*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Nias adalah kelompok etnik yang berasal dari Pulau Nias. Mereka menamakan diri
mereka "Ono Niha" (Ono berarti anak/keturunan; Niha = manusia) dan
Pulau Nias sebagai "Tanö Niha" (Tanö berarti tanah). Hukum adat
tradisional Nias secara umum disebut fondrakö. Masyarakat Nias kuno hidup dalam
budaya megalitik, dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada
batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai
sekarang.
Bahasa Nias adalah bahasa yang dituturkan oleh orang Nias. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Sumatera Barat Laut–kepulauan Penghalang dan berhubungan dengan bahasa Batak dan Mentawai. Pada tahun 2000, penuturnya berjumlah sekitar 770.000 orang. Bahasa Nias terdiri atas tiga dialek. Umumnya bahasa Nias dianggap memiliki tiga dialek. Dialek utara dituturkan di daerah Gunungsitoli, Alasa dan Lahewa. Dialek selatan dituturkan di Nias Selatan. Sementara itu, dialek tengah dituturkan di Nias Barat, khususnya di daerah Sirombu dan Mandrehe. Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Sumatera Utara 1977/1978 membagi bahasa Nias ke lima dialek. Dialek utara dituturkan di Alasa dan Lahewa; dialek Gunungsitoli; dialek barat di Mandrehe, Sirombu, Kepulauan Hinako; dialek tengah di Gido, Idano Gawo, Gomo, Lahusa; dan dialek selatan di Telukdalam, Pulau Tello, dan Kepulauan Batu. Tingkat kemiripan antara dialek ini mencapai 80%. Bahasa Nias juga sebagai bahasa resmi di Nias. Abjad dalam bahasa Nias berbeda dengan abjad dalam bahasa Indonesia (ada dikurangi dan ada ditambahkan). Abjad Bahasa Nias huruf besar dan huruf kecil sebagai berikut: Aa, Bb, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo, Öö, Rr, Ss, Tt, Uu, Ww, Ŵŵ, Yy, Zz (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Nias di pulau Nias di pantai barat Sumatra Residentie Tapanoeli dan bahasa Batak? Seperti disebut di atas bahasa Nias dituturkan di pulau Nias. Apakah ada aksara Nias? Lalu bagaimana sejarah bahasa Nias di pulau Nias di pantai barat Sumatra Residentie Tapanoeli dan bahasa Batak? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Nias di Pulau Nias di Pantai Barat Sumatra Residentie Tapanoeli dan Bahasa Batak; Apakah Ada Aksara Nias?
Pada tahun 1879 bahasa Enggano mulai terinformasikan. Disebutkan daftar kata (kamus) bahasa Enggano, Mentawei dan Nias oleh JAC Oudemans di bawah judul Woordenlijst der talen van Ènggano, Mentawei en Nias yang dimuat dalam Tijdschrift, deel 25, 1879. Ini untuk pertama kali bahasa Nias, sebagaimana juga bahasa Enggano dan bahasa Mentawai mendapat perhatian.
JAC Oudemans adalah Kepala Insinyur Dinas Geografi Hindia Belanda (lihat Almanak 1870). Dr JAC Oudemans guru besar di Utrecht (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1876). Kapam Oudemens mengumpulkan bahan untuk publikasi kamus tersebut sementara dia sudah berada di Belanda? Oudemen telah banyak melakukan ekspedisi laut ke berbagai tempat semasa di Hindia. Besar dugaan dari laporan-laporanya yang terdahulu dikompilasinya menjadi kamus bahasa Enggano, Mentawai dan Nias. Jelas dalam hal ini Oudeman bukan ahli bahasa, tetapi ahli geografi.
Mengapa seorang ahli geografi yang menginisiasi pra kamus bahasa Nias? Bagaimana dengan para misionaris yang dibina oleh zending di Nias? Selama, ini zending (NZG) banyak berperan dalam pembiayaan penyelidikan bahasa di berbagai tempat. Kegiatan misionaris di Nias dimulai tahun 1965 (lihat Het ontstaan der Zending in Ovamboland, 1899). Zending yang bekerja di Nias bukan orang Belanda tetapi orang Jerman di Barmen (seperti halnya di Silindoeng). Apakah dalam hal ini Oudemans membuat kamus kecil untuk Nias (juga Mentawai dan Enggano) untuk memberi jalan bagi zending Belanda (NZG)?
Para misinaris Jerman di Nias akhirnya berhasil menyusun kamus Bahasa
Nias. Kamus ini kemudian digunakan untuk menerjehkan Injil ke dalam bahasa
NIas. Pada tahun 1911 kamus Bahasa Nias diterjemahkan oleh misionaris H Sundermann yang diterbitkan di Amsterdam. Bagian
Injil yang diterjemahkan tersebut diberi judul Soera Gamaboe’oela Si Fofona.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Apakah Ada Aksara Nias? Seberapa Tua Bahasa Nias, Seberapa Tua Aksara Batak?
Bahasa Nias adalah satu hal, bagaimana dengan aksara Nias? Kelompok populasi Nias tidak mempunyai tulisan atau tulisan (lihat Herinneringen aan Poeloe Tello, 1895). Disebutkan apa yang mereka ketahui tentang masa lalu didasarkan pada tradisi lisan.
Bahasa Nias tidak hanya di pulau Nias, tetapi di berbagai tempat bahkan
cukup banyak di kota Padang. Menurut sensus terakhir pada tahun 1889, pulau Tello
berpenduduk 3.375 jiwa; dari jumlah tersebut, sebanyak 2015 adalah suku
Niasser, 950 orang Melayu, dan 410 orang Cina. Sementara itu di seluruh
Kepulauan Batu saat itu berjumlah 8.627 jiwa, yaitu Niasser 6.787 jiwa, Melayu
1.430 jiwa, dan Cina 410 jiwa.
Setelah kamus bahasa Nias berhasil disusun dan telah digunakan untuk menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Nias, lambat laun (pulau) Nias mulai penting di bidang akademik. A Lafeber mengajukan tesis dengan topik Nias untuk promosi doctor di Universiteit Leiden. Pada tahun 1922 Lafeber lulus ujian meraih gelar doctor dalam bidan sasra dan bahasa dengan judul desertasi Vergelijkende Klankleer van het Niasch. Promotornya adalah Ptof Dr C Snouckhurgronje.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar