber dari data dan informasi sejak kehadiran pelaut-pelaut Eropa ke nusantara (baca: Hindia Timur). Itu dimulai sejak kehadiran pelaut-pelaut Portugis yang merebut Malaka di Semenanjung pada tahun 1511 yang mana tiga kapal Portugis melanjutkan navigasi pelayaran perdagangan ke Maluku. Pada periode 1511-1513 ini nama Timor sudah disebutkan. Bagaimna dengan nama Kupang?
Peta yang dibuat ahli kartografi Portugis yang berasal dari peta-peta navigasi pelayaran Francisco Rodriguez (1511) dan Joam Lopez Alvim (1513). Dalam Peta No 20 diidentfikasi „Ilha de sollor, Cabo das frolles (mungkin Cabo das flores; di pulau Flores), Batutara (= Komba atau P Kambing), Ilha de timor Homde Nace o’ssamdollo (=pulau Timor), Ilhas de bainda Homde Nacem ass macas'), Buro (=pulau Aroe), I dos papagaios, gulligulle (Ceram), ceiram tem bouro (= Ceram - Boeroe!), eslas quatro Ilhas Azurs(i) ssam as de malluquo, homde nace ho crauo (kepulauan Maluku), Ilha do (?) dama en tem ssamdollo (=pulau damar), Ilha de papoia en a Jemte della sam casris') (=pulau Papoea). Peta No 18: „Rio de mellaa (lees: Melaqua), Muar, Rio fermosso, samgepura, Ram, es/a he a Ilha de bumambas" (=pulau Anambas). Peta No 19: „esta he a firn da Ilha de camatara, Palembam, Nucapare, Ilha de bamca, Compeco da Ilha de maquater (=pantai selatan Kalimantan), Este he o compeco da Ilha de Iaaoa y a esta parasem se chama ssumda" (pulau Jawa yang disebut Soenda; Parasem/Paragem).
Navigasi pelayaran Portugis ke pulau Flores
(Solor) dan ke pulau Timor diduga terkait dengan keberaan kayu cendana. Dalam
perkembangannya, peta-peta navigasi pelayaran semakin banyak sehingga para ahli
kantografi dapat menggabungkan semua peta sehingga terbentuk peta yang lebih
luas seperti peta yang diterbitkan tahun 1554 (Peta 1554). Peta ini sudah
menggambarkan nusantara (Hindia Timur) cukup lengkap. Dalam peta hanya nama
Timor yang diidentifikasi.
Navigasi
pelayaran Portugis ke Hindia Timur sejatinya mengikuti jalur navigasi pelayaran
yang telah dirintis oleh orang-orang Moor sejak lama dari Semenanjung. Kota
Malaka awalnya adalah kota India bernama Malaya (merujuk pada nama India gunung
Himalaya) yang menjadi suatu kerajaan. Pada era inilah orang-orang Moor
menemukan jalan ke pelabuhan perdagangan di Malaya dengan membentuk koloni di
selatan Malaya. Koloni orang-orang Moor ini kemudian disebut orang di Malaya
dengan nama Moear atau Muar yang merujuk pada nama Moor (lihat peta No 18 di
atas). Orang-orang Moor beragama Islam berasal dari Afrika Utara yang pernah
menaklukkan wilayah Spanyol dan sebagian wilayah Portugal. Orang-orang Moor dapat
dikatakan adalah pendahulu (precedessor) orang-orang Portugis menemukan jalan
ke Semenanjung dan kemudia merebut kota Malaka (sebutan orang-orang Moor pada
nama Malaya) dan orang-orang Portugis mencatatnya sebagai Malacca. Nama Malaka
atau Malacca menjadi nama kota dan nama Malaya tetap abadi sebagai nama
wilayah. Kota Ternate (jauh sebelum terbentuk kota Tidore) di pulau kecil pada
dasarnya adalah kota yang dibangun oleh para pedagang-pedagang tangguh Moor
(yang berbasis di Semenanjung) untuk berdagang dengan penduduk asli di pulau
kecil (pulau Ternate) dan penduduk asli di pulau besar. Pulau besar ini dicatat
orang-orang Portugis dan diidentifikasi dalam peta-peta mereka yang datang
kemudian sebagai pulau Batachini del Moro (merujuk pada nama Moor). Wilayah
Batachini del Moro di pulau besar tersebut kemudian dikenal sebagai Pulau
Halmahera (disesuaikan dengan sebutan penduduk asli). Dari kota Ternate inilah
perdagangan Portugis meluas ke selatan hingga Amboina dan Banda serta Timor.
Sementara itu berdasarkan catatan Tome Pires, orang-orang Portugis di Malacca
sudah terhubung dengan pantai utara Jawa di pelabuhan Zunda (pelabuhan kerajaan
Pakwan-Padjadjaran). Tidak lama kemudian, orang-orang (kerajaan) Demak merebut
pelabuhan Zunda. Orang-orang Demak yang sudah terhubung dengan Ternate dalam
perdagangan, meneruskan mata dagangan mereka ke orang-orang Portugis di
Malacca. Sehubungan dengan tumbuh berkembangnya pelabuhan Banten, orang-orang
Portugis menjadikannya sebagai basis utama di pantai utara Jawa (besar dugaan
karena atas dasar kedekatan jarak dengan Malacca). Pedagang-pedagang Demak
tidak lagi ke Malacca dan cukup sampai di pelabuhan Zunda dan Banten. Dalam
catatan Mendes Pinto, pada tahun 1539 pelabuhan Zunda adalah otoritas Demak
tetapi di bawah wilayah yurisdiksi Banten. Pantai utara Jawa (Dema, Chirebon
dan Banten) adalah satu aliansi (politik).
Kehadiran pelaut/pedagang Portugis yang berbasis di Malaka/Malacca hubungan yang erat antara orang-orang di pantai utara Jawa menjadi terputus, Demak hanya sampai di Banten (dimana pedagang Portugis sebagai hub perdagangangan dari dan ke Eropa). Navigasi pelayaran Demak ke timur juga semakin menurun, karena kolaborasi pedagang-pedagang Portugis (dengan kapal tonase besar) dan para pedagang Moor yang sangat tersebar di Hindia Timur (termasuk wilayah-wilayah terpencil).
Sementara
itu, pelaut-pelaut Portugis sejak 1516 sudah sudah membuka pos perdagangan di
pantai timur Tiongkok (Canton). Namun hubungan ini sempat terputus pada tahun
1519. Lalu pada tahun 1524 suatu ekspedisi Portugis yang dipimpin oleh George
Menesez tiba di pelabuhan Boernai (nama yang kemudian dicatat orang Portugis
sebagai nama pulau Borneo, kini Kalimantan; Boernai sendiri kini Brunei). Dari
pelabuhan Boernai inilah kemudian pelaut-pelaut Portugis menemukan jalan ke
Ternate lewat jalur utara (sebelumnya hanya lewat selatan, pantai utara Jawa
dan jalur utara melalui pantai selatan Sulawesi dan Borneo; lihat Peta No 19).
Nah, lalu bagaimana dengan kehadiran Portugis bermula di (pulau) Timor? Seperti disebut di atas, jauh sebelum kehadiran Portugis di Hindia Timur, lalu-lintas perdagangan dari dan ke Timor dan sekitar sudah sangat intens diperankan oleh pedagang-pedagang Moor dari Malaka melalui jalur navigasi utara melalui selat Sulawesi (menggantikan peran pedagang-pedagang dari pantai utara Jawa). Pedagang-pedagang di pantai utara Jawa yang sebelumnya diperankan Demak telah digantikan Jepara (namun hanya ternatas hingga pantai timur Lombok). Pengaruh pedagang Moor dari arah utara (Makassar) dan dari arah timur (Maluku) sudah mencapai Bima (menggantikan Demak/Jepara?).
Pulau
Timor sudah dikenal sejak era Hindoe/Boedha sebagaimana tercatat dalam teks
Negarakertagama (1365). Nama lain yang dicatat dalam teks ini adalah Solor dan
Soemba. Pada masa Majapahit pedagang-pedagang Moor sudah banyak di nusantara.
Hal ini diduga ada kaitannya dengan kehadiran utusan Moor, Ibnoe Batutah pada
tahun 1345 ke pantai timur Sumatra dan pantai barat Semenanjung serta pantai
timur Tiongkok. Seperti disebut di atas, orang-orang Moor adalah pendahulu
pelaut-pelaut Portugis di Hindia Timur. Orang-orang Moor berbasis di pantai
barat Semenanjung di Muar (lihat Peta No 18). Pedagang-pedagang Moor
berkolaborasi dalam perdagangan dengan pedagang-pedagang kerajaan Malaka dan
kerajaan Aroe di pantai timur Sumatra.
Pada saat pelaut-palaut Portugis membuka pos perdagangan baru di pantai timur Tiongkok (Canton) pada tahun 1516, pedagang-pedagang Portugis mengetahui sudah ada jalur perdagangan lama untuk komoditi kayu gaharu ke Tiongkok dari Hindia Timur. Jalur perdagangan ini telah lama dikuasai pedagang-pedagang Moor. Dalam konteks inilah kehadiran orang-orang Porrugis di pulau Flores dan pulau Timor.
Meski pedagang-pedagang Portugis sudah mengetahui jalur perdagangan gaharu Tiongkok dan Flores dan Timor, tetapi mereka tidak mengeksploitasinya. Mengapa? Pedagang-pedagang Portugis adalah pedagang internasional (Hindia Timur-Eropa) sedangkan pedagang-pedagang Moor hanya berskala regional. Oleh karena itu perdagangan gaharu tetap diperankan pedagang-pedagang Moor, lagi pula pasarnya hanya bersifat regional (Hindia Timur-Tiongkok). Para misionaris Porrugislah yang kemudian menemukan jalan ke Flores dan Timor, setelah dianggap gagal membuka stasion misi di Jawa (Banjoewangi). Para misionaris Portugis membuka stasion misi dekat Solor di Lahayong tahun 1557 (lalu kemudian diperluas ke pantai barat daya Timor (kelak terbentuk kota Coepang). Para misionaris menemukan para pedagang Moor yang mempekerjakan pekerja-pekerja asal Makassar. Para misonaris berhasil untuk populasi penduduk di kedua pulau. Sejak inilah kemudian benteng pertahanan Portugis di Amboina diperluas ke Timor dan Flores dimana benteng dibangun di Solor dan di Coepang untuk mengawal komunitas Portugis di kedua pulau (nama Coupang sendiri diduga kuat nama stasion misi Portugis yang sudah eksis lama di Coromandel, India; idem dito kemudian dengan nama Dilli).
Dengan kehadiran orang-orang Portugis di
Flores dan Timor, maka kelompok populasi penduduk pendatang semakin banyak.
Sebelumnya sudah eksis kelompok populasi dari selat Malaka (pantai barat
Semenanjung/Kerajaan Malaka dan pantai timur Sumatra/kerajaan Aroe) yang lalu
kemudian menyusul kelompok populasi dari Maluku (Katolik/Portugis) dan Sulawesi
(Islam/Makassar). Sebagai wilayah melting pot di kawasan, seperti di Maluku maka
lingua franca yang terbentuk di Timor dan Flores adalah bahasa Melayu.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kerajaan Aroe, Demak dan Japara hingga Era Portugis dan Belanda: Kota Tua, Mengapa Sulit Berkembang
Hingga akhir abad ke-16, kekuartan Eropa di Hindia Timur adalah orang-orang Portugis dan Spanyol yang terkonsentrasi di pulau-pulau Filipina. Pusat kekuatan Portugis di Maluku berada di Amboina (sementara Spanyol memiliki pengaruh kuat di Manado dan Ternate). Kedua bangsa ini terus berseteru. Hal itulah diduga yang menjadi penyebab Portugis membangun benteng kuat di Amboina pada tahun 1575 (kekuatan ketiga setelah Malaka dan Macao). Benteng Amboina termasuk menaungi benteng-benteng kecil di Solor dan Coepang.
Orang Eropa lainnya yang kemudian menyusul ke Hindia Timur adalah Belanda.
Ini dimulai dengan ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de
Houtman (1595-1597). Namun ekspedisi ini hanya sampai ke Lombok dan Bali. Baru
ekspedisi berikutnya pelaut-pelaut Belanda mencapai Maluku yang menempatkan
pedagangnya di Amboina dan Banda pada tahun 1599. Demikian seterusnya ekspedisi
Belanda semakin intens ke Hindia Timur (beberapa kali terjadi perselisihan
antara Belanda dan Portugis di Banten). Dalam perkembangannya diketahui
pedagang Belanda di Amboina terusir (oleh Portugis).
Pada tahun 1605 satu ekspedisi besar dari Belanda dikirim untuk mencapai Maluku. Ekspedisi ini dipimpin oleh Admiral van Hagen dengan pedagangan utama Frederik de Houtman. Ekspedisi van Hagen ini langsung ke Maluku setelah pelaut-pelaut Portugis di Amboina sedang berada di Coepang. Dalam posisi lemah di Amboina, pelaut-pelaut Belanda menyerang benteng Portugis di Amboina dan mendudukinya. Frerderik de Houtman diangkat menjadi gubernur pertama Belanda di Hindia Timur.
Kekuatan Portugis di Maluku menurun drastic. Sebaliknya kekuatan Portugis
semakin menguat di Coepang dan Solor. Situasi dan kondisi yang dihadapi
pedagang-pedagang Belanda di Banten tidak menentu (pengaruh Portugis masih
kuat). Satu-satunya pos persdagangan Belanda hanya ada di Bali. Oleh karena
jalur navigasi Belanda dari Agrika Selatan melalui selat Sunda dan selat Bali
ke Maluku, maka keberadaan Portugis di Timor dan Flores menjadi penghalang. Lalu
kekuatan Belanda yang semakin meningkat di Hindia Timur maka untuk meratakan
jalan dari Jawa ke Malauku, palaut-pelaut Belanda pada tahun 1612 berhasil melumpuhkan
pertahanan Portugis di Solor dan Koepang. Orang-orang Portugis (sipil/Indo
Portugis) yang sudah puluhan tahun di kedua pulau ini kemudian bergeser ke bagian
timur pulau Timor (kelak menjadi wilayah Timor Leste).
Lantas bagaimana dengan kota Coepang? Kapan nama kota Coepang muncul tidak diketahui secara pasti. Seperti disebut di atas, nama Coepang diduga ada kaitan dengan stasion misi Coepan di Coromandel (namun tidak diketahui mana yang pertama; yang jelas Coepang pada semasa adalah suatu nama marga orang Eropa). Nama Coepang sendiri di dalam peta baru muncul pada tahun 1622 yang dibuat oleh Hessel Gerritsz (Peta 1622) dimana nama Coepang ditulis sebagai Koepang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar