*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Mentawai adalah penghuni asli Kepulauan Mentawai. Daerah hunian warga Mentawai,
selain di Mentawai juga di Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan. Suku ini
dikenal sebagai peramu dan ketika pertama kali dipelajari belum mengenal
bercocok tanam. Tradisi yang khas adalah penggunaan tato di sekujur tubuh, yang
terkait dengan peran dan status sosial penggunanya. Kebudayaan tato Mentawai,
yang dikenal dengan nama titi disebutkan hampir punah. Titi masih dilestarikan
di Pulau Siberut.
Bahasa Mentawai adalah sebuah bahasa dari rumpun Austronesia yang dipertuturkan di Kepulauan Mentawai, lepas pantai Sumatera Barat. Jumlah penutur bahasa ini sekitar 64.000 jiwa. Bahasa Mentawai dituturkan di desa Monganpoula, Siberut Utara; desa Maileppet, Siberut Selatan; desa Sioban, Sipora, desa Makalo, Pagai Selatan, kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Ada beberapa dialek dalam bahasa Mentawai: Dialek Siberut Utara, dituturkan di desa Monganpoula, Siberut Utara; Dialek Siberut Selatan, dituturkan di desa Maileppet, Siberut Selatan; Dialek Sipora atau Sioban, dituturkan di desa Sioban, Sipora, dan desa Makalo, Pagai Selatan; Dialek Sikakap, dituturkan di kecamatan Pagai Utara. Isolek Mentawai merupakan sebuah bahasa dengan persentase perbedaan berkisar 81%—100% jika dibandingkan dengan bahasa Batak dan Minangkabau. Bahasa Mentawai memiliki 33 fonem segmental; 21 fonem konsonan; 5 fonem vocal; 7 diftong. Pasikat merupakan tradisi sastra bahasa Mentawai, yaitu pantun khas yang berasal dari Kepulauan Mentawai. Pasikat masih sangat digemari dan terus dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Mentawai. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Mentawai di pulau Mentawai di pantai barat Sumatra Residentie West Sumatra? Seperti disebut di atas bahasa Mentawai dituturkan di pulau Mentawai. Bahasa di pulau-pulau barat Sumatra. Lalu bagaimana sejarah bahasa Mentawai di pulau Mentawai di pantai barat Sumatra Residentie West Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Mentawai di Pulau Mentawai di Pantai Barat Sumatra Residentie West Sumatra; Bahasa di Pulau-Pulau Barat Sumatra
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa di Pulau-Pulau Barat Sumatra: Bahasa Batak vs Bahasa Melayu
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar